Mohon tunggu...
Tesalonika Hasugian
Tesalonika Hasugian Mohon Tunggu... Penulis - Host Foodie

Menyelami komunikasi pada bidang multidisipliner.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Anak Muda, Saatnya Ubah Mindset Shiftmu dalam Mencari Pekerjaan

8 Januari 2025   09:02 Diperbarui: 8 Januari 2025   09:08 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apa tujuanmu mencari pekerjaan? (Sumber: Unsplash/Though Catalog)

Pernah nggak ngalamin atau denger cerita anak muda yang mulai mencari kerjaan karena kepepet, akhirnya terima apa aja yang ada. Tapi baru jalan beberapa bulan, udah stres berat, nggak betah, terus resign? 

Dan tahu-tahu, balik lagi ke awal, desperate cari kerjaan lain. Kayaknya siklus ini nggak ada habisnya kali, ya?

Contoh kasusnya seperti demikian.

  • "Baru 3 bulan kerja udah resign."
  • "Capek kerja di corporate."
  • "Pengen jadi full-time trader aja."
  • "Bangun usaha sendiri enak kali ya. Jadi bos."

Kalau Anda sering mendengar (atau bahkan memposting) kalimat-kalimat ini, Anda tidak sendirian. Fenomena ini memang makin sering terlihat di kalangan anak muda yang mencoba menemukan jalan kariernya. 

Job-hopping jadi hal biasa, tapi di balik itu ada pola yang sebenarnya belum anak muda sadari.

Kenapa Banyak Anak Muda yang Terjebak di Siklus Ini?

Masalahnya sebenarnya bukan di kerjaannya. Masalahnya ada di mindset yang terlalu reaktif dan langsung desperate perusahaan. Misal, ketika mereka ketika diajak untuk bertemu dengan HR atau sekadar calling, anak muda cenderung langsung mengobrak-abrik history budaya kerja organisasi perusahaan dari Google, TikTok, atau job portal kerja lainnya.

Kalau ratingnya jelek alias tidak memenuhi keinginannya, mereka langsung "main kabur" dari lanjut tawaran perusahaan.

Padahal. HR atau interviewer itu juga bisa "mencium" desperation vibes dari kandidat mereka. Desperation itu seperti sinyal merah yang membuat perusahaan berpikir dua kali.

Break the Cycle: Apa yang Bisa Dilakukan?

Kabar baiknya, siklus ini bisa kok diubah. Berikut adalah beberapa langkah yang biasanya works:

1. Mulai Nyari Kerja Pas Masih Bekerja Jangan tunggu sampai resign dulu baru cari kerja. Posisi kamu jadi lebih kuat saat masih bekerja.

2. Build Skills Sambil KerjaKerja bukan cuma soal gaji, tapi juga investasi skill untuk masa depanmu.

3. Network Sebelum Butuh Bangun koneksi saat kamu masih nyaman, bukan saat kamu desperate. Networking itu seperti tabungan sosial yang bisa membantu saat dibutuhkan.

4. Punya Emergency Fund Ini bukan cuma soal finansial, tapi soal ketenangan mental. Dengan dana darurat, kamu nggak perlu buru-buru terima kerjaan hanya karena butuh uang.

Keliatan basic? Yes. Tapi faktanya banyak yang skip ini dan akhirnya terjebak dalam lingkaran yang sama.

"Tapi Kerjaan Sekarang Bikin Stress Banget! Nggak Kuat!"

Real talk: stress itu normal. Tapi ada dua tipe stress yang perlu Anda pahami:

1. Growth Stress Ini adalah jenis stress yang bikin kamu berkembang. Contohnya, belajar skill baru, mengejar deadline besar, atau menghadapi tantangan baru.

2. Toxic Stress Sebaliknya, ini adalah stress yang membuatmu merasa stuck atau bahkan mundur. Biasanya berasal dari lingkungan kerja yang tidak sehat, atasan yang tidak suportif, atau beban kerja yang tidak masuk akal.

Tanya diri sendiri: stres yang Anda alami sekarang termasuk yang mana? 

Kalau toxic, mungkin memang perlu mencari jalan keluar. Tapi kalau growth stress, mungkin Anda hanya perlu cara baru untuk menghadapinya.

Mindset Shift yang Penting Banget

Waktunya mengubah mindset dari sekadar "fixing problems" menjadi "building future." Apa bedanya?

  • "Yang penting dapet kerja."

  • "Gimana gue bisa berkembang di sini?"

Contoh mindset shift lainnya:

  • "Aku harus cari kerjaan yang gajinya besar."

  • "Aku harus cari kerjaan yang memberikan peluang belajar."

Fun fact-nya, perusahaan lebih suka kandidat yang punya tujuan jelas, masih bekerja, dan tidak desperate. Kenapa? Karena mereka mau orang yang memilih mereka, bukan orang yang hanya butuh mereka. Sama seperti dalam dunia dating, desperation vibes adalah red flag.

Mulai Bangun Masa Depanmu Sekarang

Gimana caranya untuk stop problem-solving dan mulai future-building?

1. Tentukan Tujuan Karier

Jangan hanya fokus pada masalah hari ini. Pikirkan di mana kamu ingin berada dalam 5-10 tahun ke depan.

2. Ambil Langkah KecilFuture-building 

Nggak harus langsung langkah besar. Mulailah dari hal kecil seperti ikut kursus online, mencari mentor, atau menghadiri acara networking.

3. Bangun Koneksi Bermakna

Jangan hanya berteman dengan orang yang kamu kenal. Luaskan jaringanmu dan jaga hubungan dengan baik.

4. Evaluasi Diri Secara Berkala

Luangkan waktu untuk merefleksikan apa yang sudah kamu capai dan apa yang masih perlu diperbaiki.

Hidup adalah tentang pilihan. Kamu bisa terus terjebak dalam siklus memperbaiki masalah, atau kamu bisa mulai membangun masa depan yang lebih cerah. Ingat, perusahaan (dan kehidupan) lebih menghargai mereka yang tahu apa yang mereka mau dan berani mengambil langkah untuk mencapainya.

Jadi, kapan Anda mau mulai building future-mu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun