Mohon tunggu...
Tesalonika Hasugian
Tesalonika Hasugian Mohon Tunggu... Penulis - Host Foodie

Menyelami komunikasi pada bidang multidisipliner.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Anak Sulit Terbuka? Saatnya Orangtua Mengubah Cara Berkomunikasi

27 November 2024   19:35 Diperbarui: 27 November 2024   22:26 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah anda bertanya-tanya, kenapa anak lebih sering diam daripada bercerita? Mungkin bukan karena mereka tidak punya ruang untuk bercerita, tetapi karena mereka tidak yakin akan didengar dengan baik."

Anak susah terbuka? Ini memang bukanlah fenomena baru. Namun, peristiwa ini bak virus yang menyebar ke mana saja. Sebagai orang tua, mungkin anda merasa bingung atau bahkan kecewa saat anak nggak mau berbagi cerita tentang apa yang mereka alami. 

Apalagi saat melihat mereka yang lebih banyak bercerita ke teman-temannya. Padahal dulu pas mereka kecil, anda bisa dengan mudahnya mengobrol santai tentang apa saja, kan?

Namun, di era serba digital dan serba cepat ini, tekanan yang dihadapi anak-anak nggak main-main. Media sosial dengan standar kecantikan dan kesuksesan yang tak realistis, ditambah dengan tuntutan akademik yang makin tinggi dan susahnya mencari pekerjaan tetap. Semuanya itu memang terlihat mudah untuk bercerita. Anak-anak akan menciptakan "ruang kosong" dengan orang tua; tampak seperti menciptakan beban berat yang nggak terlihat di luar. 

Tapi sayangnya, banyak anak merasa jauh lebih nyaman memendam perasaan mereka daripada mengungkapkan apa yang mereka rasakan.

Kenapa bisa begitu?

Anak-anak sekarang tumbuh di dunia yang sangat berbeda dari yang anda alami. Mereka terpapar informasi dengan kecepatan luar biasa, dari media sosial hingga berita online, yang semuanya datang begitu cepat dan dalam jumlah yang sangat besar. Tidak jarang, mereka merasa tertekan untuk mengikuti tren atau memenuhi ekspektasi sosial yang ada. 

Ketika mereka merasa tidak bisa mengikuti apa yang sedang "in" atau tidak memenuhi standar yang ditentukan, mereka mulai merasa ada yang salah dengan diri mereka. Rasa takut untuk terlihat "lemah" atau "tidak cukup baik" di mata teman-teman mereka membuat mereka enggan berbicara atau menunjukkan siapa diri mereka yang sebenarnya.

Bahkan, banyaknya informasi yang ada di sekitar mereka membuat anak-anak terkadang bingung mengenali identitas diri. Di saat lingkungan sekitarnya menuntut mereka untuk mengikuti standar atau ekspektasi tertentu, mereka justru akan merasa tertekan untuk menjadi seseorang yang bukan diri mereka. 

Semua informasi yang mereka terima, baik dari media sosial, teman, ataupun lingkungan, seakan memberi mereka peta jalan hidup yang sangat berbeda dengan apa yang mereka rasakan atau ingin jalani. Inilah yang semakin memperburuk perasaan dan kebingungan mereka dalam mencari jati diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun