Untuk mencegah meluasnya fenomena populisme di masyarakat, pemerintah harus bisa menciptakan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi kerakyatan. Pertumbuhan ekonomi yang berorientasi pada kualitas dinilai mampu mempersempit kesenjangan sosial, mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.
Profil kemiskinan di Indonesia menunjukkan disparitas yang berbeda dimana tingkat kemiskinan di pedesaan adalah lebih tinggi daripada kemiskinan di perkotaan. Kelompok kemiskinan dan pendidikan yang rendah banyak terjadi pada kalangan masyarakat di sekitar kawasan hutan yang bergantung pada hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Raihanah, 2021).
Berbeda dengan kemiskinan, untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan suatu wilayah secara menyeluruh, BPS menggunakan Gini Ratio. Pengukuran distribusi pendapatan didekati dengan menggunakan data pengeluaran rumah tangga.Â
Gini Ratio berkisar antara 0 sampai 1. Apabila koefisien Gini bernilai 0 berarti pemerataan sempurna, sedangkan apabila bernilai 1 berarti ketimpangan benar-benar sempurna terjadi.Â
Terdapat disparitas Gini Ratio antara kota dan desa di Indonesia, di mana secara umum Gini Ratio di perdesaan selalu lebih rendah dibanding perkotaan. Oleh karena itu, upaya peningkatan pendapatan masyarakat di perdesaan sangat potensial dalam upaya menekan Gini Ratio maupun upaya pengentasan kemiskinan.
Menurut De Soto (2000) ketimpangan terjadi karena buruknya sistem kepemilikan aset. Teori pembangunan modern gagal memahami proses pengembangan sistem hak milik yang terpadu sehingga membuat kaum miskin tidak mungkin dapat menggunakan apa yang dimilikinya secara informal untuk digunakan sebagai kapital dalam membangun bisnis dan kewirausahaan. Sebagai akibatnya, kelompok petani di dunia berkembang selalu terperangkap dalam kemiskinan, di mana petani hanya mampu menanam untuk kebutuhan hidupnya sendiri.
Salah satu program Pemerintah yang cukup strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan adalah melalui program Perhutanan Sosial yaitu melalui persetujuan akses kelola dan peningkatan kapasitas pengembangan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).Â
Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan  kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan (KLHK, 2021).
Perhutanan Sosial dapat menjadi program pengungkit dalam upaya pengentasan kemiskinan khususnya pada masyarakat pedesaan melalui aspek modal lahan dan pengembangan usaha serta pemasaran. Program Perhutanan Sosial diyakini mampu untuk menekan aspek ketimpangan pendapatan masyarakat khususnya di perdesaan.
Perhutanan Sosial dapat menjadi program pengungkit dalam upaya pengentasan kemiskinan khususnya pada masyarakat pedesaan melalui aspek modal lahan dan pengembangan usaha serta pemasaran.Â