Saat kita bisa minum kopi bersama, saat itu kita bisa bekerjasama. Cakep.
Selalu ada cerita dibalik kopi yang siap kita nikmati.
Cerita ini pula yang membawa saya sampai ke sebuah nagari di ranah Minangkabau. Salah satu tempat dataran tinggi dimana kopi arabika yang nikmat berasal.
Berawal dari keikutsertaan saya pada acara Sosialisasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim yang diselenggarakan di Kota Padang pada bulan November 2018.Â
Saat acara tersebut, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat, Bang Yozarwardi panggilan akrabnya, mengatakan bahwa  "Sumatera Barat berkomitmen untuk mengimplementasikan pendekatan pembangunan rendah emisi. Kebijakan tersebut dijalankan dengan mengedepankan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (Community Based Forest Management) atau hutan sosial sebagai salah satu basis implementasi pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di Sumatera Barat."
Pada lokasi-lokasi hutan sosial yang dibangun, hutan akan dilestarikan dengan skema hutan nagari (hutan desa) ataupun hutan kemasyarakatan. Harapannya kedepan akan lahir usaha-usaha baru dari hutan sosial sehingga tidak ada lagi alih fungsi lahan, bahkan menjadi lokasi usaha-usaha produktif yang memiliki stok karbon yang tinggi dengan mengembangkan agroforestry.
Menarik bukan ? Bagaimana kita menumbuhkan kembali hutan, mengurangi emisi karbon, sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat.
Nagari adalah sebutan untuk wilayah administrasi di bawah kecamatan pada Kabupaten di Sumatera Barat. Istilah nagari menggantikan istilah desa, yang digunakan di provinsi lain di Indonesia.
Hanya 2 jam dari kota Padang melewati wilayah perbukitan Taman Hutan Raya Bung Hatta. Saya mengunjungi Lokasi pertama yaitu Nagari Sirukam, Kabupaten Solok.