Mohon tunggu...
Khulfi M Khalwani
Khulfi M Khalwani Mohon Tunggu... Freelancer - Care and Respect ^^

Backpacker dan penggiat wisata alam bebas... Orang yang mencintai hutan dan masyarakatnya... Pemerhati lingkungan hidup... Suporter Timnas Indonesia... ^^

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Diplomasi Kopi, dari Hutan Nagari sampai ke Luar Negeri

10 Januari 2019   16:32 Diperbarui: 20 Januari 2022   21:28 1571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Dokpri
Dokpri
Tidak perlu bahasa yang rumit untuk menggambarkan kenikmatan secangkir kopi.  Jika muncul rasa nyaman saat menyesap hangatnya dan menghirup wanginya, disitulah letak nikmatnya. Bahkan rasa nyaman itu masih tersisa hingga seruputan terakhir.

Jika dulu minuman kopi identik dengan maskulinitas. (Ini pendapat saya . Mungkin karena kopi yang saya kenal hanya sebatas kopi tubruk dan hanya abang-abang dan om-om yang menikmatinya. Termasuk saya). Lain dulu lain sekarang.  

Kini menikmati kopi sudah menjadi gaya hidup kawula muda di tanah air.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Kedai-kedai kopi bermunculan. Berbagai teknik pembuatan dan penyajian kopi pun mulai dikenal awam. Mesin-mesin pembuat minuman kopi mudah didapat secara online. Ragam minuman mengandung kopi seakan menjadi hidangan wajib yang menarik.  

Dan yang terpenting, Variasi minuman berkafein ini pun menjadi lebih responsif gender. Cewek atau cowok bebas memilih selera kopinya.

Sejak media sosial marak digunakan, tampaknya kopi selalu menjadi barang baru dan populer bagi siapa saja. Mungkin juga karena film "filosofi kopi", saat ini kopi memiliki nilai yang lebih dari sekedar minuman. Mirip seperti film "5 cm", yang membuat naik gunung juga semakin populer bagi semua kalangan.

Dokpri
Dokpri
Maka berbanggalah kita dengan kekayaan single origin kopi di negeri ini. Single origin adalah istilah untuk menyebut asal atau wilayah tempat kopi itu ditanam.

Beda daerah, beda ketinggian, beda iklim, beda biofisik, beda varietas, beda teknik budidaya, maka rasanya pun menjadi berbeda.

Menurut saya sebagai penikmat kopi kelas teri, mungkin pembentukan aroma dan rasa pada kopi yang kita nikmati, separuh faktornya  ditentukan oleh single origin ini. Sisanya baru dipengaruhi melalui teknik roasting dan brewing.

Sebut saja seperti kopi Gayo, Sidikalang, Lintong, Mandheling, Bali Kintamani, Toraja, Kopi Jawa, Papua Wamena, Flores Bajawa dan lain-lain.

Beberapa single origin kopi nusantara mulai bersanding dengan kopi dari daratan Amerika dan Afrika pada etalase kafe-kafe ternama.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Bahkan saat acara pertemuan atau konferensi internasional diselenggarakan, kekayaan citarasa kopi nusantara telah menjadi bagian dari diplomasi bangsa untuk mencairkan suasana.

Saat kita bisa minum kopi bersama, saat itu kita bisa bekerjasama. Cakep.

Selalu ada cerita dibalik kopi yang siap kita nikmati.

Cerita ini pula yang membawa saya sampai ke sebuah nagari di ranah Minangkabau. Salah satu tempat dataran tinggi dimana kopi arabika yang nikmat berasal.

Berawal dari keikutsertaan saya pada acara Sosialisasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim yang diselenggarakan di Kota Padang pada bulan November 2018. 

Saat acara tersebut, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat, Bang Yozarwardi panggilan akrabnya, mengatakan bahwa  "Sumatera Barat berkomitmen untuk mengimplementasikan pendekatan pembangunan rendah emisi. Kebijakan tersebut dijalankan dengan mengedepankan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (Community Based Forest Management) atau hutan sosial sebagai salah satu basis implementasi pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di Sumatera Barat."

Pada lokasi-lokasi hutan sosial yang dibangun, hutan akan dilestarikan dengan skema hutan nagari (hutan desa) ataupun hutan kemasyarakatan. Harapannya kedepan akan lahir usaha-usaha baru dari hutan sosial sehingga tidak ada lagi alih fungsi lahan, bahkan menjadi lokasi usaha-usaha produktif yang memiliki stok karbon yang tinggi dengan mengembangkan agroforestry.

Menarik bukan ? Bagaimana kita menumbuhkan kembali hutan, mengurangi emisi karbon, sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Maka tergeraklah saya untuk bersama kawan-kawan panitia untuk menyambangi lokasi dari implementasi yang diceritakan itu setelah acara berakhir. Yaitu hutan di Nagari Sirukam -- Payung Sekaki dan hutan di Nagari Aia Dingin -- Lembah Gumanti di Kabupaten Solok.

Nagari adalah sebutan untuk wilayah administrasi di bawah kecamatan pada Kabupaten di Sumatera Barat. Istilah nagari menggantikan istilah desa, yang digunakan di provinsi lain di Indonesia.

Hanya 2 jam dari kota Padang melewati wilayah perbukitan Taman Hutan Raya Bung Hatta. Saya mengunjungi Lokasi pertama yaitu Nagari Sirukam, Kabupaten Solok.

Hamparan sawah yang siap dibajak dan deretan rumah dengan atap bergonjong menjadi panorama awal saat memasuki wilayah kecamatan Payung Sekaki. Selanjutnya jalan berbatu akan kerap dijumpai saat menuju lokasi hutan nagari.

Dokpri
Dokpri
Anda pasti tahu karya sastra Angkatan Balai Pustaka berjudul "Si Doel Anak Betawi" yang ceritanya populer lewat sinetron di TV itu? dari nagari di Kecamatan Payung Sekaki inilah penulisnya, Aman Datuk Madjoindo, lahir dan dibesarkan.

Sampai di hutan nagari Sirukam, kami bertemu dengan masyarakat desa yang bahu membahu menanam serei, kayu manis, kopi, pohon petai, pinus dan mahoni pada bagian kawasan hutan negara yang terdegradasi.

Tanaman Serai (Dokpri)
Tanaman Serai (Dokpri)
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Secara harfiah tidak selamanya kawasan hutan berisi pohon-pohon yang lebat. Mungkin itu dulu. Saat ini bagian-bagian tertentu dalam kawasan hutan yang sudah kritis, akibat illegal logging dan kebakaran di masa lalu, harus ditumbuhkan kembali.

Melalui hutan nagari, masyarakat desa di Sumatera Barat diajak menjadi pemeran utama dalam mengelola hutan negara. Siapa sangka Nagari Sirukam di Sumatera Barat ini merupakan bagian hulu dari DAS Indragiri Rokan yang mengalir ke arah Provinsi Riau.

Melihat mayoritas ibu-ibu di nagari Sirukam menjadi aktor dalam kegiatan menanam kembali hutan di tingkat tapak, tentunya bisa menjadi cerita yang menarik tentang bagaimana perempuan dalam budaya matrilineal seperti di Minangkabau ini, berperan dalam menghijaukan bumi sekaligus memperkuat ekonomi keluarga.

Berat. Kau tidak akan sanggup. Biar saya saja.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Beranjak dari Nagari Sirukam, kami melaju ke Nagari Aia Dingin. Melewati keindahan kebun teh di daerah Alahan Panjang dan panorama syahdu Danau Diatas-Dibawah, maka sampailah kami di basecamp koperasi kopi Solok Radjo.

Terdapat dome (rumah pengering kopi) yang terbuat dari terpal plastik bening tempat biji kopi yang telah dikupas dijemur dan diangin-angin serta dan pulper house.

Kami bertemu dengan salah seorang pengurus koperasi, Teuku Firmansyah. Menurutnya produksi Kopi Solok masih bisa dibilang sedikit, yakni hanya 6 ton per tahunnya. Sementara kebutuhan pasar sangat besar. Rasa kopi Solok yakni arabika sangat diminati oleh pencinta kopi. Solok Radjo juga sudah memiliki beberapa pelanggan di luar negeri, seperti Australia, Malaysia, Singapura, dan Amerika Serikat.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Produk olahan mereka yang terkenal ialah melalui honey process yaitu Labah Rimbo dan  Limau Cirago. Koperasi ini lebih sering menjual kopi yang sudah semiwashed atau belum disangrai. Hal ini karena kebanyakan kedai kopi memilih untuk melakukan roasting kopi sendiri.

"Dengan banyaknya media dan aplikasi online saat ini, peluang tersebut kami manfaatkan untuk membangun pasar."

Secangkir kopi arabica hangat dengan aroma khas Solok saya cicipi sambil mendengarnya bercerita.

Selanjutnya Teuku dan kawan-kawan mengajak kami untuk melihat lokasi penanaman kopi Solok Radjo. Berjalan melewati titian di sungai dan menaiki jalan setapak di perbukitan.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Mungkin saya dan mereka seumuran. Tapi jujur saya mengagumi semangat mereka menjadi petani muda. Menjadi petani itu hebat.

"Dulu rantai pemasaran kopi begitu panjang. Tengkulak menjadi aktor penting. Petani menjual kopi basah atau cherry hanya 1500/ kg. Makanya petani enggan menanam kopi dan lebih suka menanam sayur kol." Tuturnya sambil menunjuk hamparan tanaman musiman holtikultura atau sayur mayur.

"Sempat kami pun dicemooh karena mau menanam kopi. Lalu koperasi dibentuk. Sekarang petani menjual cherry 8000/kg. Bahkan permintaan ekspor untuk kopi arabika Solok belum bisa kami penuhi".

"Sekarang anggota koperasi lebih dari 300 orang. Telah dibentuk kelompok hutan kemasyarakatan. Melalui Izin Hutan Kemasyakatan yang diberikan oleh pemerintah. Kami mengajak serta petani untuk menanam kembali kawasan hutan yang gundul ini dengan pola agroforestry. Kopi ditanam Bersama dengan lamtoro dan eucalyptus pada kawasan hutan yang sudah menjadi belukar dan alang-alang" tuturnya lebih lanjut.

Dalam hati saya turut mendoakan semoga kawasan hutan produksi terbatas yang sebagian sudah gundul ini bisa menjadi rimbun kembali. Pendampingan dan pelatihan terhadap petani akan agroforestry dan pembangunan kebun bibit kehutanan tampaknya akan sangan membantu bagi petani di Nagari Aia Dingin.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Kerjasama yang dibangun bisa menjadi modal utama untuk memperoleh manfaat dan keuntungan bersama.

Begitulah tampaknya kopi telah menjadi ruang diplomasi  antara masyarakat sekitar hutan dengan negara.

Kembali ke kota Padang, rasa penasaran saya akhirnya mengajak saya menyinggahi sebuah kafe bernama rimbun coffee. Untuk sekedar mencicipi kembali kopi Solok dan membeli beberapa bungkus biji kopi untuk oleh-oleh di Jakarta.

Dokpri
Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun