Dina, ibu Kornelius, istri Pdt. Wijngaarden menangis sambil memohon untuk dapat mengadopsi anak itu. Karena Kornelis juga masih menyusu, Dina bersikeras bahwa ia bisa menjadi ibu asuh bayi malang itu.
Begitulah rencana Tuhan membuat hidup bayi "tunda kais" itu diselamatkan. Orang-orang desa itu akhirnya menyerah kepada keinginan keras Pdt. Wijngaarden dan istrinya untuk mengasuh bayi malang yang ditinggal mati ibunya itu.
Dari sanalah bayi malang itu diberi nama Sangap, artinya mujur, beruntung. Pdt. Wijngaarden membaptis Sangap Tarigan Silangit pada 4 Agustus 1894.
Merasakan betapa besarnya kasih sayang Pdt. Wijngaarden dan istrinya kepada masyarakat desa Buluh Awar dan desa-desa sekitarnya yang mereka layani melalui penginjilan semasa hidupnya, khususnya kasih sayangnya kepada anak-anak malang seperti si Sangap, pastilah mereka sangat berduka ketika Pdt. Wijngaarden meninggal dunia akibat penyakit disentri di tengah pekerjaan pelayanannya.
Begitupun ketika Dina Guittar, istri mendiang, pamit pulang ke Belanda bersama Kornelius, anaknya. Dina Guittar beserta Kornelius kembali pulang ke negeri Belanda menggunakan kapal dari pelabuhan Belawan, Medan pada 5 September 1895. Selanjutnya, NZG menugaskan Dina Guittar sebagai manajer asrama sekolah misi di Rotterdam, Belanda. Sementara itu, Kornelius yang telah berusia dua tahun diasuh oleh keluarga mendiang suaminya di sebuah kota kecil dekat Rotterdam.
Kiranya itulah latar lagu rohani berjudul "Kataken man Yesus" yang diciptakan Pdt. Wijngaarden yang dituliskan pada pembuka artikel ini. Sebuah ungkapan hati yang lahir dari pergumulan perasaan yang mendalam untuk warga jemaat yang dilayaninya, terutama juga untuk istri dan anak yang menemaninya dalam pelayanan di tengah belantara desa Buluh Awar.
Kisah hidup Sangap Tarigan Silangit, anak rohani Pdt. J.K. Wijngaarden dan Dina Guittar, mirip dengan Pawang Ternalem. Anak "tunda kais" yang dianggap pembawa sial karena ibunya mati saat melahirkannya diselamatkan dari sebuah tradisi yang menyayat nurani kemanusiaan.
Pelayanan penuh kasih ini terasa sebagai salah satu sumbangan besar pelayanan iman untuk peradaban masyarakat Karo yang patut untuk tidak pernah dilupakan. Pdt. J. K. Wijngaarden kini dimakamkan di Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang. Dina Guittar diketahui tidak pernah lagi menikah sepanjang hayatnya sepeninggal suaminya. Kasih sayangnya kiranya tidak akan pernah dilupakan.
Referensi:
Pt. Drs. Ngangkat Tarigan, Mengenang Alm. Dina W. Guittar (Nd. Kornelius) Sejarah Pengabdian Injil Pdt. J. K. Wijngaarden di Buluh Awar - Sibolangit, 2009. (Tidak dipublikasikan)Â