Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Mengenal Kedih, Primata Asli Sumatera Bermata Sayu

2 Agustus 2022   12:46 Diperbarui: 3 Agustus 2022   05:07 1398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengenal Kedih, Primata Asli Sumatera Bermata Sayu (Dok. Pribadi)

Baru setengah jam menyusuri jalur jelajah hutan di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser di Bukit Lawang, Bahorok, kami bertemu seekor makhluk primata yang unik. 

Bulunya kombinasi hitam dan putih, jambulnya juga sangat khas, gaya potongan rambut mohawk khas anak punk, tapi sorot matanya sangat sayu, seolah menyiratkan kesedihan.

Ciri itu adalah penanda khas satwa primata endemik Sumatera bernama kedih (Presbytis thomasi). Meskipun endemik, khas, unik, dan asli Sumatera, bisa jadi belum banyak yang mengetahui tentang kedih yang bermuka sedih ini.

Sebaran kedih terbatas di wilayah Aceh dan sebagian Sumatera Utara. Populasinya diperkirakan hanya berjumlah 2.000 ekor pada seluruh wilayah sebarannya di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. 

Oleh sebab itu, International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) sudah memasukkan kedih dalam spesies kategori rentan (vulnerable) dengan label red list.

Pemerintah Indonesia juga menetapkan kedih sebagai jenis satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. Mari kita lihat lebih dekat beberapa fakta tentang kedih.

1. Sebagian Besar Hidupnya di Atas Pohon

Kedih sebagaimana satwa primata yang lain pada umumnya adalah termasuk satwa arboreal, yakni satwa yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di atas pepohonan atau belukar. 

Keberadaan pohon sangat penting bagi kedih sebagai pakan, pohon tidur, dan jembatan penghubung dalam pergerakannya.

Seekor kedih bertengger di dahan pohon, Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Lawang, Bahorok, Langkat (Dok. Pribadi)
Seekor kedih bertengger di dahan pohon, Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Lawang, Bahorok, Langkat (Dok. Pribadi)

Oleh sebab itu juga, populasi kedih lebih banyak ditemukan pada hutan primer karena memiliki kerapatan vegetasi yang tinggi. Itu berarti tempat yang lebih nyaman untuk beristirahat, sumber pakan yang lebih bervariasi, dan merupakan habitat yang stabil. 

Sementara itu, karena terbatasnya jumlah pohon yang dapat dijadikan sebagai pohon tidur pada hutan sekunder, maka kedih hanya menjadikan kawasan hutan sekunder sebagai tempat mencari makan, bukan untuk menetap atau untuk tidur pada malam hari.

Satwa primata memilih pohon yang kuat dan kanopi yang rapat sebagai tempat tidur pada malam hari. Alasan di balik hal itu adalah karena faktor kenyamanan dan keselamatan kedih dari predator.

2. Habitat dan Populasi Kedih

Penyebaran kedih yang paling banyak populasinya berada di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, terutama di Bahorok, Provinsi Sumatera Utara, dan Ketambe, Provinsi Aceh.

Khususnya di Provinsi Sumatera Utara, kedih banyak dijumpai di sekitar aliran Sungai Wampu. Jumlah kedih yang ditemukan di hutan primer dan hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Lawang, Bahorok, Kabupaten Langkat pada tahun 1986 ada sebanyak 184 ekor.

Habitat kedih di Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Lawang, Bahorok, Langkat, Sumatera Utara (Dok. Pribadi)
Habitat kedih di Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Lawang, Bahorok, Langkat, Sumatera Utara (Dok. Pribadi)

Daerah jelajah kedih pada kawasan Taman Nasional Gunung Leuser di Bohorok adalah seluas 12,3-15,7 hektar. Luasnya dua kali lebih kecil dari pada daerah jelajah kedih pada kawasan di Ketambe, Provinsi Aceh yang luasnya 30 hektar.

Populasi kedih sering ditemukan pada lokasi kawasan yang dekat dengan sumber air dan ketinggian di bawah 380 mdpl. 

Oleh sebab itu, tidak mengeherankan mengapa kedih pertama kali ditemukan di Aceh dan bagian utara Pulau Sumatera pada lokasi yang tidak jauh dari Sungai Wampu dan Simpangkiri.

Kedih mengonsumsi air yang diperoleh dari sungai yang ada di sekitar hutan. Terkadang, kedih juga meminun air dari lubang pohon.

Populasi kedih menurun sebanyak 30 persen dalam 40 tahun terakhir sehingga termasuk dalam kategori rentan. Populasi spesies primata asli Sumatera ini terancam karena hilangnya habitat yang dikonversi jadi ladang sawit atau penebangan liar.

Menurut data penelitian, pulau Sumatra telah kehilangan hampir sepuluh persen hutannya dalam delapan tahun terakhir. Ini tentu membahayakan kelangsungan hidup ribuan spesies yang ada di dalamnya.

3. Ciri Fisik dan Usia Kedih

Kedih memiliki panjang badan antara 420-610 milimeter, ekor yang panjang dengan ukuran 500-850 milimeter, dan berat badan antara 5-8,1 kilogram. Tubuh bagian atas berwarna abu-abu dengan corak kehitaman dan putih, serta jambul khas di kepalanya.

Lama usia hidup Kedih jantan di alam lebih kurang 20 tahun, sedangkan kedih betina bisa mencapai usia 21 tahun. Usia kematangan seksual adalah 5 tahun pada jantan, dan 4,5 tahun pada betina.

Seekor kedih bertengger di dahan pohon, Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Lawang, Bahorok, Langkat (Dok. Pribadi)
Seekor kedih bertengger di dahan pohon, Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Lawang, Bahorok, Langkat (Dok. Pribadi)

Jarak waktu antara masa merawat dan menyusui anak adalah 26 bulan bagi bayi kedih yang hidup, dan hanya 17,7 bulan jika bayinya mati. 

Dengan perbandingan antara kematangan seksual pertama dan usia perawatan anak, satu individu Kedih betina dapat melahirkan anak setiap 2,5 tahun, atau melahirkan 4-5 anak sepanjang umurnya.

4. Berbagai Nama Sebutan bagi Kedih

Walaupun kurang dikenal, satwa primata asli Sumatera ini memiliki banyak nama panggilan asing. Mulai dari north sumatran leaf monkey, sumatran grizzled langur, thomas's langur, hingga thomas's leaf monkey.

Dengan nama latin Presbytis thomasi, kedih juga memiliki berbagai nama lokal, seperti reungkah di Aceh, lutung rangka, bodat, dan kek kia.

5. Makanan Kedih dan Perannya dalam Upaya Pelestarian Hutan

Diolah dari berbagai sumber, kedih hidup dari memakan buah-buahan, daun, bunga, jamur, siput, serangga kecil, serta batang kelapa. Terutama lewat persebaran biji buah-buahan yang dimakannya, kedih sangat berperan dalam membantu regenerasi tumbuhan hutan.

Meskipun tampak sedih dengan matanya yang sayu, semoga kedih masih tetap bisa bertahan di tengah perannya dalam pelestarian hutan melalui biji buah-buahan yang ia keluarkan bersama kotoran. 

Peran kedih ini berdampingan dengan laju kerusakan hutan yang diakibatkan olah manusia yang seringkali tidak mengupayakan regenerasi pepohonan yang harus tumbang demi keperluan manusia.

Bahan Rujukan:

  • goodnewsfromindonesia
  • nationalgeographic
  • mongabay
    Ruskhanidar, Alikodra, H.S., Iskandar E., Santoso N., & Mansyoer S. S. (2020). Analisis Populasi Kedih (Presbytis thomasi) di Cagar Alam Pinus Jantho Aceh Besar Provinsi Aceh. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 17(2): 207-220

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun