Oleh sebab itu juga, populasi kedih lebih banyak ditemukan pada hutan primer karena memiliki kerapatan vegetasi yang tinggi. Itu berarti tempat yang lebih nyaman untuk beristirahat, sumber pakan yang lebih bervariasi, dan merupakan habitat yang stabil.Â
Sementara itu, karena terbatasnya jumlah pohon yang dapat dijadikan sebagai pohon tidur pada hutan sekunder, maka kedih hanya menjadikan kawasan hutan sekunder sebagai tempat mencari makan, bukan untuk menetap atau untuk tidur pada malam hari.
Satwa primata memilih pohon yang kuat dan kanopi yang rapat sebagai tempat tidur pada malam hari. Alasan di balik hal itu adalah karena faktor kenyamanan dan keselamatan kedih dari predator.
2. Habitat dan Populasi Kedih
Penyebaran kedih yang paling banyak populasinya berada di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, terutama di Bahorok, Provinsi Sumatera Utara, dan Ketambe, Provinsi Aceh.
Khususnya di Provinsi Sumatera Utara, kedih banyak dijumpai di sekitar aliran Sungai Wampu. Jumlah kedih yang ditemukan di hutan primer dan hutan sekunder Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Lawang, Bahorok, Kabupaten Langkat pada tahun 1986 ada sebanyak 184 ekor.
Daerah jelajah kedih pada kawasan Taman Nasional Gunung Leuser di Bohorok adalah seluas 12,3-15,7 hektar. Luasnya dua kali lebih kecil dari pada daerah jelajah kedih pada kawasan di Ketambe, Provinsi Aceh yang luasnya 30 hektar.
Populasi kedih sering ditemukan pada lokasi kawasan yang dekat dengan sumber air dan ketinggian di bawah 380 mdpl.Â
Oleh sebab itu, tidak mengeherankan mengapa kedih pertama kali ditemukan di Aceh dan bagian utara Pulau Sumatera pada lokasi yang tidak jauh dari Sungai Wampu dan Simpangkiri.
Kedih mengonsumsi air yang diperoleh dari sungai yang ada di sekitar hutan. Terkadang, kedih juga meminun air dari lubang pohon.