Ini adalah liputan perjalanan bagian kedua, di hari ketiga hingga hari terakhir (hari kelima) liburan keluarga besar vokal grup Elhineni di Pulau Banyak. Kisah tentang perjalanan di hari sebelumnya dapat dibaca di sini.
Hari Ketiga, Tradisi Idul Fitri dan Island Hopping ke Pulau Teluk Nibung
Tanggal 2 Mei 2022, adalah hari pertama lebaran Idul Fitri 1443 H. Sudah menjadi tradisi masyarakat di Pulau Banyak ini di mana setiap orang akan melakukan sungkeman ke rumah orang tuanya, termasuk juga ke rumah mertua bagi yang sudah berumah tangga, sebelum mereka melaksanakan sholat ied.
Seusai sholat ied, sudah menjadi tradisi juga di mana masyarakat akan saling berkunjung ke setiap rumah untuk bersilaturahmi dan saling bermaaf-maafan. Menghormati tradisi ini, maka nyaris tidak ada orang yang melaut pada saat lebaran hari pertama itu, kecuali mungkin untuk alasan yang mendesak.
Oleh sebab itu, perjalanan pada hari ini kami isi dengan bersantai di warung apung di sekitar jembatan Balaibung. Perjalanan selanjutnya ke pulau Teluk Nibung akan dilakukan seusai makan siang, atau sekitar pukul 15.00 WIB.
Jembatan Balaibung merupakan singkatan dari Pulau Balai dan Teluk Nibung. Jembatan ini memang menghubungkan kedua pulau tersebut.
Cuaca hujan gerimis pada siang itu. Angin pun berhembus lebih kencang dari pada hari kemarin. Kami memutuskan menunggu hingga cuaca membaik sebelum melanjutkan perjalanan ke Teluk Nibung.
Dari Pulau Balai ke Teluk Nibung bisa ditempuh dalam 30 menit perjalanan. Pulau ini berada di sebelah Utara Pulau Balai.
Di pulau ini terdapat penangkaran penyu hijau (green turtle). Penyu hijau ini termasuk satwa yang berada di ambang kepunahan. Penangkaran penyu jenis ini hanya ada dua di Sumatera, yakni di Pulau Mentawai, Sumatera Barat, dan di Pulau Teluk Nibung ini.
Kita bisa berfoto dengan penyu hijau dan juga ikut berdonasi secara sukarela untuk membantu warga desa dalam melanjutkan upaya pelestarian penyu hijau di lokasi penangkaran ini. Selain itu kita bisa juga menyusuri gampong (kampung) Teluk Nibung yang termasuk salah satu permukiman tua yang sudah ada sejak lama di gugusan Pulau Banyak.
Di Teluk Nibung juga ada satu pantai yang menarik untuk dikunjungi, namanya pantai Ujung. Meskipun lokasi pantainya tidak seluas pantai pada pulau-pulau yang sudah dibahas sebelumnya, di pantai ujung juga kita bisa tetap berenang, berfoto, dan menikmati pantai pasir putihnya.
Sayangnya, karena kami pulang sudah terlalu sore, ditambah cuaca yang juga hujan dan berangin, perjalanan pulang pada pukul 18.30 dari Pulau Teluk Nibung ke Pulau Balai pun lebih berombak dari pada perjalanan di hari sebelumnya.Â
Dua rombongan wisatawan lainnya dengan perahu yang lebih kecil bahkan harus ikut menumpang di kapal kayu yang kami tumpangi karena ombak cukup besar di tengah perjalanan pulang itu.
Oh ya, kapal yang kami tumpangi selama melakukan island hopping di Pulau Banyak bernama lambung KM. Putra Sulung. Para awaknya adalah penduduk setempat di Pulau Banyak.
Hari Keempat, Island Hopping ke Pulau Asok
Belum lengkap rasanya bila pergi ke pulau tanpa menikmati pemandangan bawah laut. Salah satu tempat yang cocok untuk itu di gugusan Pulau Banyak berada di satu pulau kecil nan eksotis bernama Pulau Asok. Asok dalam bahasa setempat artinya asam.
Sebenarnya kami berencana mengunjungi Pulau Asok dan juga Pulau Biawak pada hari ini, 3 Mei 2022. Pulau Asok cocok untuk snorkeling, sedangkan pantai pulau Biawak selain snorkeling cocok sekali untuk berenang.
Namun, karena cuaca hujan dan agak berangin sejak pagi hari, maka kami menunda perjalanan hingga cuaca membaik setelah agak siang. Rute perjalanan pun diubah, kami terlebih dahulu transit di Pulau Panjang sambil menanti cuaca membaik sebelum berangkat menuju Pulau Asok.
Sekitar pukul 14.00 WIB cuaca membaik. Kami pun melanjutkan perjalanan ke Pulau Asok, dan ternyata sudah lebih dahulu tiba dua rombongan wisatawan yang sedang melakukan snorkeling di pulau ini.
Kita tidak perlu berenang jauh ke tengah laut untuk mencapai terumbu karang di perairan pulau Asok. Hanya sekitar 5-10 meter dari bibir pantai kita sudah dapat menemukan terumbu karang di kedalam laut yang hanya 1-1,5 meter saja.
Kondisi ini membuat yang masih pemula dalam melakukan snorkeling, termasuk anak-anak, sangat aman melakukannya di pulau Asok. Inilah salah satu yang menjadi kelebihan dan keunikan pulau ini.
Namun, karena semakin siang cuaca kembali berangin, kami memutuskan berangkat kembali ke penginapan di Pulau Balai dan Pulau Baguk pada sekitar pukul 16.30 WIB. Bagaimanapun, berjaga-jaga saat kondisi cuaca tidak menentu tetap lebih baik.
Tidak berapa lama sebelum kami kembali pulang, ada lagi satu rombongan besar wisatawan yang baru bersandar di Pulau Asok. Kami melambaikan tangan tanda pamit pulang lebih dulu dari pulau kecil dengan panorama bawah laut yang cantik ini.
Hari pun gelap pada pukul 18.00 WIB, sekitar satu jam setelah kami tiba kembali di penginapan. Badan cukup letih, tapi perasaan cukup senang dan puas. Liburan dari pantai ke pantai dan dari pulau ke pulau ini membawa suasana dan pengalaman baru.
Malam ini adalah malam terakhir, sebelum keesokan harinya kami harus kembali pulang ke kampung halaman, Kabanjahe.Â
Ada kesan tersendiri tatkala rombongan kami yang berada di penginapan berbeda secara taksengaja melakukan semacam malam keakraban dengan warga sekitar penginapan mereka.
Dengan iringan sebuah gitar yang kami bawa dari rumah, dan tabuhan kendang yang ditabuh bang Uznur, anak sang pemilik penginapan, jadilah lagu-lagu didendangkan dengan merdu pada malam keakraban itu.
Selain membawakan lagu-lagu daerah Karo, tentu saja ada lagu-lagu dangdut lawas khas daerah pesisir yang dinyanyikan oleh para biduan dan biduanita yang tak lain adalah keluarga vokal grup Elhineni.Â
Kami sudah merasa betah dan berat rasanya meninggalkan pulau ini, karena sudah hampir selama sepekan menjadi warga di pulau ini.
Beberapa orang warga di sekitar rumah penginapan ini juga ikut berdendang meskipun mungkin tidak mengerti arti lirik lagu berbahasa Karo itu. Sebagian lagi ada yang merekam video melalui kamera ponselnya, barangkali mereka merasa tertarik dengan suasana hangat dan ceria malam itu.
Kami sudah melupakan pengalaman dilamun ombak tadi sore atau hari sebelumnya. Apa yang tersisa hanyalah kenangan tak terlupakan yang akan terukir di benak hingga waktu yang sangat lama, di benak anak-anak, yang tidak setiap hari bisa menikmati laut, pantai, dan ikan-ikannya.
Hari Kelima, Pulang...
Saat pagi hari pada hari kepulangan kami, 4 Mei 2022, kami menyempatkan diri berkeliling kampung Pulau Baguk sekali lagi. Bertegur sapa dengan ibu-ibu yang menawarkan ikan yang diasinkan hasil tangkapan suaminya, dan juga menyempatkan menyeruput kopi di warung salah seorang warga dekat pelabuhan.
Kami membeli oleh-oleh hasil bikinan warga. Di antaranya kerupuk ikan ao-ao, serta cumi-cumi dan ikan segar hasil tangkapan nelayan setempat yang dijual di bagan (pangkalan) di pinggir kampung Pulau Baguk.
Saya sendiri memilih mengopi sekali lagi di warung kopi milik seorang ibu di depan penginapan kami. Sebelumnya saya sudah berpeluh ria mengemasi barang-barang untuk diangkut beca motor ke kapal feri yang akan membawa kami pulang melalui Singkil.
Seorang bapak, yang adalah seorang guru SMP yang mengajar di Haloban alias Pulau Tuangku, yang aku sebut Pak Cik, berkata kepada kami agar kembali lagi kapan-kapan ke Pulau Banyak.
"Lain kali kalian bawa tenda, mana tahu lebih senang kemping di tepi pantai," katanya entah bercanda atau serius melihat kami yang sudah lebih mirip seperti warga pulau itu.
Ia berujar demikian sambil tersenyum, kemudian menghisap rokoknya dengan santainya.
Kami memang belum sempat ke Pulau Malelo, Biawak, Tailana, Pulau Bangkaru, dan yang lainnya yang namanya saja pun belum pernah kami dengar sebelumnya.Â
Barangkali perlu nyali lebih banyak untuk bisa sampai ke tempat-tempat itu, tapi tentu saja dengan ganjaran pengalaman yang tak kalah serunya atau bahkan lebih dari hari-hari yang sudah kami jalani di sini.
Ahhh... Kopi mak cik di depan penginapan kami di Pulau Baguk ini memang lain rasanya. Lain kali kita akan bercerita tentang Haloban dan Pulau Tuangku yang besar itu lewat liputan yang lebih menyerupai diari ini. Ada sejarah menarik yang terselip di pulau terbesar di Kecamatan Pulau Banyak Barat itu.
"Pak, ayok kita pulang!" si bungsu menyadarkanku dari lamunan. Hari sudah lewat jam 12 siang.
Sesaat sebelum kapal berangkat, terlihat kapal perintis rute Sibolga - Simeulue, bersandar di pelabuhan Pulau Banyak.Â
Kapal yang merupakan bagian armada tol laut ini transit dan menurunkan sebanyak lebih kurang 500 penumpang, sebagian besar mungkin saja wisatawan yang akan menggantikan kami di Pulau Banyak.
Ucapan terima kasih kami berikan kepada pemandu kami selama perjalanan ini, Ervanda Saputra, dari Pulau Banyak Online Travel, kepada kapten dan para awak kapal KM. Putra Sulung yang melayani perjalanan island hopping dengan setia dan cekatan.
Kepada kapten dan para awak kapal feri KMP. Aceh Hebat 3 yang sudah merestui konser non stop nan gratis Elhineni selama perjalanan pulang pergi, dan juga kepada para warga Pulau Banyak yang sudah menerima kehadiran kami dengan segala tindak tanduk kami.
Di atas kapal feri saat perjalanan pulang, kami menyanyikan tembang lawas berjudul "Teluk Bayur" dengan penuh perasaan. Bukan apa-apa, karena kami belum tahu lagu berjudul "Teluk Nibung".
"...doakan agar kucepat kembali..."Â adalah bagian lirik lagu yang tanpa kami sadari sama-sama kami berikan penekanan intonasi suara lebih tegas dan keras. Kapal berlayar menuju pelabuhan Singkil, Pulau Banyak sudah tertinggal jauh di belakang, di sebelahnya Pulau Tuangku dan Gunung Tiusa seperti menatap kami pergi.
Salam bahari, salam lestari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H