Seakan kini telah lahir sebuah fenomena di mana hewan-hewan yang dulunya diharapkan bisa menjaga manusia, tapi kini justru manusia yang disibukkan dengan urusan menjaga hewan peliharaan.
Selain untuk tujuan kesenangan, masyarakat agraris sejak dahulu kala juga memelihara hewan untuk membantu pekerjaan sehari-hari. Misalnya kuda, kerbau, atau lembu untuk membantu pekerjaan mengangkut beban atau mengolah lahan.Â
Selain itu mereka juga memelihara anjing untuk menjaga kebun, membantu menggembalakan ternak, atau sekadar menjaga rumah dari gangguan maling dan tangan-tangan jahil.
Namun, seiring perkembangan zaman ada berbagai fenomena perubahan terkait keberadaan hewan-hewan peliharaan. Pertanian mengalami perkembangan pesat dengan peran ilmu pengetahuan dan teknologi, peran hewan bahkan manusia semakin berkuang.
Tingkat dan bentuk kriminalitas juga cenderung mengalami peningkatan setiap waktu. Di samping itu, berbagai jenis penyakit yang menyerang hewan-hewan peliharaan juga semakin bervariasi. Dalam beberapa kasus bahkan ada jenis penyakit hewan yang bisa bermigrasi ke manusia atau sebaliknya.
Ini adalah catatan pengalaman penulis saat memelihara anjing peliharaan di rumah. Ini adalah sebuah catatan tentang Bruna dan Bruno.
Bruna
Bruna adalah anjing kecil yang lucu, dia betina. Bruna tumbuh sehat dan setelah beberapa bulan usianya dia melahirkan anak. Dua kali Bruna melahirkan anak-anak anjing yang lucu.
Yang pertama Bruna melahirkan lima ekor anak, namun tiga dari anaknya tidak bertahan hidup. Karena merasa tidak mampu merawat dua anaknya yang tersisa kami menjual dua anaknya yang masih hidup dan sehat.
Yang kedua kali Bruna melahirkan tujuh ekor anak. Namun, setelah berusia sebulan ketujuh anaknya meninggal. Kami yang belum punya pengalaman terkait perawatan anak anjing yang baru lahir memang tidak sempat membawa anak-anak Bruna ke klinik kesehatan hewan.
Tidak lama setelah kelahiran anaknya yang kedua Bruna entah bagaimana hilang dan tidak pernah kembali hingga kini. Kami tidak tahu apa yang terjadi, tapi besar kemungkinan Bruna hilang dicuri maling.
Bruna yang tumbuh sehat tidak bertahan lama menjadi bagian anggota keluarga. Kami tidak berhasil menjaga keselamatannya dari tangan-tangan jahil yang tidak bertanggung jawab.
Bruno
Pengalaman berikutnya adalah dua bulan setelah hilangnya Bruna. Kami memperoleh seekor anak anjing jantan yang diberi nama Bruno. Karena tidak mampu memelihara anjing betina yang nanti akan melahirkan setelah dewasa maka kami memutuskan lebih baik memelihara anjing jantan.
Tiga bulan bersama kami, Bruno tumbuh sehat dan tampak bahagia. Hingga pada Minggu, 5 Desember 2021 yang lalu terjadi sebuah kejadian yang tidak pernah kami duga.
Bruno yang biasanya ceria dan nakal sebagaimana umumnya anak anjing yang masih kecil dan sedang lucu-lucunya tiba-tiba kehilangan nafsu makannya dan tampak sangat lesu.
Karena kondisinya terus menurun, pada Senin, 6 Desember 2021 yang lalu, saya menelefon seorang teman yang juga adalah seorang dokter hewan yang membuka praktik klinik kesehatan hewan.
Malam itu waktu sudah menunjukkan pukul 22.50 WIB. Namun, karena cemas dengan keadaan Bruno yang semakin lemah saya tetap menghubungi dokter Imelda, teman saya itu.
"Selamat malam, Kak."
"Sudah istirahat ya, Kak?
"Klinik masih buka nggak malam-malam gini, Kak? Aku mau periksakan anjing peliharaan kami. Sejak semalam sudah mulai lesu dan nggak mau makan."
Demikian bunyi pesan yang saya kirim melalui aplikasi perpesanan.
Mulut Bruno agak berbusa, kami takut kalau-kalau Bruno memakan sesuatu yang membuatnya keracunan. Sebagai pertolongan pertama, atas saran kerabat yang anjingnya juga pernah mengalami hal serupa, kami sudah memberikan larutan dengan bahan campuran air, gula merah, dan gambir yang diparut.
Namun, sulit sekali menyendoki larutan itu agar bisa diminum Bruno. Sedikitpun mulutnya tak mau terbuka.
Satu jam kemudian, pada pukul 23.50 WIB, drh. Imelda Samosir membalas pesan singkat dari saya.
"Oalah, maaf ya, Dek. Saya baru baca."
"Kami memang sudah tutup, tapi kalau berkenan mau ngantar sekarang aku masih kerja kok."
Tapi pesan itu baru saya lihat keesokan harinya, karena sudah tertidur sementara sang dokter masih terjaga di klinik kesehatan hewan yang dia kelola secara pribadi.
Keeseokan harinya, pada Selasa, 7 Desember 2021Â saya baru membalas pesannya.
"Selamat pagi, Kak."
"Maaf, semalam aku ketiduran."
"Hari ini jam berapa bisa kami antar ke klinik, Kak?" tanyaku.
"Kalau bisa jam 7.30 sebelum aku berangkat ke kantor. Atau nanti jam 9 ketika anggota sudah di tempat, Dek" balasnya.Â
Kami lalu mengantarkan Bruno ke klinik pada pukul 9 pagi. Ini pengalaman pertama kami mengantar hewan peliharaan ke klinik kesehatan hewan.
Klinik yang berada di pinggiran kota Kabanjahe ini tidak terlalu besar. Tapi layaknya klinik yang diperuntukkan bagi manusia, ada banyak lemari yang memajang berbagai bahan obat-obatan, bahan-bahan makanan, dan berbagai pernak-pernik untuk keperluan berbagai jenis hewan peliharaan begitu kita masuk ke ruang depan klinik itu.
Di bagian belakang ada ruang perawatan. Bahkan ada juga ruang untuk rawat inap berbagai jenis hewan peliharaan yang membutuhkan perawatan intensif hingga harus diinapkan.
Bruno yang lemah segera dibaringkan di atas ranjang perawatan hewan. Setelah diukur suhu tubuhnya dan diperiksa secukupnya oleh tenaga medis, sang dokter hewan menyuntikkan sekitar tiga suntikan obat ke tubuh Bruno.
Mungkin karena terlalu lemah tidak ada sedikitpun perlawanan dari Bruno yang biasanya langsung menyalak bila ada di sekitar orang asing. Karena tidak mau makan apalagi memakan obat lewat mulut maka Bruno diinfus dan atas saran dokter maka Bruno kami inapkan di klinik itu.
Pada pukul 18.46 hari Selasa, 7 Desember 2021 itu drh. Imelda mengabarkan kalau Bruno berak berdarah.
"Semoga Bruno kuat ya," katanya melalui pesan whatsapp.
Saya yang tidak pernah membawa hewan berobat ke klinik agak terkesiap juga. Saya tidak pernah merasakan sensasi rasa seperti ini sebelumnya.
Karena sudah terbiasa dengan kehadiran Bruno di rumah, sepi juga rasanya saat dia tidak ada di rumah. Padahal ketika dia ada, terkadang aku suka kesal juga karena Bruno suka berlarian di dalam rumah.
"Sudah kami infus, Kami juga sudah melakukan tes swab parvo dan hasilnya negatif," sambungnya.
Berak darah adalah salah satu gejala klinis penyakit anjing yang disebabkan virus parvo yang banyak mendera anjing-anjing di tempat kami belakangan ini. Mendengar istilah tes swab membuat saya langsung terbayang pandemi Covid-19 sebagai salah satu tantangan kesehatan terbesar dewasa ini yang membuat berbagai kesulitan bagi manusia.
"Apa kira-kira sakit si Bruno, Kak?" tanyaku.
Sedikit ada perasaan lebih tenang karena Bruno dirawat di klinik dari pada kami memaksanakan merawatnya sendiri di rumah tanpa pemahaman yang memadai tentang kesehatan hewan.
"Bukannya keracunan dia itu, Kak?" kembali aku bertanya.
"Nggak, kalau melihat hasil tes swabnya," jawabnya.
"Dari gejalanya kemungkinan Bruno mengalami kecacingan parah," sambungnya.
Drh. Imelda menjelaskan kalau pada usia muda, anjing peliharaan riskan dengan kecacingan karena pola hidup dan perilakunya. Oleh sebab itu, sebaiknya sejak umur 1 bulan anjing peliharaan sudah diberi obat cacing. Pemberiannya diulang 2 minggu kemudian atau paling lama 1 bulan kemudian.
Penularan kecacingan anjing peliharaan kepada manusia bisa terjadi untuk bebrapa jenis seperti cacing ascaris. Untuk itu ketika kita memutuskan memelihara hewan peliharaan maka kita juga harus rutin makan obat cacing.
Dampak kecacingan yang bisa menyebabkan anjing berak darah itu tampak berlangsung cepat. Hari Sabtu Bruno masih berlarian ceria, pada Rabu dia sudah tiada.
Sebelumnya juga sebenarnya dampaknya sudah terjadi, tapi tersamar karena masih dalam masa inkubasi. Padahal sebenarnya pada masa itu sudah mulai ada perlukaan atau infeksi, tetapi belum waktunya menunjukkan gejala klinisnya.
Jadi tampaknya ada benarnya pendapat yang mengatakan bahwa sekarang kita yang repot menjaga anjing, bukan anjing yang repot menjaga kita. Kalau sehat pun anjing bisa pula dicuri maling anjing.
Bruno atau bahkan hewan peliharaan lainnya sebagai makhluk hidup juga pada dasarnya seperti manusia. Oleh sebab itu, yang saya lihat dari penangan tim medis di klinik ini, ketika pasien datang, khususnya hewan kesayangan, mereka memperlakukan pasien sebagai bagian keluarga klien.
"Kami harus memperlakukannya seolah dia adalah anak klien yang paling kecil," jelas drh. Imelda.
Maka tidak jauh berbeda. Pelayanan dokter hewan, sebagaimana halnya dokter bagi pasien manusia, juga adalah tugas panggilan mulia bagi kehidupan.
Mengutip penjelasan drh. Imelda, "Manusia dan hewan peliharaannya harus saling memahami. Kejamnya, dalam beberapa kasus ternyata anjing jauh lebih setia dari pada manusia. Mereka (anjing-anjing itu) adalah makhluk-makhluk yang setia."
Untuk itu saya tidak membantahnya. Ketika Bruno kecil masih hidup, saat saya pulang kerja, dari jauh Bruno sudah mengenal deru suara mesin mobil. Sering kali Bruno yang lebih dahulu menanti di gerbang dari pada anggota keluarga yang lain. Sehari-harinya Bruno tiduran di teras rumah.
Rabu, 8 Desember 2021, pada pukul 9.11 WIB, Bruno menghembuskan nafasnya yang terakhir.
"Selamat pagi, Turang," kata drh. Imelda.
"Mohon maaf, Bruno kita tidak selamat."
Kami tertegun sejenak mendengar kabar itu. Tapi kami juga yakin kalau dia dan teman-teman di sana sudah berbuat yang terbaik untuk Bruno.
Setidaknya Bruno mendapatkan perlakuan terbaik menjelang ajalnya. Berbeda halnya dengan Bruna pendahulunya yang sampai sekarang tidak kami ketahui di mana rimbanya.
Sedih juga melihat fotonya yang dikirim kak Imelda. Kami pun meminta bantuannya untuk menguburkan Bruno dengan layak.
Untuk sementara kami memutuskan belum mau memelihara anjing lagi. Rasanya sedih sekali.
Bruna yang sehat hilang dicuri maling anjing. Kini kami kehilangan Bruno karena sakit meskipun sempat dirawat.
Bruno kecil yang setia tidak tahu menyampaikan apa yang dirasakannya. Tapi untuk semua hal dan kepada siapa saja di bawah kolong langit memang ada waktunya.
Ada bahagia dan ada nestapa. Ada hidup dan ada mati.
Selamat jalan, Bruno. Sampaikan salam rindu kami kepada Bruna, apabila memang masih ada pertemuan setelah kehilangan.
Catatan:
Turang: panggilan umum yang sopan dari laki-laki kepada perempuan atau sebaliknya pada suku Karo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H