Momen peringatan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia pada bulan Agustus setiap tahunnya membawa serta kehadiran pernak-pernik catatan sejarah perjuangan bangsa dalam merebutnya. Itu menjadi semacam alarm pengingat agar kita tidak melupakan sejarah.
Walaupun sudah berulang-ulang disajikan dan dibahas, semangat perjuangan dalam catatan sejarah itu bisa tetap menemukan relevansi sesuai konteksnya yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Selama manusia hidup tentu akan selalu dibutuhkan perjuangan, meskipun bentuknya berbeda bagi setiap orang di segala tempat dan zaman.
Arti Rumah Adat Bagi Suku Karo
Apa hubungan momen sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan itu dengan rumah adat Karo? Mari kita simak kisahnya.
Mendirikan dan memasuki rumah adat adalah salah satu ritual kehidupan yang penting bagi suku Karo, selain kelahiran, perkawinan, dan kematian. Keterlibatan adat istiadat oleh para pendiri rumah dengan kerabatnya menunjukkan betapa ampuhnya pola kekerabatan "Rakut Si Telu" pada suku Karo (Tridah Bangun, 1990).
Rakut Si Telu bisa disebut sebagai hubungan kekerabatan dengan 3 pola ikatan, yakni kalimbubu, sembuyak, dan anak beru. Kalimbubu adalah pihak pemberi istri, sembuyak adalah adalah saudara yang menerima istri dari pihak kalimbubu dan sebagai pihak yang mempunyai hajatan, sedangkan anak beru adalah pihak yang menerima istri dari pihak yang mempunyai hajatan.
Singkatnya, sebagaimana prosesi dalam tradisi perkawinan dan kematian, dalam mendirikan dan memasuki rumah, terutama rumah adat, setiap pihak pada suku Karo harus melibatkan ketiga pihak dalam sistem kekerabatan itu, tidak bisa seenaknya sendiri. Setiap anggota kerabat merasakan adanya kewajiban moral untuk turut membantu pembangunan rumah adat.
Hal itu tampak dalam semangat gotong-royong dan kolaborasi sesuai perannya saat pembangunan rumah adat. Oleh sebab itu, rumah adat tidak hanya bernilai tinggi dalam arti fisik, material, dan kesenian. Rumah adat adalah salah satu simbol kebesaran dan kebanggaan bagi orang Karo.
Rumah Adat Karo sebagai Simbol Perjuangan dalam Merebut Kemerdekaan
Di antara kampung-kampung di dataran tinggi Karo di mana pada umumnya berdiri rumah adat sampai dengan zaman penjajahan Jepang, maka rumah adat terbanyak terdapat di kampung Batukarang, Juhar, dan Kecamatan Munte. Jumlah rumah adat di setiap kampung ini dulunya berkisar antara 90 sampai 100 unit (Tridah Bangun, 1990).Â