Di sana diceritakan tentang asal mula orang Tengger, kepindahan Tara melewati perjalanan yang berat bersama keluarganya ke dusun Agung, kehidupan baru Tara di dusun Agung, persahabatan Tara dengan Jaka sahabatnya yang rabun tapi pandai bermain suling, kisah persahabatan di dusun yang baru, tantangan akibat kemarau panjang, Tara yang kehilangan Jaka sahabatnya yang rabun, banjir sungai bening, Tara yang kehilangan kudanya, meletusnya gunung Bromo, dan kehidupan Tara setelah meletusnya gunung Bromo.
Ada satu bagian kisah yang cukup menggugah hati. Tatkala Tara dan teman-temannya, yang sejak tinggal di dusun Mojosari hingga dusun Agung, hanya tahu menggembala ternak, membantu orang tua mengolah ladang, hingga bermain ke sungai seharian. Mereka melihat sekolah di desa Tosari ketika mereka mengungsi saat Bromo meletus.
Ketika itu mereka melihat anak-anak desa Tosari berbaris, lalu masuk seorang-seorang ke dalam bangsal. Tara berulang-ulang bertanya dalam hatinya, mengapa di dusun mereka tidak ada orang yang mendirikan sekolah.
Suatu ketika ayahnya menjawab pertanyaan Tara, yang sangat menarik perhatiannya ketika ia lihat di Tosari. "Karena tidak mempunyai apa-apalah, maka kita harus bekerja keras! Di Tosari, semuanya yang engkau lihat itu bagus. Itu adalah hasil orang Tosari membanting tulang. Dahulu negeri itu sama juga halnya dengan dusun kita," kata ayahnya.
Ada bagian kisah di mana akibat meletusnya Bromo, penduduk dusun Agung tidak lagi memiliki hewan ternak. Kepala suku meminta kesediaan ayah Tara untuk mengurbankan Mia, kerbau peliharaan Tara pemberian dari kakeknya yang sangat disayanginya. Kerbau ini juga yang meyelamatkan Tara dari bencana.
Tara tidak setuju, tapi Mia sudah bukan miliknya lagi. Dia melarikan diri hendak pulang ke Mojosari.
Sempat Tara mengenangkan Jaka sahabatnya yang rabun, lembingnya, suling berukir peninggalan Jaka, kuda, dan si Mia kerbaunya, yang semuanya kini sudah tiada dilahap gunung Bromo. Tara pulang ke Mojosari dengan niat membunuh dukanya, setelah setengah memaksa kepada ayah dan ibunya.
Namun, di sana pun sudah lengang. Pancuran tempat mereka biasa mandi bersama temannya kini sudah sepi. Banyak di antara teman-temannya yang sudah pindah ke desa sekitarnya.
Atas bujukan kakeknya, Tara pun kembali ke dusun Agung bersama kakeknya, kembali kepada ayah dan ibunya. Beberapa hari setelah kembali ke sana, ada kabar gembira.
Wedana Tosari datang ke dusun Agung, dan mengumumkan bahwa mulai Senin depan di dusun itu pun akan dibuka sekolah.Â
Kata Wedana, "Anak-anak harus dididik, mereka harus cerdas dan menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan tanah airnya."Â