Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Tara Anak Tengger, Awal Kecintaanku kepada Buku, Petualangan, dan Budaya

18 Mei 2021   18:10 Diperbarui: 19 Mei 2021   17:50 1300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nivel Tara Anak Tengger | Dokumentasi pribadi

Dari bukalapak.com, didapat informasi bahwa novel jadul yang ditulis oleh Wahab ini dibanderol seharga Rp 60.000. Itu pun stoknya hanya tersisa 1 lagi. 

Dari onesearch.id, aku mendapatkan informasi bahwa Tara Anak Tengger terbitan Pradnya Paramita, Jakarta, tahun 1974 ini merupakan cetakan edisi ke-3.

Aku masih menyimpan buku ini sejak aku temukan pada 28 tahun yang lalu. Kini sampul bagian depannya sudah tidak ada.

Halaman 3 novel Tara Anak Tengger | Dokumentasi pribadi
Halaman 3 novel Tara Anak Tengger | Dokumentasi pribadi
Buku ini bisa dibilang merupakan novel pertama yang pernah aku baca. Tara Anak Tengger ikut membentuk awal kecintaanku kepada buku, rasa penasaran dan petualangan ke alam terbuka, serta kecintaan kepada budaya.

Menyambut Hari Buku Nasional yang diperingati setiap tanggal 17 Mei, Kompasiana mengajak Kompasianer menumbuhkan semangat membaca sejak kecil kepada anak-anak Indonesia. Untuk itu aku ingin mengisahkan kembali pengalaman pribadi bersama buku ini pada masa kecilku dulu.

Anak Tengger dan Upacara Kesodo

Upacara "kesodo" dilakukan oleh suku Tengger dalam rangka menyambut tahun baru Saka. Dalam legenda masyarakat Jawa dikisahkan bahwa suku Tengger yang bermukim di lereng Gunung Bromo, ada hubungannya dengan kisah cinta Roro Anteng dan Jaka Seger, yang merupakan asal kata suku Tengger.

Upacara ini dilakukan untuk meminta berkat dan perlindungan dari Dewata agar melindungi dusun Mojosari dari segala macam bencana. Dipersembahkanlah sesajen dalam usungan berukir yang berisi kepala kerbau.

Upacara ini dipimpin oleh kepala suku Tengger, yang berpakaian lengkap memakai kain batik panjang dan destar berwarna hitam. Lengkap dengan keris pusaka yang terselip di pinggangnya.

"Tahun baru kita songsong dengan gembira. Tetapi jangan sekali-kali kita ingkar kepada Dewata," kata kepala suku dengan tenang.

Selain itu ada juga sesajen dalam baki dengan isi bermacam-macam yang dibawa oleh kaum ibu. Ada yang berisi rempah-rempah dan makanan, ada pula yang berisi kemenyan dan bunga-bungaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun