Sang ibu akan didudukkan pada semacam tatakan kayu tebal yang disebut danggulen, yang ada di depan pintu rumah yang ditutupi sedemikian rupa.
Untuk membantu sang ibu mengeluarkan jabang bayi dari rahimnya saat kontraksi, ibu itu akan berpegangan pada "bendi-bendi".
Itu adalah semacam pegangan berukir yang ada di sisi kanan dan kiri pintu rumah adat. Berfungsi juga sebagai pegangan saat kita hendak memasuki rumah sambil menunduk.
Ketika seorang ibu bertaruh nyawa untuk melahirkan buah hatinya di danggulen rumah adat. Untuk tambahan informasi, bahwa tali pusat atau ari-ari si bayi yang lahir pada masa lalu itu, akan dipotong dengan sembilu yang diambil dari pegangan tangga bambu yang biasa di tempatkan di atas para rumah adat.
Orang harus menunduk saat masuk lewat pintu rumah. Manusia perlu menghormati nyawanya dan nyawa ibu yang melahirkannya
Sebab barang siapa pongah dan jemawa, saat masuk rumah tanpa sikap hormat menunduk, dipastikan jidatnya akan benjol. Bagian ini adalah refleksi pribadi saya atas cerita unik yang tampak cukup mengenaskan ini.
4. Cerita Unik tentang Hubungan Keluarga dan Struktur Denah Rumah Adat Si Waluh Jabu
Anggi yang masih duduk di bangku kelas 3 SMP itu menjelaskan dengan sangat baik nilai filosofis yang dibangun terkait rumah tangga dan hubungannya dengan rumah adat yang unik ini.Â
Sudah umum di kalangan suku mana saja, bahwa orang yang sudah berumah tangga akan tinggal terpisah dengan orang tuanya. Pada suku Karo hal itu disebut dengan njayo.
Mungkin mendapatkan pengajaran dari orang tuanya, Anggi mengingat sebuah pesan mulia yang katanya begini, "Si mbaru erjabu, njayo ku rumah adat, gelah eradat." Maksudnya, orang yang baru berumah tangga perlu tinggal di rumah adat, agar mengetahui apa itu adat.