Fani br Barus, seorang mahasiswi yang kuliah pada jurusan agro teknologi Universitas Lampung. Temannya yang satu lagi bernama Anggita Florensia br Sitepu. Dia masih duduk di kelas 3 Sekolah Menengah Pertama Tigapanah, Kabupaten Karo.
Demi menyambut salam khas Karo, "Mejuah-juah" yang kami ucapkan saat menaiki anak tangga menuju teras rumah yang disebut "ture". Fani menutup notebook yang mungkin baru saja digunakannya untuk mengerjakan tugas kuliah secara luring. Dia membalas salam kami dengan mengucapkan, "Mejuah-juah."
Kami menunduk masuk ke dalam melalui pintu rumah yang memang dibiarkan terbuka lebar. Penutup pintu ini adalah dua buah daun pintu dari kayu yang cukup tebal.Â
Untuk bisa melewati pintu, kita harus menginjak semacam tatakan kayu tebal yang disebut danggulen.
Berikut ini adalah beberapa hal unik tentang rumah adat Karo yang kami dapatkan saat mewawancarai kedua narasumber kita yang sangat ramah dan komunikatif ini. Mari kita simak satu persatu....
1. Hubungan antara Penghuni Rumah dengan Beberapa Bagian Rumah Adat yang Mulai Hilang
Tidak semua rumah adat di desa ini terawat dengan baik. Sebabnya bukan semata karena sikap tidak peduli masyarakat desa.Â
Sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, cara hidup yang lebih "praktis" membuat warga desa memilih tidak tinggal di rumah adat.
Keharusan untuk bolak-balik mengambil air dari kamar mandi umum untuk keperluan memasak saja mungkin sudah menjadi perkara yang terlalu boros waktu pada saat ini.Â
Struktur dan denah bagian dalam bangunan yang berasal dari zaman purba ini, mungkin tidak cocok untuk kamar mandi, baik pribadi maupun komunal, ada di dalam rumah.