"Kenapa nggak dibuat di sini saja nyirunya, Pung?" tanyaku.
"Nggak ada yang bisa menganyam nyiru di sini, Bapa!" jawab oppung Fery lantang. Aku memegang-megang salah satu nyiru yang dia bilang paling bagus.
"Ini, kalau bentuknya petak seperti ini, nyiru kita orang Batak" katanya lagi.
"Oh, begitu ya, Pung?" kataku lagi masih sambil mengelus-elus permukaan rotan yang dibungkus menjadi tulang nyiru itu.
"Kalau bentuknya bulat, itu biasanya nyiru orang Jawa," lanjut oppung Fery.
Kalau saja aku pernah melihat ada nyiru yang petak di rumah salah seorang penduduk selama perantauanku yang singkat di pulau Jawa, kurasa pastilah aku langsung bertandang ke sana. Kemungkinan besar dia dari Sumatera Utara, lamunku.
Bila merujuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia, nyiru berarti alat rumah tangga, berbentuk bundar, dibuat dari bambu yang dianyam, gunanya untuk menampi beras dan sebagainya. Sepertinya, bila ditinjau dari segi variasi bentuknya, pengertian nyiru dalam kamus rujukan ini masih perlu disempurnakan. Sebab ada nyiru yang tidak bundar.
"Mau kam ambil, Bapa?" tanya oppung Fery.
"Ah, aku masih punya satu di rumah, Pung. Aku mau ambil foto-foto saja tadi," jawabku singkat. Â
"Kupikir mau kam ambil, entah satu saja pun. Belum buka dasar aku," katanya lirih.