Sebagai pedoman dasar dalam menjalani kehidupan yang dipakai sebagai acuan untuk merencanakan tujuan, maka para penggagas, pelopor, pendiri, dan setiap anggota dari suatu komunitas biasanya akan menuangkan suatu konsensus atau permufakatan yang disebut statuta. Bentuknya bisa berupa piagam tertulis atau apa saja, yang mana ia berisi seperangkat aturan untuk hidup bersama.
Pada masa yang akan datang, statuta atau piagam itu akan berfungsi untuk mengingatkan kita akan suatu bukti sejarah yang datang dari masa lalu.
Nun jauh pada masa abad keemasan filsafat Athena, pada masa hidup Socrates yakni antara tahun 470-399 SM, hiduplah Plato. Ia adalah murid Socrates yang kemudian menjadi seorang filsuf besar menggantikan gurunya.
Plato sendiri hidup pada masa antara tahun 428-347 SM. Ia terpilih menjadi murid tunggal Socrates setelah menyisihkan puluhan orang calon murid lainnya.
Para pesaing Plato tersisih mungkin bukan karena mereka lebih bodoh, atau karena Plato yang lebih pintar. Calon murid yang gagal memilih untuk mengundurkan diri dari sistem seleksi calon murid Socrates, karena merasa muak dengan sebuah tes yang "konyol."
Socrates menyuruh mereka mengayunkan tangan ke depan dan kebelakang sebanyak ratusan kali setiap hari selama 30 hari. Hingga hari terakhir, tinggallah Plato sendiri yang memilih untuk tetap tampak "konyol."
Siapa yang menyangka, lama setelah rangkaian tes masuk sekolah yang konyol itu, ketika Plato berusia 53 tahun, pada sekitar tahun 375 SM, ia menerbitkan salah satu karya besarnya melalui sebuah buku berjudul "The Republic." Buku itu bisa dibilang berisi muatan kurikulum yang memuat 4 unsur dari 7 unsur studi pendidikan klasik yang disebut Quadrivium.
Quadrivium terdiri atas aritmatika, geometri, astronomi, dan musik. Cabang-cabang ilmu itu merupakan bahan untuk studi awal belajar filsafat dan teologia, sekaligus merupakan mata kuliah utama untuk mendapatkan gelar Master of Art, sebelum bisa melanjutkan ke fakultas kedokteran dan fakultas hukum, pada masa itu.
Filsafat, Musik dan Plato
Kenyataan dari masa lalu itu bisa diandaikan dengan menggunakan majas perbandingan sinekdoke pas pro toto, di mana sebagian dari suatu hal digunakan untuk menyatakan semua bagiannya. Cara ini untuk membantu menjelaskan bagaimana keseluruhan keadaan sebagai sesuatu yang utuh, bisa lahir dari komitmen, konsensus, atau permufakatan yang dipegang teguh oleh beberapa orang saja, atau bahkan hanya oleh tinggal satu orang saja, seperti Plato.
Sesuatu yang dipandang konyol, bisa saja melahirkan nilai-nilai yang kemudian diakui sebagai sebuah tanda keadaban dan kualitas akal budi, bahkan oleh manusia selanjutnya yang bahkan tidak pernah mengenal Plato secara personal.
Piagam pemikiran Plato melalui "The Republic" justru berawal dari keuletan dan keteguhannya yang dianggap konyol oleh kaum segolongannya pada masanya. Di balik sosok besar Plato tentu saja ada peran guru besarnya yang "konyol."
Mengingat musik adalah salah satu unsur Quadrivium yang diciptakan oleh Plato, maka menarik untuk diteliti apakah Plato pandai bernyanyi, mencipta lagu, atau bermain musik. Namun, terlepas dari hasil penelitian akan hal itu yang haruslah dilakukan oleh ahlinya, ahli filsafat atau ahli sejarah, ada seorang seniman muda Karo yang pandai menciptakan lagu dan mampu bernyanyi dengan suaran yang sangat merdu. Dia adalah Plato Ginting.
Ini salah satu tayangan album lagu-lagunya di akun YouTube miliknya
Lagu-lagu Karo yang diciptakan dan dinyanyikan sendiri olehnya juga dikemas dengan gabungan musik bernuansa etnik dan kontemporer, yang saya yakini akan mampu memikat indra pendengaran dan menyentuh perasaan para pendengarnya. Sekalipun batasan bahasa mungkin akan membuat makna kata-kata dalam syair berbahasa Karo dari lagu-lagunya membutuh upaya penterjemahan untuk dapat dipahami oleh yang bukan orang Karo.
Sebagai buktinya, saya melampirkan sebuah utas ke salah satu lagu ciptaan Plato Ginting dan dinyanyikannya sendiri, berjudul "Ciremndu" dan mengilhami judul tulisan ini. Bagi yang mau bernyanyi bersama dalam sebuah lagu dengan irama yang renyah dan syair yang ringan dengan terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, langsung dari akun resmi YouTube Plato. Lagu ini cocok untuk dinikmati di suatu senja yang indah dalam rangka menambah imun tubuh.
Ciremndu (senyummu)
Lalap bas ingeten ku (selalu dalam pikiranku)
La terlupaken aku (tak bisa kulupakan)
Uga ndia kubahan bangku (aku harus bagaimana)
Ciremndu (senyummu)
Enggo jadi nipingku (datang dalam mimpiku)
Nggo tangkel bas pusuhku (sudah tinggal di hatiku)
Uga ndia kubahan bangku (aku harus bagaimana)
Tendingku (jiwaku)
Nggo ngelayah ngayaki awindu (sudah pergi mengembara mengejar bayangmu)
Pusuhku (hatiku)
Nggo tabanndu (tertawan olehmu)
La terlupaken aku ciremndu (tak bisa kulupakan senyummu)
Ras pertawandu, penering mata ndu (begitu juga dengan caramu tertawa, lirikan matamu)
Tempa-tempa "aloi aku ma iting" nindu (seolah-olah "sambutlah aku sayang" begitu katamu)
Uga dage turang (lalu bagaimana)
Uga siban arihta (apakah kita perlu saling membuka hati)
Gelah ula turang (agar kita)
Kita terjeng pejumpa mata (tidak sekedar bertemu pandang)
Ciremndu (senyummu)
Nggo jadi nipingku (datang dalam mimpiku)
Nggo tangkel bas pusuhku (sudah tinggal di hatiku)
Uga ndia kubahan bangku (aku harus bagaimana)
Tendingku (jiwaku)
Nggo ngelayah ngayaki awindu (sudah pergi mengembara mengejar bayangmu)
Pusuhku (hatiku)
Nggo tabanndu (tertawan olehmu)
La terlupaken aku ciremndu (tak bisa kulupakan senyummu)
Ras pertawandu, penering mata ndu (begitu juga dengan caramu tertawa, lirikan matamu)
Tempa-tempa "aloi aku ma iting" nindu (seolah-olah "sambutlah aku sayang" begitu katamu)
La terlupaken aku ciremndu (tak bisa kulupakan senyummu)
Ras pertawandu, penering mata ndu (begitu juga dengan caramu tertawa, lirikan matamu)
Tempa-tempa "man bandu aku ma iting" nindu (seolah-olah "milikilah aku sayang" begitu katamu)
Uga dage turang (lalu bagaimana)
Uga siban arihta (apakah kita perlu saling membuka hati)
Gelah ula turang (agar kita)
Kita terjeng pejumpa mata (tidak sekedar bertemu pandang)
Ciremndu (senyummu) ho... ho...
ciremndu (senyummu) ho... ho...
Jujur, saya belum ada menemukan lagu ciptaan Plato yang adalah muridnya Socrates. Satu hal yang jelas, Plato telah mengukir sebuah piagam kehidupan yang memberikan bukti sejarah dari masa lalu bahwa sesuatu yang dipandang konyol bisa saja menjadi hal besar di masa depan.
Mainkan musiknya, Bang.
Rujukan:
1. Jostein Gaarder, Dunia Sophie, Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2017
2. The Republic (Plato)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H