Piagam pemikiran Plato melalui "The Republic" justru berawal dari keuletan dan keteguhannya yang dianggap konyol oleh kaum segolongannya pada masanya. Di balik sosok besar Plato tentu saja ada peran guru besarnya yang "konyol."
Mengingat musik adalah salah satu unsur Quadrivium yang diciptakan oleh Plato, maka menarik untuk diteliti apakah Plato pandai bernyanyi, mencipta lagu, atau bermain musik. Namun, terlepas dari hasil penelitian akan hal itu yang haruslah dilakukan oleh ahlinya, ahli filsafat atau ahli sejarah, ada seorang seniman muda Karo yang pandai menciptakan lagu dan mampu bernyanyi dengan suaran yang sangat merdu. Dia adalah Plato Ginting.
Ini salah satu tayangan album lagu-lagunya di akun YouTube miliknya
Lagu-lagu Karo yang diciptakan dan dinyanyikan sendiri olehnya juga dikemas dengan gabungan musik bernuansa etnik dan kontemporer, yang saya yakini akan mampu memikat indra pendengaran dan menyentuh perasaan para pendengarnya. Sekalipun batasan bahasa mungkin akan membuat makna kata-kata dalam syair berbahasa Karo dari lagu-lagunya membutuh upaya penterjemahan untuk dapat dipahami oleh yang bukan orang Karo.
Sebagai buktinya, saya melampirkan sebuah utas ke salah satu lagu ciptaan Plato Ginting dan dinyanyikannya sendiri, berjudul "Ciremndu" dan mengilhami judul tulisan ini. Bagi yang mau bernyanyi bersama dalam sebuah lagu dengan irama yang renyah dan syair yang ringan dengan terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, langsung dari akun resmi YouTube Plato. Lagu ini cocok untuk dinikmati di suatu senja yang indah dalam rangka menambah imun tubuh.
Ciremndu (senyummu)
Lalap bas ingeten ku (selalu dalam pikiranku)
La terlupaken aku (tak bisa kulupakan)
Uga ndia kubahan bangku (aku harus bagaimana)
Ciremndu (senyummu)
Enggo jadi nipingku (datang dalam mimpiku)
Nggo tangkel bas pusuhku (sudah tinggal di hatiku)
Uga ndia kubahan bangku (aku harus bagaimana)
Tendingku (jiwaku)
Nggo ngelayah ngayaki awindu (sudah pergi mengembara mengejar bayangmu)
Pusuhku (hatiku)
Nggo tabanndu (tertawan olehmu)
La terlupaken aku ciremndu (tak bisa kulupakan senyummu)
Ras pertawandu, penering mata ndu (begitu juga dengan caramu tertawa, lirikan matamu)
Tempa-tempa "aloi aku ma iting" nindu (seolah-olah "sambutlah aku sayang" begitu katamu)