Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"The Lady Improper", Pelajaran Penting tentang "Globesitas" Pikiran yang Membunuh Perasaan

15 Januari 2021   12:58 Diperbarui: 17 Januari 2021   17:30 6969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film ini secara garis besar berkisah tentang pencarian jati diri manusia, dibungkus oleh balutan kisah romantika kehidupan rumah tangga, hubungan asmara, hubungan anak dan orang tua, dan kisah inspiratif sekelompok orang yang terjadi di sebuah restoran Tiongkok bernama Wing Kee. 

Film ini kurang cocok ditonton oleh yang berusia di bawah 18 tahun, karena beberapa tayangan dewasa yang membutuhkan kebijaksanaan dari penonton.

Siu Man adalah seorang wanita yang pernah menikah, tapi pernikahannya kandas dalam suatu perceraian. Ia seorang perawat yang mendapati dirinya seperti merasa kehilangan jati diri karena didera berbagai persoalan hidup.

Selain masalah perceraiannya, ayahnya yang dulunya mengelola restoran dan sekaligus menjadi juru masaknya, kini jatuh sakit. Siu Man yang tidak memiliki keahlian masak-memasak kini mengelola restoran ayahnya, yang sudah tampak seperti hidup segan mati tak mau itu.

Hingga akhirnya Jia Hao, seorang koki restoran yang mendapatkan pendidikan di Prancis, bekerja di restoran itu. Jia Hao yang memasak dengan penuh perasaan dan selalu menggali makna filosofi di balik setiap resep makanan, berhasil memasak dua sajian khas restoran Wing Kee, yang sudah lama menghilang seiring dengan sakitnya ayah Siu Man. 

Dulunya, Jia Hao dan ibunya semasa masih hidup, sering makan di restoran ini.

Dalam beberapa kali kejadian di dapur, Siu Man yang awalnya bersikap kaku dan trauma dengan hubungan asmara akibat masa lalunya, luluh hatinya dalam rengkuhan kelemahlembutan dan sikap terbuka seorang Jia Hao, yang mendapatkan pendidikan di sekitar lingkungan perasaan bernuansa liberal seperti di Prancis. Tentu saja jatuh hati juga kepada masakan enak Jia Hao.

Dalam sebuah kesempatan di dapur restoran itu, Jia Hao menghibur dan menenangkan hati Siu Man yang mengalami histeria akibat kenangan masa lalu dengan mantan suaminya. 

Kata Jia Hao, mengutip nasihat mentornya, "Memasak itu seperti kehidupan. Sebagian orang lebih beruntung daripada yang lain. Tak peduli seberapa banyak kita mengalami kegagalan. Selama kita masih mau berusaha, masih akan ada kesempatan untuk memperbaiki kesalahan."

Siu Man yang hari itu mencoba memasak dengan penuh emosi guna melampiaskan trauma perasaannya, hampir saja mencelakai dirinya dengan minyak panas di penggorengan. Jia Hao menasihati sambil memeluknya, katanya "Jangan lampiaskan kemarahan pada makanan."

Nasihat itu barangkali bisa ditafsirkan dengan diikuti sebuah pesan moral, bahwa di balik suatu kemarahan ada setumpuk beban pikiran yang kelebihan muatan, dan oleh karenanya perlu dikurangi dengan memberi porsi yang cukup dan memadai bagi tumbuh berseminya suatu perasaan penuh cinta dan kasih sayang.

Baca juga: Apakah Kita adalah Apa yang Kita Makan?

Pikiran dan Perasaan pada Dunia dalam Genggaman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun