Kemudian direbus, setelah itu ditiriskan, dikeringkan kemudian ditumbuk hingga pipih betul menyerupai serat-serat. Serat-serat inilah yang kemudian dipilah untuk kemudian dianyam, menjadi tikar, sumpit (wadah makanan) dan kampil (wadah sirih dan kelengkapannya).
Sementara itu, bengkuang yang dipakai menjadi kemasan "cimpa hekter", pembuatannya lebih sederhana. Bersihkan daun bengkuang dari duri-duri, dan dilap hingga bersih.
Kemudian dipotong-potong sepanjang kurang lebih 2 kali ukuran telunjuk orang dewasa.
Lalu gulung menyerupai cincin hingga kedua ujungnya berhimpit dan lekatkan dengan hekter (stapler).
Bedanya, cimpa hekter tidak diisi inti sebagaimana putu bambu, yang diberi inti gula aren. Cincin daun bengkuang ini sendiri mirip dengan potongan kecil ruas bambu yang digunakan dalam pembuatan putu bambu.
Pada masyarakat suku karo sendiri, bisa dikatakan cimpa hekter ini sendiri adalah modifikasi dari penganan yang dikenal sebagai "cimpa bohan". Bohan adalah seruas bambu yang juga dipakai dalam memasak lemang.
Besar kemungkinan, modifikasi ini berkaitan dengan gaya hidup masyarakat masa kini yang semakin mengarah kepada kepraktisan. Takterlepas, juga turut mempengaruhi perubahan bahan dan cara pembuatan cimpa bohan menjadi cimpa hekter pada suku Karo.