Kawan!
Pusara adalah lambang kesinambungan
Hidup! Mati! Dalam perjuanganBahana kekal panggilan Bung Karno
Dari Blitar sampai ke Tanah Karo
Puisi di atas adalah karya dari seorang penyair dan sastrawan Indonesia, mendiang Sitor Situmorang. Tertulis di sebuah plaza, di depan monumen Bung Karno, di rumah pengasingannya di Berastagi, Tanah Karo, Sumatera Utara.
Bangunannya dari kayu, berukuran 10 x 20 meter, dan masih terlihat ciri bangunan bergaya Eropa, baik pada tampilan bagian luar, maupun pada bagian dalamnya.
Presiden pertama Indonesia itu diasingkan di tempat ini bersama-sama dengan Sutan Sjahrir dan Haji Agus Salim, selama 12 hari, sebelum kemudian dipindahkan ke rumah pengasingan di tepi Danau Toba, di kota Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, selama kurang lebih dua bulan pada tahun 1949.
Dalam buku berjudul "Pemimpin Republik Ditawan Belanda, di Brastagi dan Parapat", karya Drs. H. Muhammad TWH, dijelaskan bahwa pada masa itu tidak banyak yang tahu kalau Sukarno pernah ditawan Belanda di Berastagi, kalau pun ada sangat terbatas sekali.
Jangankan masyarakat umum, tokoh-tokoh pejuang pada masa itupun banyak yang tidak tahu. Umumnya mereka mengetahui bahwa Bung Karno dkk ditawan Belanda di Parapat.
Masih ada kaitannya dengan kisah pengasingan Bung Karno di Berastagi ini, bapak Sem Anthonius Meliala, seorang tokoh pendidikan dan tokoh masyarakat Berastagi yang juga mengelola toko dan studio foto "Meliala" di kota Berastagi, memberikan sebuah kesaksian sejarah.
"Dia membeli film, berbicara menggunakan Bahasa Indonesia. Oleh karenanya timbul keingintahuan saya tentang dirinya", katanya.
Pak Sem bertanya, "Bapak pandai berbahasa Indonesia, dari mana Bapak bisa tahu?"
Rupanya tuan Vossers itu adalah salah seorang tentara Belanda yang pernah beberapa tahun bertugas di Berastagi pada masa kolonialisme. Karenanya dia tertarik berfoto di Tugu Perjuangan, Berastagi.
"Bapak tahukan bahwa Presiden Sukarno pernah ditahan di Berastagi?" tanya pak Sem lagi.
"Betul Sukarno pernah ditawan di sini, saya pernah menjaganya", katanya bangga.
Senang mendengar informasi itu, spontan pak Sem bermohon dan meminta tolong supaya dia dikirimi foto dokumentasi saat bersama dengan Sukarno itu.
"Dia yang mengirimkan kepadaku 2 foto Bung Karno bersama Sutan Syahrir, dan H. Agus salim saat ditawan di Berastagi", katanya.
Foto kiriman L.Vossers itu, sampai dengan stempel pos bertahun 1992. Â "Dikirim oleh L.Vossers, alamat JHR V Citterspl 27, 1442 Purmerenc, Holland. Ia memenuhi janjinya, terlampir amplop dan alamat pengirimnya" katanya.
Sampai kemudian muncullah ide untuk memugar rumah Pengasingan Bung Karno serta membangun Patung Bung Karno. Tidak lama setelah kejadian itu jugalah diwacanakan pemugaran dan pembuatan patung Bung Karno di lokasi rumah pengasingan yang ada di Desa Lau Gumba, sekitar 2 km dari pusat kota Berastagi.
Sebelum adanya foto tersebut, sepengetahuannya belum ada dokumentasi bahwa Bung Karno pernah ditawan di Berastagi. Peresmian Patung Bung Karno di Berastagi pada tanggal 21 Juni 2005. Tanggal peresmiannya tepat 35 tahun sejak kematian Sang Putra Fajar, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia itu, di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1970, dalam usia 69 tahun.
Sebelum peresmian, pak Sem Anthonius Meliala menyumbangkan 2 foto Bung Karno bersama Sutan Syahrir dan H. Agus Salim ketika diasingkan di Lau Gumba Berastagi, berbingkai ukuran 16 inchi untuk dipajang di ruang tamu rumah pengasingan itu, yang diterima secara simbolis oleh Bupati Karo, alm. Sinar Perangin-angin pada masa itu.
Di tempat ini tumbuh bunga Bougainville ungu, yang konon ditanam oleh Presiden Sukarno. Terhitung sejak tahun 1948, bunga ini kini sudah berumur 72 tahun.
Nilai-nilai ajaran Bung Karno juga identik dengan nilai-nilai dalam falsafah hidup masyarakat Karo, yakni gotong-royong, menghargai pluralisme, dan solidaritas.
Perjalanan sejarah Indonesia dalam perjalanan hidup Bung Karno turut mengharumkan nama kota Berastagi, seperti halnya kota Ende dan Bengkulu. Barangkali itu juga sebabnya pada tahun 2017, baik kota Ende maupun Kabupaten Karo dipilih menjadi dua dari lima daerah percontohan gerakan nasional revolusi mental di Indonesia.
Mengenang semangat nasionalisme Sukarno, membuat upacara peringatan hari lahir Pancasila secara nasional pernah diperingati di kota Ende, NTT. Bukan tidak mungkin, suatu ketika peringatan itu secara nasional juga akan dilakukan di Tanah Karo, karena Sukarno dan Pancasila di benaknya pun pernah singgah di tanah ini bersama visi revolusi mentalnya. Semoga.
Referensi:
- https://historia.id/kultur/articles/rumah-sukarno-di-tanah-karo-P11zP
- Kisah dan foto-foto dokumentasi oleh Sem Anthonius Meliala
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H