Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menyinggahi Sejarah pada Rumah Pengasingan Presiden Sukarno di Berastagi

22 Agustus 2020   01:20 Diperbarui: 18 Maret 2024   16:07 2839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kawan!

Pusara adalah lambang kesinambungan
Hidup! Mati! Dalam perjuangan

Bahana kekal panggilan Bung Karno
Dari Blitar sampai ke Tanah Karo

Puisi di atas adalah karya dari seorang penyair dan sastrawan Indonesia, mendiang Sitor Situmorang. Tertulis di sebuah plaza, di depan monumen Bung Karno, di rumah pengasingannya di Berastagi, Tanah Karo, Sumatera Utara.

Dokpri
Dokpri
Pada Desember 1948, atau pada masa agresi militer kedua Belanda, presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Sukarno, pernah diasingkan ke Berastagi, Tanah Karo. Rumah pengasingan Soekarno itu terletak di Desa Lau Gumba, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Bangunannya dari kayu, berukuran 10 x 20 meter, dan masih terlihat ciri bangunan bergaya Eropa, baik pada tampilan bagian luar, maupun pada bagian dalamnya.

Presiden pertama Indonesia itu diasingkan di tempat ini bersama-sama dengan Sutan Sjahrir dan Haji Agus Salim, selama 12 hari, sebelum kemudian dipindahkan ke rumah pengasingan di tepi Danau Toba, di kota Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, selama kurang lebih dua bulan pada tahun 1949.

Ir. Sukarno, Sutan Syahrir, H. Agus Salim di Lau Gumba (Foto : Sem Anthonius Meliala)
Ir. Sukarno, Sutan Syahrir, H. Agus Salim di Lau Gumba (Foto : Sem Anthonius Meliala)
Dokpri | Pada posisi ini foto Ir. Sukarno, Sutan Syahrir, H. Agus Salim di pengasingan Lau Gumba diambil dulu
Dokpri | Pada posisi ini foto Ir. Sukarno, Sutan Syahrir, H. Agus Salim di pengasingan Lau Gumba diambil dulu
Tampilan depan rumah pengasingan Sukarno di Lau Gumba, Berastagi (Dokpri)
Tampilan depan rumah pengasingan Sukarno di Lau Gumba, Berastagi (Dokpri)
Dokpri | Gazebo pada halaman rumah pengasingan Sukarno di Lau Gumba, sebagaimana ada juga di rumah pengasingan di Parapat
Dokpri | Gazebo pada halaman rumah pengasingan Sukarno di Lau Gumba, sebagaimana ada juga di rumah pengasingan di Parapat
Dokpri | Foto ruang makan rumah pengasingan Bung Karno di Lau Gumba
Dokpri | Foto ruang makan rumah pengasingan Bung Karno di Lau Gumba
Sekilas terkait rumah pengasingannya di Parapat, Sukarno melukiskannya sebagai tempat peristirahatan yang indah tapi tidak mudah dijangkau. "Rumah itu di tiga sisinya dikelilingi air. Bagian belakang rumah berupa tanah darat, yang dapat dicapai melalui jalan berkelok-kelok," kata Sukarno dalam otobiografinya, "Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia", karya Cindy Adams.

Rumah Pengasingan Bung Karno di Parapat, Simalungun (Dokpri)
Rumah Pengasingan Bung Karno di Parapat, Simalungun (Dokpri)
Dokpri | Gazebo rumah pengasingan Sukarno di Parapat
Dokpri | Gazebo rumah pengasingan Sukarno di Parapat
Lain lagi halnya dengan rumah pengasingannya di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pada salah satu dinding rumah pengasingannya itu tertulis "Pro Patria Dedicatio Nostra", yang berarti "Padamu Negeri, Kami Berbakti". Rumah di Kabupaten Ende itu merupakan sebuah tempat yang berkaitan dengan sejarah penggalian nilai-nilai Pancasila.

Tulisan pada rumah pengasingan Sukarno di Kota Ende (Dokpri)
Tulisan pada rumah pengasingan Sukarno di Kota Ende (Dokpri)
Rumah pengasingan Sukarno di Kota Ende (Dokpri)
Rumah pengasingan Sukarno di Kota Ende (Dokpri)
Sukarno di Berastagi
Dalam buku berjudul "Pemimpin Republik Ditawan Belanda, di Brastagi dan Parapat", karya Drs. H. Muhammad TWH, dijelaskan bahwa pada masa itu tidak banyak yang tahu kalau Sukarno pernah ditawan Belanda di Berastagi, kalau pun ada sangat terbatas sekali.

Jangankan masyarakat umum, tokoh-tokoh pejuang pada masa itupun banyak yang tidak tahu. Umumnya mereka mengetahui bahwa Bung Karno dkk ditawan Belanda di Parapat.

Masih ada kaitannya dengan kisah pengasingan Bung Karno di Berastagi ini, bapak Sem Anthonius Meliala, seorang tokoh pendidikan dan tokoh masyarakat Berastagi yang juga mengelola toko dan studio foto "Meliala" di kota Berastagi, memberikan sebuah kesaksian sejarah.

Bapak Sem Anthonius Meliala (Dokpri)
Bapak Sem Anthonius Meliala (Dokpri)
Kesaksiannya itu berhubungan dengan pertemuannya secara tidak sengaja dengan L. Vossers pada tahun 1992. Dia adalah seorang veteran tentara Belanda, yang saat itu sebagai wisatawan kebetulan berkunjung ke Berastagi dan hendak membeli rol film ke studio fotonya. Letak studio pak Sem memang strategis, persis berhadapan dengan Tugu Perjuangan Berastagi.

"Dia membeli film, berbicara menggunakan Bahasa Indonesia. Oleh karenanya timbul keingintahuan saya tentang dirinya", katanya.
Pak Sem bertanya, "Bapak pandai berbahasa Indonesia, dari mana Bapak bisa tahu?"

Rupanya tuan Vossers itu adalah salah seorang tentara Belanda yang pernah beberapa tahun bertugas di Berastagi pada masa kolonialisme. Karenanya dia tertarik berfoto di Tugu Perjuangan, Berastagi.

"Bapak tahukan bahwa Presiden Sukarno pernah ditahan di Berastagi?" tanya pak Sem lagi.
"Betul Sukarno pernah ditawan di sini, saya pernah menjaganya", katanya bangga.

Senang mendengar informasi itu, spontan pak Sem bermohon dan meminta tolong supaya dia dikirimi foto dokumentasi saat bersama dengan Sukarno itu.

"Dia yang mengirimkan kepadaku 2 foto Bung Karno bersama Sutan Syahrir, dan H. Agus salim saat ditawan di Berastagi", katanya.

Foto kiriman L.Vossers itu, sampai dengan stempel pos bertahun 1992.  "Dikirim oleh L.Vossers, alamat JHR V Citterspl 27, 1442 Purmerenc, Holland. Ia memenuhi janjinya, terlampir amplop dan alamat pengirimnya" katanya.

Foto : Sem Anthonius Meliala
Foto : Sem Anthonius Meliala
Foto : Sem Anthonius Meliala
Foto : Sem Anthonius Meliala
"Bukti foto Sukarno (Presiden Republik Indonesia), Sutan Syahrir (ketika itu Perdana Menteri), dan H. Agus Salim (ketika itu Menteri Luar Negeri) ditawan di kota kelahiranku, Berastagi", katanya dengan bangga.

Sampai kemudian muncullah ide untuk memugar rumah Pengasingan Bung Karno serta membangun Patung Bung Karno. Tidak lama setelah kejadian itu jugalah diwacanakan pemugaran dan pembuatan patung Bung Karno di lokasi rumah pengasingan yang ada di Desa Lau Gumba, sekitar 2 km dari pusat kota Berastagi.

Sebelum adanya foto tersebut, sepengetahuannya belum ada dokumentasi bahwa Bung Karno pernah ditawan di Berastagi. Peresmian Patung Bung Karno di Berastagi pada tanggal 21 Juni 2005. Tanggal peresmiannya tepat 35 tahun sejak kematian Sang Putra Fajar, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia itu, di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1970, dalam usia 69 tahun.

Sebelum peresmian, pak Sem Anthonius Meliala menyumbangkan 2 foto Bung Karno bersama Sutan Syahrir dan H. Agus Salim ketika diasingkan di Lau Gumba Berastagi, berbingkai ukuran 16 inchi untuk dipajang di ruang tamu rumah pengasingan itu, yang diterima secara simbolis oleh Bupati Karo, alm. Sinar Perangin-angin pada masa itu.

Foto : Sem Anthonius Meliala (1992)
Foto : Sem Anthonius Meliala (1992)
Dua foto Ir. Sukarno bersama S. Syahrir dan H. Agus Salim di ruang tamu (Dokpri)
Dua foto Ir. Sukarno bersama S. Syahrir dan H. Agus Salim di ruang tamu (Dokpri)
Patung Bung Karno di Lau Gumba Berastagi diresmikan oleh almarhum H.T. Rizal Nurdin, Gubernur Sumatera Utara pada masa itu, dan dihadiri oleh Guruh Sukarnoputra. Yayasan Bung Karno mendirikan Patung Bung Karno satu-satunya di Sumatera Utara, yang sampai saat ini hanya ada di Berastagi.

Dokpri
Dokpri
Rumah pengasingan Sukarno di Desa Lau Gumba, Berastagi ini, saat ini digunakan sebagai mess/ penginapan yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Di tempat ini tumbuh bunga Bougainville ungu, yang konon ditanam oleh Presiden Sukarno. Terhitung sejak tahun 1948, bunga ini kini sudah berumur 72 tahun.

Dokpri
Dokpri
Bougainville ungu, konon ditanam oleh Presiden Sukarno (Dokpri)
Bougainville ungu, konon ditanam oleh Presiden Sukarno (Dokpri)
Di tempat ini juga ada pohon yang diberi nama "Beringin Sukarno", yang menurut pak Sahat, pengelolanya, sudah berumur 150 tahun. Konon pohon seperti ini hanya ada di 2 tempat, satu yang di Berastagi ini, dan yang satunya lagi ada di Belanda. Uniknya, pohonnya seperti pohon beringin pada umumnya, tapi daunnya mirip daun pohon cemara.

Pohon
Pohon
Pohon
Pohon
Presiden pertama Indonesia ini, memang mendapatkan tempat yang khusus di hati masyarakat Karo. Orang Karo menjuluki Bung Karno sebagai "Bapa Rayat Sirulo" atau bapak rakyat banyak, bapak perlambang kemakmuran rakyat.

Nilai-nilai ajaran Bung Karno juga identik dengan nilai-nilai dalam falsafah hidup masyarakat Karo, yakni gotong-royong, menghargai pluralisme, dan solidaritas.

Perjalanan sejarah Indonesia dalam perjalanan hidup Bung Karno turut mengharumkan nama kota Berastagi, seperti halnya kota Ende dan Bengkulu. Barangkali itu juga sebabnya pada tahun 2017, baik kota Ende maupun Kabupaten Karo dipilih menjadi dua dari lima daerah percontohan gerakan nasional revolusi mental di Indonesia.

Mengenang semangat nasionalisme Sukarno, membuat upacara peringatan hari lahir Pancasila secara nasional pernah diperingati di kota Ende, NTT. Bukan tidak mungkin, suatu ketika peringatan itu secara nasional juga akan dilakukan di Tanah Karo, karena Sukarno dan Pancasila di benaknya pun pernah singgah di tanah ini bersama visi revolusi mentalnya. Semoga.

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun