Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

"Au Clair de La Lune", di Bawah Sinar Rembulan

9 Mei 2020   01:28 Diperbarui: 16 Mei 2020   11:07 1444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentang apakah rekaman suara manusia yang paling tua? Sebagaimana dilansir dari wikipedia.org, adalah sebuah lagu rakyat yang sudah sangat tua berbahasa Prancis yang berjudul "Au clair de la lune" yang dipercaya sebagai rekaman suara manusia yang paling tua yang pernah ada.

Lirik dari lagu tersebut adalah sebagai berikut:

Au clair de la lune,
Mon ami, Pierrot,
Prtemoi ta plume
Pour crire un mot!

Ma chandelle est morte,
Je n'ai plus de feu;
Ouvremoi ta porte,
Je suis trs peureux!

Au clair de la lune,
Pierrot respondit:
Je n'ai pas de plume,
Je suis dans mon lit;

Va ches la voisine,
Je crois qu'elle y est;
Car dans la cuisine,
On bat le briquet.

Terjemahan judul lagu ini ke dalam Bahasa Indonesia adalah "di bawah sinar rembulan". Rekaman lagu ini adalah suara dari notasi satu stanza, atau sebaris notasi lagu sebanyak 4 bar dalam bentuk not balok dan direkam dalam bentuk fonautogram.


Sebagaimana dilansir dari wikipedia, fonautogram adalah rekaman suara yang direkam dengan fonautograf, yakni sebuah alat yang dibuat oleh Edouard-Leon Scott de Martinville, yang juga adalah seorang penjual buku, pada tahun 1860. Itu adalah sebuah alat dengan sebuah jarum yang merespon gelombang suara, ketika alat ini digoreskan pada kertas berlapis karbon dan menghasilkan gelombang suara.

Selanjutnya sesuai yang tercatat pada laman lirik-terjemahan.com, terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia dari lagu yang awalnya direkam pada 9 April 1860 dan direstorasi pada Maret 2008 oleh tim yang dipimpin oleh David Giovannoni itu adalah sebagai berikut:

Di bawah sinar rembulan,
Temanku, Pierrot,
Datang ke pena anda
Untuk menulis sepatah kata!

Lilin saya sudah mati,
Saya tidak memiliki api;
Buka pintumu,
Saya sangat takut!

Di bawah sinar rembulan,
Pierrot menanggapi:
Saya tidak punya bulu,
Aku di tempat tidurku;

Pergilah ke tetangga,
Saya percaya dia ada di sana;
Karena di dapur,
Kami mengalahkan korek api.

Apa yang menarik dari rekaman lagu paling tua ini adalah, yang walaupun terdengar agak seram, sebenarnya lagu ini menceritakan tentang percakapan antara Pierrot dan temannya di bawah sinar rembulan, dengan lirik narasi terkait dengan pena bulu, tulisan, rasa takut dan api.

Mencoba menafsirkan hubungan di antara keempat hal itu dengan suasana di bawah sinar rembulan pada tahun 1860 yang merupakan awal dasawarsa ke-7 abad ke-19 Masehi, yang disebut sebagai abad pertengahan, maka kita akan mencoba mencari hubungan antara pena bulu, tulisan, rasa takut dan api, dengan nuansa perasaan manusia pada awal abad yang disebut juga sebagai "Abad Kegelapan".

Sebagaimana umumnya, manusia menikmati musik dan lagu dengan beragam rasa yang timbul serta suasana yang melingkupinya. Musik dan lagu tampaknya sudah, sedang dan masih akan tetap menjadi sebuah media yang bisa menjembatani berbagai rasa yang hidup di dalam dan di antara jiwa manusia.

Jembatan dari perasaan sedih dan senang lewat rasa syukur, tercipta ketika menyanyikan sebuah lagu ungkapan syukur. Bahwa kepedihan yang diterima dan dijalani dengan ketegaran dan keikhlasan adalah sebuah kekuatan yang bisa menimbulkan ketekunan dan tahan uji.

Atau jembatan dari sakitnya perasaan patah hati menjadi penerimaan atas cinta yang tidak selamanya harus memiliki, tercipta ketika menyanyikan lagu tentang cinta sejati.

Atau bahkan perasaan riang seorang anak yang hidup dalam kepolosan meskipun dilingkupi berbagai keterbatasan orang tua, tercipta ketika menyanyikan lagu yang bercerita tentang kehangatan mentari atau kelembutan sinar rembulan.

Seringkali benda-benda langit menjadi metafora perasaan-perasaan yang muncul dalam sebuah lagu. Sebagaimana lagu "di Bawah Sinar Rembulan", barangkali itu adalah jembatan yang tercipta dari keterdesakan perasaan untuk segera keluar dari bayang-bayang ketakutan akibat mitos yang diselubungi oleh kegelapan zaman menuju pencerahan, di mana iman dan akal budi seharusnya bisa lebih seiring sejalan dan hidup berdampingan.

Pena bulu, tulisan dan api adalah beberapa kiasan yang biasa dipakai untuk menggambarkan semangat pencarian akan ilmu dan pengetahuan, yang perlu dijaga agar tidak pernah padam. 

Sementara, sinar rembulan adalah penerang penuh kelembutan dalam pekatnya malam. Meskipun temaram, cahaya rembulan senantiasa bisa menyingkap tabir dan memandu jalan dalam temaram bayang-bayang. Sesuatu yang jelas seringkali justru berawal dari bayangan yang tampak samar-samar.

Jika nada "Au clair de la lune" yang terekam dalam fonautograf itu mungkin terasa cukup menyeramkan, itu barangkali lebih karena teknologi dua abad lalu yang tidak mudah untuk dijembatani dan dimunculkan dalam suasana sesuai zaman ini. Namun, bukan tidak mungkin memang nada itu mewakili perasaan manusia ketika lagu itu tercipta dan disenandungkan pada zamannya.

Berikut adalah video Au clair de la lune, dengan senandung indah serta dialek Prancis yang khas. Sebuah lagu rakyat yang sudah sangat tua bagi anak-anak.

Menjadi menarik ketika menghubungkan metafora sinar rembulan dalam lagu dengan jembatan perasaan manusia yang hidup di antara perubahan zaman. Dalam astronomi, perubahan bentuk dan cahaya bulan seringkali dipakai sebagai petunjuk dalam pergantian musim.

Itu tampak sebagaimana fenomena supermoon terbesar tahun ini, dan akan menjadi yang terakhir di tahun 2020 ini, dimana bulan tampak 14 persen lebih besar dan 30 persen lebih terang dari biasanya. Supermoon adalah penanda datangnya musim semi menggantikan musim hujan di negara dengan empat musim.

Bulan berganti musim berganti. Dan bila perubahan musim memang tidak lagi mengikuti perubahan bulan sebagaimana biasa diketahui, maka patutlah memang kita merasakan suatu kegelisahan yang cukup seram.

Sebagaimana Pierrot dan temannya dalam sebuah percakapan di bawah sinar rembulan, bagaimana pun gelapnya malam, kita masih patut tetap berharap mendapatkan sebuah pena untuk menuliskan sepatah kata. Ketimbang terjebak dalam ketakutan, lebih baik kita membukakan pintu dan berbagi untuk menjaga nyala api sebagai jembatan kehangatan.

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun