Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"The Kid from The Big Apple", Tak Selamanya Terlihat, tapi Selalu Ada di Sana

19 April 2020   00:33 Diperbarui: 19 April 2020   13:44 6890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Kid from the Big Apple (Sumber: itunes.apple.com)

Sebuah film berjudul "The Kid from the Big Apple" mengisahkan tentang keseharian seorang anak bernama Sarah dengan kakek Lim. Film yang menceritakan kisah yang terjadi di kalangan komunitas Tionghoa di Malaysia ini adalah sebuah film Malaysia produksi tahun 2016.

Film ini dibintangi Sarah Tan sebagai Sarah, seorang anak perempuan yang berusia 11 tahun dari Kota New York, yang pindah ke Malaysia untuk tinggal bersama kakeknya Lim Chun Gen, yang diperankan oleh Ti Lung. Film yang disutradarai oleh Jess Teong ini memperoleh beberapa penghargaan pada Festival Film Internasional Makau ke-7 dan Festival Film Malaysia ke-28.

Sarah sebagaimana anak-anak seusianya menjalani kehidupan yang menyenangkan di selingi permainan dan kejahilan pada usia anak-anak. Namun, masa lalu Sarah bukanlah sebuah kisah yang indah untuk ukuran anak-anak, bahkan orang dewasa.

Dulu, Sophia ibunya adalah seorang gadis yang pintar dan penuh dengan cita-cita yang tinggi seiring dengan kemajuan pendidikan pada zamannya. Berbeda dengan Lim, ayahnya, yang ahli kungfu dari aliran Wing Chun, warisan dari master Ip, yang juga adalah guru dari legenda kungfu, Bruce Lee.

Kakek Lim sebagaimana orang tua Tiongkok pada umumnya penuh kesederhanaan dan tidak terlalu mengikuti perkembangan teknologi. Ia memegang teguh tradisi, namun juga tetap merasa bukan sebagai ayah dan suami yang baik. Isrtrinya telah tiada.

Awal mula ia bisa tinggal bersama Sarah cucunya, karena Sophia anaknya memiliki masalah. Kakek Lim tidak merestui hubungan Sophia dengan seorang lelaki pujaan hatinya, yang akhirnya membawa Sophia minggat ke New York, kota dengan julukan Big Apple itu.

Di New York kehidupan Sophia tidak berjalan dengan mulus. Suaminya akhirnya meninggalkannya dengan Sarah, anaknya yang baru lahir. Sophia kembali ke Lim, ayahnya, tapi bukan untuk menetap, melainkan menitipkan Sarah anaknya, dan ia kembali berjuang ke New York untuk mengejar mimpinya, menjadi desainer fesyen yang terkenal.

Sarahpun tumbuh menjadi seorang gadis cilik bersama kakeknya, Lim. Dia tumbuh di sebuah lingkungan tempat tinggal yang ramah, bersama anak-anak lainnya. Salah satu sahabat baiknya adalah seorang bocah laki-laki bernama Bao. Orang tua Bao adalah pemiliki usaha penjualan bahan-bahan kebutuhan pokok.

Sarah dan sahabatnya Bao (Sumber: oodmsia.com)
Sarah dan sahabatnya Bao (Sumber: oodmsia.com)
Sarah yang setengah menguasai bahasa Inggris berkomunikasi dengan bahasa campuran antara bahasa Tiongkok yang menjadi bahasa ibu kakeknya, dan bahasa Inggris. Ia sesekali memakai handphone untuk berkomunikasi dengan ibunya yang sibuk di New York.

Mana kala ia merasakan rindu yang sangat mendera atau mana kala ia merasa sedih entah karena temannya atau terkadang merasa dimarahi oleh kakek Lim, ia senang menyanyikan lagu tentang bintang.

Twinkle, twinkle little star
How I wonder what you are
Up above the world so high
Like a diamond on the sky

Kebiasaan itu terbentuk karena ibunya, Sarah, pernah berkata bahwa "Kakek dan nenek sama seperti bintang. Tidak selamanya mereka terlihat, tapi mereka selalu ada di sana". Itu diucapkan ibunya saat mereka masih bersama-sama di New York, yang sebenarnya adalah ungkapan rasa rindunya sendiri kepada kampung halaman, dan ayah-ibunya, terutama di saat ia merasakan tantangan hidup yang tidak mudah saat berada jauh dari kampung halaman, dan jauh dari ayah ibu, dengan seorang anak kecil yang manis, tapi tanpa ayah.

Seiring berjalan waktu, Sarah makin tumbuh menjadi gadis cilik yang bijak. Ia juga sering memberi nasihat kepada kakeknya, untuk belajar menggunakan telepon genggam. 

Bagaimanapun suatu saat ia akan kembali bersama ibunya, dan bagaimana ia akan tahu keadaan kakeknya, apakah ia butuh pertolongan, kalau kakeknya tidak bisa menggunakan telefon genggam untuk memberitahukan keadaannya.

Sarah kecil menemukan sebuah dilema sejak dini dalam kehidupnya. Katanya kepada kakeknya, "Aku sebenarnya mau menemani kakek. Tapi jika aku jauh dari ibu, aku juga merindukannya".

Sadar dengan ucapan cucunya, bahwa bagaimanapun ia akan bersama dengan ibunya, kakek Lim akhirnya mengajak Bao, teman baik Sarah, membeli telefon genggam ke mall. Di sana Bao meminta kakek Lim agar membelikannya tablet agar bisa lebih mudah mengajari kakek Lim. Namun, ia meminta kakek Lim merahasiakannya ke orang tuanya atau ia akan kena marah.

Kakek Lim berjanji tidak akan memberitahukan orang tua Bao tentang tablet yang akan dia belikan untuk Bao, tapi dia juga meminta Bao agar tidak menceritakan kepada Sarah bahwa kakek Lim belajar menggubakan internet dan telefon genggam.

Singkat cerita, pada suatu hari ibu Bao marah besar karena menemukan tablet di kamar Bao. Dia mengira bahwa Bao telah mencuri, uang di laci toko atau entah dari mana untuk mendapatkan tablet itu. Ayah Bao juga langsung melecut kaki Bao dengan lidi, ia marah besar kepada Bao.

Sementara itu lewatlah kakek Lim dan Sarah. Sebelum kakek Lim menceritakan yang sebenarnya, Bao sempat menyatakan pembelaannya. Katanya, ia tidak pernah mencuri. Sebenarnya, ia ingin sekali bersama-sama dengan ibunya, bermain ke taman, berbelanja ke Singapura, tapi satupun itu tidak menjadi kenyataan, karena ibunya sibuk bekerja. Lagipula katanya, ia sangat takut setiap kali ayah dan ibunya cekcok di rumah entah karena apa saja.

Mendengat pembelaan ini, ayah Bao menyesal dan mengambil minyak urut untuk mengolesi bekas lecutan di kaki Bao. Kakek Lim juga mengatakan kalau dia yang bertanggung jawab atas insiden tablet itu. Ayah dan ibu Bao harusnya bersyukur memiliki anak seperti Bao, karena hingga saat terakhir Bao tetap memegang janjinya kepada kakek Lim. Ia tidak menyalahkan kakek Lim, sekalipun dia bisa saja melakukannya saat kakek Lim pun sudah ada di hadapan mereka.

Sarah yang mengetahui kalau kakeknya sudah memiliki telefon genggam, segera meminta nomor kakek. Dia senang mengirimi kakeknya teks, sekadar mengucapkan selamat malam menjelang tidur. Kakek Lim juga tampak cukup puas dengan capaiannya yang sudah bisa menggunakan internet. Katanya sebelum tidur, "Belajar adalah proses tiada akhir. Kita akan tersingkir jika tidak belajar'.

Pada hari-hari selanjutnya kakek Lim juga belajar menggunakan emoticon. Itu adalah sesuatu yang disebut oleh Sarah sebagai "Simbol untuk menggantikan kata-kata". Kakek Lim tertegun melihat cucunya ini.

Dulu pada zaman manusia purba dan peradaban kuno, sebelum bahasa manusia secanggih seperti saat ini, manusia menggunakan simbol-simbol untuk berkomunikasi. Kini, setelah sedemikian banyak kosa kata dikenal dalam berbagai ragam bahasa, manusia tampaknya kembali lebih senang berkomunikasi menggunakan simbol-simbol. Kakek Lim mungkin merasa aneh membayangkan kenyataan ini dalam benaknya.

Suatu hari, Bao yang diminta Sarah memajang foto kakek Lim ketika masih muda yang dia bingkai, tidak sengaja memecahkan toples yang berisi ramuan herbal yang sudah berusia 12 tahun milik kakek Lim. Anak-anak ini mengganti ramuan herbal itu dengan air teh yang tampak sama, tapi tentu saja sudah dengan isi ramuan yang tidak lengkap lagi.

Ketika kakek Lim menyadari toples ramuannya sudah diganti berikut dengan isinya, dia marah besar kepada Sarah. Ia mengatakan kepada Sarah bahwa ia sangat kecewa, karena Sarah tidak pernah mau belajar untuk menjadi lebih baik.

Tak lama kemudian, Bao datang menemui kakek Lim. Kakek Lim mengatakan agar Bao tidak membelanya. Namun, Bao jujur mengakui bahwa ia yang telah memecahkan toples ramuan itu tanpa sengaja, demi memasang foto masa muda kakek yang telah dibingkai Sarah.

Kakek Lim menyesal memarahi Sarah. Namun, Sarah tidak ada di rumah. Kakek Lim segera bergegas mencari Sarah di seputar komplek tempat tinggal mereka. Sarah ternyata berada di jembatan, sedang menatap bintang.

Sarah dan kakek Lim di jembatan sedang menatap bintang (Sumber: rollwithcarol.com
Sarah dan kakek Lim di jembatan sedang menatap bintang (Sumber: rollwithcarol.com
Kakek Lim menhampirinya. Ia menyatakan penyesalannya. Maka mulailah ia bercerita tentang Sophia anaknya, ibu Sarah sendiri, yang mirip dengan Sarah. 

Bagaimana awalnya mereka berkonflik, Sophia yang meninggalkan rumah dengan lelaki yang akhirnya menelantarkannya dan Sarah, bagaimana Sophia kembali ke rumah hanya untuk menyerahkan Sarah, dia yang menjadi desainaer fesyen yang sukses saat ini, hingga kakek Lim yang sangat merindukannya saat ini.

Sarah menjadi merasa sangat kasihan kepada kakeknya ini. Termasuk setelah mengetahui mengapa kakek Lim begitu marah karena toples ramuan herbalnya pecah hari ini. Itu adalah ramuan untuk Sophia yang baru melahirkan Sarah. 

Namun, ramuan itu urung dibawanya karena tidak diizinkan petugas bandara untuk dibawa ke pesawat. Kata kakek Lim, dengan melihat toples yang seusia Sarah itu, ia bisa sedikit mengobati kerinduannya kepada mereka berdua, anak dan cucunya.

Setelah pengakuan kakek Lim itu. Pernah pada suatu hari ia menuliskan sebuah teks kepada Sophia anaknya agar ia pulang pada imlek nanti. Ia jujur mengakui kalau ia merindukan anaknya.

Teks itu membangkitkan rasa sentimentil di lubuk hari Sophia yang bekerja sangat keras di bidangnya. Sekalipun malam dingin telah mengunci semua kenangan, tapi benar bahwa cinta kasih akan selalu mengingatkan siapa saja akan kehangatan, kehangatan rumah, orang tua, dan orang-orang yang mereka cintai.

Sophia memang kembali ke rumah saat imlek. Namun, diperjalanan dia terlanjur mendapatkan kiriman video dari ayahnya yang mungkin karena merasa tidak yakin bahawa  Sophia akan datang, membuat rekaman video dibantu Bao, yang berisi ucapan selamat tinggal karena dia mungkin tidak lama lagi akan meninggal dunia, dan hal-hal yang telah dia persiapkan dan dianggap perlu untuk diketahui Sophia. Tentu saja Sophia kaget mendapatkan video dari ide gila kakek Lim dan Bao ini.

Singkat cerita, setelah perayaan imlek, kakek Lim akhirnya ikut bersama Sophia dan Sarah yang kembali pulang ke New York. Bukan soal happy ending-nya, namun dari kisah ini kita bisa banyak belajar tentang pendidikan karakter kepada anak, yang diajarkan oleh orang tua yang telah banyak melalui penderitaan dalam hidupnya, dan apa dampaknya bagi pembentukan karakter anak-anak itu.

Di balik masa lalu yang pahit dan menorehkan luka, keteguhan hati kakek Lim dalam menjalani hidup masa tuanya dengan banyak membantu orang lain, terutama dalam hal mengasihi dan mengajari anak-anak dengan menjadi temannya di saat para orang tua sibuk dengan dunia mereka, kita bisa melihat bahwa "Kemanapun kita pergi, dan apa pun yang terjadi, hidup akan selalu memiliki sisi keindahannya, jika kita percaya kepada kekuatan mimpi-mimpi".

Mimpi itulah yang telah membekas di benak dan hati Sarah, diceritakan oleh neneknya kepada ibunya, dan oleh ibunya kepada dirinya, bahwa kakek dan nenek seperti bintang-bintang. Tidak selamanya mereka terlihat, tapi mereka selalu ada di sana.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun