Disajikan di sebuah kedai kecil yang nyaris tersembunyi, berada di sudut sebuah gang yang seakan terjepit di antara bangunan pencakar langit di kota Shanghai. Itu adalah sebuah rumah makan kecil, sederhana, tapi dengan atmosfer yang hangat.
Tidak saja karena rumah makannya, atau bisa juga disebut kedai bagi mereka yang singgah hanya untuk sekadar minum, yang buka mulai tengah malam hingga menjelang fajar, tapi juga karena berbagai kisah kehidupan dari orang-orang yang menjadi langganan atau pernah makan minum di kedai ini. Kedai tengah malam itu ibarat pangkalan kenangan dengan beragam kisah.
Plot dan latar kisah ini adalah dari sebuah film yang berjudul "Midnight Diner". Film China yang dibintangi dan disutradarai oleh Tony Leung Ka Fai ini, diadaptasi dari serial manga Jepang berjudul "Shinya Shokudo" yang ditulis oleh Yaro Abe. Tony Leung Ka Fai sendiri pernah memenangkan kategori aktor terbaik pada Hong Kong Film Awards.
Satu hal yang menarik terkait film ini, bahwa kebiasaan dan selera masak-memasak yang hampir mirip dalam budaya bangsa-bangsa ras Mongoloid, barangkali membuat Midnight Diner sebelumnya telah diadaptasi ke layar kaca di negara-negara lainnya yang sama-sama terkenal dengan aneka macam makanan olahan mie, pasta, dan sayuran ini.
Selain film China yang berjudul "Midnight Diner" produksi tahun 2019 ini, ada juga "Midnight Diner: Shinya Shokudo" yang bisa dikatakan sebagai adaptasi versi orisinilnya dalam bentuk serial TV di Jepang pada tahun 2011, dan "Late Night Restaurant: Simyasikdang", dalam format serial TV di Korea Selatan pada tahun 2015.
Midnight Diner versi film China yang dibintangi oleh Tony Leung Ka Fai, Eddie Peng, dan Joyce Cheng ini, berlatar kesibukan sehari-hari kota Shanghai, China, dengan beragam aktivitas warganya yang nyaris berlangsung sepanjang hari setiap harinya.Â
Cerita drama kehidupan manusia yang menyentuh dan mengalir dari satu kisah ke kisah lainnya dari berbagai orang berbeda yang pernah makan di rumah makan atau kedai ini, dalam bingkai selingan cerita masak-memasak dan makanan. Atau sebaliknya, cerita tentang masakan khas China di sebuah kedai yang hangat dengan bingkai selingan berbagai kisah manusia yang pernah singgah di sana.
Cerita ini mengalir dari sudut pandang sang pemilik dan pengelola kedai, The Chef, yang juga dikenal sebagai The Master, yang diperankan oleh Tony, dan keterlibatannya dengan kisah setiap pelanggan di kedainya.
Kata Chef, meskipun kita bertemu dengan banyak orang dalam hidup, kita tidak mudah dan tidak bisa setiap saat bertemu dengan belahan jiwa kita.Â
Ia terkadang bisa saja muncul dalam wujud seseorang yang rela menemani hingga larut malam demi semangkuk Wanton (makanan khas China berwujud daging olahan yang digiling bersama dengan sayuran dan dibungkus dengan tepung olahan, seperti bakso).
Ada beberapa orang yang dia ceritakan di sela-sela kisahnya sendiri sebagai pemilik kedai makan yang buka larut malam hingga fajar menyingsing. Pertama, kisahnya dengan Alon, seorang aparat polisi di kota itu yang sudah dianggapnya sebagai saudaranya sendiri.
Bagi Chef, Alon adalah jenis manusia yang mewakili sebagian besar orang yang menyimpan kenangan atas luka di hati yang jauh lebih membekas dari pada kenangan atas luka di wajah. Chef adalah seorang yang pernah berjuang di medan perang bersama Alon.
Karena trauma atas kenangan itu, Alon memiliki kelemahan dalam pengendalian amarahnya. Luka di wajah Chef sendiri adalah bekas sabetan bayonet dari Alon ketika mereka sama-sama berperang.
Pernah suatu hari Alon dihajar oleh Chef karena Alon tidak mampu mengendalikan amarahnya di pasar, ketika ia menendangi tumpukan kotak es berisi ikan yang diletakkan di atas trotoar milik seorang pedagang. Chef tidak takut Alon marah, karena ia sudah menganggapnya sebagai saudaranya sendiri.
Alon adalah pengunjung setia kedai yang buka tengah malam ini, dan selalu menempati tempat duduk paling pojok sebelah kanan meja. Sejak Alon dihajar oleh Chef, ia tidak mampir lagi ke kedai, tapi Chef tahu bahwa Alon pasti akan kembali.
Memang begitulah seringkali adanya orang bersaudara. Tidak perlu meminta maaf walaupun sesekali ada permasalahan, karena saudara semestinya memang sudah saling memaafkan sebelum saudaranya memintanya.
Kedua, kisah selanjutnya dari Yuan dan ibunya. Yuan adalah seorang anak yatim yang dibesarkan sendiri oleh ibunya sebagai orangtua tunggal. Ibunya berjualan ikan di pasar.
Dulu, waktu Yuan masih kecil, ibunya hampir bunuh diri menceburkan diri ke laut. Mereka akhirnya selamat, karena Yuan menghalangi niat ibunya dengan menarik lengannya dan berkata bahwa ia lapar. Yuan dan ibunya selamat karena seporsi tumis kerang untuk Yuan yang lapar.
Setiap kali Yuan mencari ibunya yang keluar rumah untuk mabuk minum-minum ke kedai ini, Yuan pasti akan selalu memakan tumis kerang yang dipesan ibunya.Â
Ibu Yuan sendiri sebenarnya tidak mabuk, karena minuman beralkohol yang ia minum sebenarnya telah dicampur dengan air. Chef yang mengaturnya begitu.
Yuan sudah terbiasa menderita sejak kecil. Sekarang Yuan bekerja sebagai petugas kebersihan di sebuah sasana tinju dan merangkap sebagai teman latihan bagi temannya, bernama Hu. Ia adalah seorang petinju profesional.
Pada akhirnya, Yuan yang penyabar menjadi seorang petinju amatir dan memenangkan pertandingan pertamanya melawan seorang petinju yang telah tiga kali menjadi juara provinsi. Yuan yang dicomblangi oleh ibunya, akhirnya menemukan belahan jiwanya.
Dia adalah seorang janda muda yang memiliki seorang anak perempuan yang tidak mampu berjalan dan menggunakan kursi roda setiap kali pergi ke sekolah. Dia adalah seorang perawat.
Chef yang sebenarnya baru membuka kedainya pada tengah malam, beberapa kali membuatkan gula-gula dari umbi lobak yang dia pelajari sendiri dari buku masakan, demi menyenangkan gadis kecil yang tidak mampu berjalan itu.Â
Yuan beberapa kali bertemu di kedai ini saat singgah dan sangat bersimpati kepada ibu dan anak ini, hingga beberapa kali membantu menggendong sang anak ke kursi rodanya dan menwarkan diri membantu mendorong kursi, serta mengantarkan ke rumahnya, tapi ditolak oleh ibunya.
Mungkin dari diri mereka, ibu dan anak yang sudah ditinggal ayahnya itu, Yuan melihat cerminan hidup masa lalunya bersama ibunya sendiri yang ditinggal oleh ayahnya. Yuan menemukan makna hidupnya dan belahan jiwanya di kedai yang buka tengah malam itu.
Ketiga, kisah dari bakpao kecil. Gadis itu bernama Xiao Mei. Ia mampu mencium aroma makanan dari jarak tiga blok, atau mengenali apa saja yang dimakan seseorang hanya dengan mencium aroma dari mangkuknya yang sudah kosong.
Mungkin karena kemampuannya itu, tidak mengherankan mengapa badannya cukup tambun. Meskipun demikian, Xiao Mei mempunyai kemampuan menciptakan optimisme bagi orang-orang di sekelilingnya. Mungkin karena kepercayaan dirinya yang tinggi, karena ia tidak terlalu memusingkan tampilan fisik luarnya.
Tapi dia pun bukan jenis manusia yang tidak bisa terluka. Itu adalah jenis luka yang diakibatkan oleh rasa cinta yang bertepuk sebelah tangan. Walaupun faktanya memang cinta tidak selalu harus memiliki.
Saat seseorang bisa menerima kenyataan seperti itu sekalipun pahit, maka tidak jarang kebahagiaan yang lebih besar menantinya di depan. Ketika Xiao Mei pergi ke kedai di malam ketika ia merasa cintanya tertolak itu, Chef membuatkan baginya tiga buah bakpao yang hangat.
Keempat, kisah dari Snow dan Shin. Snow adalah seorang gadis yang cantik. Pada suatu pagi yang dingin, Snow menyapa Chef yang hendak menutup kedainya saat ia sedang memberi makan seekor anjing liar yang mencari makanan di dekat pintu kedainya.
Snow sudah berbulan-bulan meninggalkan orang tuanya di Kanada. Ia seorang gadis yang suka musik dan berbakat menulis lagu.
Snow sebenarnya mengidap penyakit Afasia. Ada gangguan di otaknya yang membuat ia sering lupa mengingat kata-kata, dan bisa menimbukan gejala seperti stroke.
Ia memesan Wanton pada pagi itu. Dia makan Wanton bersama Chef. Sayangnya ia tidak punya cukup uang untuk membayarnya.
Chef tidak keberatan menggratiskannya. Kata Chef, bagaimanapun itu adalah juga sarapan pagi buatnya.
Pada suatu malam, Snow kembali ke kedai, tentu saja memesan Wanton. Kali ini dia membayarnya, karena telah memperoleh gaji. Malam itu dia bermain gitar menunggu Wanton pesanannya.
Dia bergumam dengan nada yang diiringi gitar, seperti sebuah lagu yang belum jadi. Gumaman itu membangunkan seorang pencipta lagu yang mabuk dikerjai temannya yang juga hampir merampoknya. Ia tidak jadi dirampok karena katahuan oleh Chef.
Laki-laki itu bernama Shin, dan ia sangat tersentuh dengan nada dan irama lagu Snow yang belum jadi. Bersama-sama mereka menyusun komposisi lagu itu.
Sejak saat itu mereka sering bertemu dan makan di kedai itu. Tentu saja sambil bernyanyi atau menyusun komposisi lagu. Baik Snow atau Shin, sama-sama seperti menemukan belahan jiwanya.
Pada suatu malam, Snow datang ke kedai. Ia mengatakan kepada Chef bahwa ia akan segera merilis lagu pertamanya. Ia memberikan sebuah poster sampul album lagunya untuk ditempel di kedai itu, dan Chef senang menempelkannya.
Tapi Snow tampak bersedih memesan Wanton malam itu. Katanya, itu mungkin adalah Wanton terakhirnya. Itu adalah Wanton yang membuatnya selalu merasa seperti sedang berada di rumah, karena mengingatkannya akan rasa Wanton buatan ibunya sendiri.
Seminggu sebelum rilis lagu pertamanya, Snow yang menderita Afasia itu meninggal dunia. Shin sangat bersedih.
Ia selalu kembali ke kedai itu pada tanggal ketika ia pertama kali bertemu dengan Snow untuk mengenangnya. Ia kehilangan belahan jiwanya, yang setia menemani hingga larut malam demi semangkuk Wanton.
Kelima, datang dari kisah Zhang Sisi dan Tsao yang sama-sama bekerja di Shanghai dan berasal dari Hunan. Sisi seorang resepsionis tapi sangat terobsesi menjadi seorang model terkenal. Sementara itu, Tsao adalah seorang pengemudi taxi sederhana yang berencana akan kembali ke kampung dan membangun keluarga di sana.
Dalam perjalanan cinta mereka, Sisi yang tidak mudah puas dan obsesif berpisah jalan dengan Tsao, laki-laki yang perhatian namun cepat puas dan sangat sederhana, justru di saat Tsao menyampaikan lamarannya untuk menikahi Sisi.
Dulu, mereka pun sering kali bertemu di kedai yang buka tengah malam itu. Tsao memesankan untuk Sisi, telur dadar orak arik yang dicampur sayur pahit dan sayur manis, hingga rasanya ada pahit dan manisnya, ketika pertama kali makan di sana.
Suatu ketika, setelah lama berselang sejak perpisahan mereka, kelihatannya Sisi telah sukses menjadi seorang model dari penampilannya. Dia kembali ke kedai kecil sederhana yang buka pada tengah malam di kota Shanghai itu. Chef masih mengenalinya.
Chef menawarinya untuk dimasakkan telur dadar orak arik seperti yang pertama kali dia pesan dulu. Sisi setuju dan ia pun menikmati telur dadar orak ariknya. Ada rasa pahit dan manisnya, ia makan sambil meneteskan air mata. Chef melihat semua itu, tapi ia tidak berkata apa-apa.
Dari film sederhana yang hanya berlatar di sebuah kedai kecil sederhana yang buka pada tengah malam, tapi dengan atmosfer yang hangat di atas sebuah meja, berada di sudut sebuah gang yang terjepit di antara bangunan pencakar langit di kota Shanghai itu, seorang Chef memasak makanan yang dipesan sambil mengenali latar hidup seluruh orang yang pernah singgah, makan dan minum di kedainya dengan segala kisahnya.
Tapi Chef selalu paling suka dengan kisah dari orang yang baru pertama kali datang dengan kisah pertamanya. Chef yang sudah menghabiskan separuh masa hidupnya di kota itu, mengatakan bahwa setiap kota pasti mempunyai kedai tengah malamnya masing-masing, dan setiap kedai pasti mempunyai kisahnya sendiri-sendiri.
Dari salah satu kisah, milik Sisi dan Tsao, ketika mereka berpisah jalan karena pilihan hidup yang berbeda, ada sebuah kata-kata penyemangat dari seorang penjahit tua yang juga langganan kedai ini dan selalu tampil dalam balutan busana pria klasik khas Shanghai tahun 1930-an.Â
Memberikan kata penghiburan tentang konsep Wafel House Index kepada Tsao. Entah apakah itu ngawur atau serius, tapi ia memperlihatkan empatinya atas kesedihan Tsao dengan mentraktirnya teh hangat, karena melihat Tsao sudah kebanyakan menenggak minuman beralkohol.
Katanya lebih kurang, "Anak muda, hidup belum berakhir sekalipun kau menganggap ini sebagai bencana. Mungkin kau akan merasa ini tidak masuk akal, tapi ini adalah cara yang tidak normal untuk mengevaluasi kehidupan setelah dilanda bencana. Apabila kedai ini masih buka, artinya hidup masih belum berakhir, karena engkau masih bisa singgah untuk minum atau memakan kudapan."
Kitapun mungkin juga sering bertanya-tanya, orang-orang macam apa yang masih pergi ke kedai pada tengah malam? Mungkin, sesekali kita perlu datang dan melihatnya ke sana, maka kita akan tahu orang-orang seperti apa mereka. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI