Snow sebenarnya mengidap penyakit Afasia. Ada gangguan di otaknya yang membuat ia sering lupa mengingat kata-kata, dan bisa menimbukan gejala seperti stroke.
Ia memesan Wanton pada pagi itu. Dia makan Wanton bersama Chef. Sayangnya ia tidak punya cukup uang untuk membayarnya.
Chef tidak keberatan menggratiskannya. Kata Chef, bagaimanapun itu adalah juga sarapan pagi buatnya.
Pada suatu malam, Snow kembali ke kedai, tentu saja memesan Wanton. Kali ini dia membayarnya, karena telah memperoleh gaji. Malam itu dia bermain gitar menunggu Wanton pesanannya.
Dia bergumam dengan nada yang diiringi gitar, seperti sebuah lagu yang belum jadi. Gumaman itu membangunkan seorang pencipta lagu yang mabuk dikerjai temannya yang juga hampir merampoknya. Ia tidak jadi dirampok karena katahuan oleh Chef.
Laki-laki itu bernama Shin, dan ia sangat tersentuh dengan nada dan irama lagu Snow yang belum jadi. Bersama-sama mereka menyusun komposisi lagu itu.
Sejak saat itu mereka sering bertemu dan makan di kedai itu. Tentu saja sambil bernyanyi atau menyusun komposisi lagu. Baik Snow atau Shin, sama-sama seperti menemukan belahan jiwanya.
Pada suatu malam, Snow datang ke kedai. Ia mengatakan kepada Chef bahwa ia akan segera merilis lagu pertamanya. Ia memberikan sebuah poster sampul album lagunya untuk ditempel di kedai itu, dan Chef senang menempelkannya.
Tapi Snow tampak bersedih memesan Wanton malam itu. Katanya, itu mungkin adalah Wanton terakhirnya. Itu adalah Wanton yang membuatnya selalu merasa seperti sedang berada di rumah, karena mengingatkannya akan rasa Wanton buatan ibunya sendiri.
Seminggu sebelum rilis lagu pertamanya, Snow yang menderita Afasia itu meninggal dunia. Shin sangat bersedih.
Ia selalu kembali ke kedai itu pada tanggal ketika ia pertama kali bertemu dengan Snow untuk mengenangnya. Ia kehilangan belahan jiwanya, yang setia menemani hingga larut malam demi semangkuk Wanton.