Maka tidak mengherankan, mengapa manusia dengan ragam interpretasi dan dengan gradasi resistensinya yang berbeda-beda, pada satu titik bisa bersepakat untuk tidak sepakat dalam sesuatu hal.
Menyingkir dari keruwetan manusia dengan segala pikiran dan kesadarannya, maka kita perlu mencari celah kesempatan di sela kontinum ruang dan waktu untuk menikmati kesempatan yang terbatas dalam hidup. Ya, hidup yang penuh dengan kepenatan dan tekanan padahal sungguh begitu singkatnya, dan oleh sebab itu patut untuk dinikmati.
Bukankah, kontinuitas ruang dan waktu terbukti mampu membentuk manusia biasa menjadi makhluk yang setia sekalipun menderita, ada rasa syukur sekalipun tidak lepas dari nestapa? Mengapa tidak bisa menikmati hidup yang singkat sekalipun terbatas?
Di Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, sekitar 28 menit dari pusat kota Pematang Siantar, ada sebuah celah kesempatan untuk melarikan diri dari kepenatan rutinitas harian yang menyesakkan. Itu adalah sebuah desa atau nagori dalam sebutan pemerintahan di Kabupaten Simalungun, yang juga menjadi nama bagi sebuah objek wisata pemandian yang ada di desa ini, yaitu Pemandian Karang Anyer.
Berasal dari zaman lampau, di mana mata air ini sampai kini merupakan salah satu sumber pasokan air bersih bagi rumah-rumah tangga yang bermukim di desa-desa sekitarnya. Di hulu mata airnya tampak sebuah bangunan rumah pompa yang dibangun sejak zaman Belanda.
Inipun adalah sebuah kontinum di antara perasaan dan kenyataan yang memuai dan menciut saling bergantian dalam kehidupan. Mencari celah, mencuri kesempatan, walaupun barang sedikit dan sempit, untuk menghilangkan kepenatan di antara anggota kerabat dan jemaat yang sedang didera penyakit. Itu pun adalah kenyataan dalam kehidupan.
Tapi, makna dari kenyataan yang satu ini tentu sama sekali berbeda dengan makna dari sebuah ungkapan bernilai negatif dari pepatah yang mengatakan bersenang-senang di atas penderitaan orang lain.
Bukan, semua orang menderita, tapi semua orang juga berhak untuk berbahagia, walaupun kenyataannya terkadang berbeda. Awal dari penderitaan saat ini sekaligus juga bisa dipandang sebagai akhir dari kebahagiaan yang sebelumnya.
Masih dalam suasana liburan hari raya tahun baru Imlek 2020, kepadatan pengunjung di lokasi wisata yang murah meriah ini sungguh sangat terasa.