Yevsey Klimkov, seorang anak yatim. Ayahnya mati ditembak jagawana ketika Yevsey baru berumur 4 tahun. Ia hidup diasuh keluarga pamannya, Paman Piotr, yang juga memiliki seorang anak laki-laki bernama Yashka. Yevsey dipanggil pamannya dengan sebutan Pak Tua, kemudian ada julukan baru untuknya, Anak Yatim.
Setelah tamat sekolah, pamannya mengantarkannya ke kota untuk bekerja di sebuah toko buku, milik tuan Matveyich. Ada nasihat pamannya kepada Yevsey sebagai bekalnya hidup di kota. Kata pamannya, "Lakukan apa yang diperintahkan, kemudian menyendirilah. Hati-hati dengan orang-orang yang tegas. Satu dari sepuluh orang yang tegas berhasil, dan sembilan bekerja keras."
Selama bekerja di toko buku itu kehidupan Yevsey berjalan lancar dan datar. Dia bekerja keras untuk menyenangkan hati tuan Matveyich. Mengingat pesan Paman Piotr, dengan bersikap sebagaimana nasihatnya, rasanya akan menguntungkan bagi dirinya.
Suatu hari, di sela pekerjaannya menata buku yang ada di rak-rak toko itu, tuan Matveyich berkata kepada Yevsey:
"Jangan pernah membaca buku. Buku adalah pelampiasan nafsu birahi, produk pelacuran pemikiran. Buku membicarakan apa saja, membangkitkan imajinasi dan menciptakan gangguan yang tak berguna. Ada saat ketika kita masih memiliki buku-buku sejarah yang baik, kisah-kisah yang ditulis oleh orang-orang sunyi tentang masa lalu. Namun sekarang setiap buku ingin membuka tabir jiwa manusia. Dia akan jauh lebih baik hidup dalam rahasia, dalam daging, dan dalam jiwa jika dia ingin melindungi diri dari keingintahuan yang terlalu besar dan dari imajinasi yang menghancurkan keimanan. Hanya dalam usia tua buku tidak berpengaruh terhadap seorang manusia."
Tentu saja Yevsey tidak mengerti maksud semua perkataan tuannya ini, tapi dia menyimpan semuanya baik-baik di dalam hatinya. Barangkali ini pun akan bermanfaat dan menguntungkan bagi dirinya bila dipahami, pikirnya.
Seiring waktu berlalu, dengan berbagai lika liku kehidupan kota yang dia jalani, pada suatu masa entah bagaimana, Yevsey bekerja di Departemen Kemanan Rusia sebagai mata-mata. Ia tinggal bersama dengan Kapiton Ivanovich.
Itu adalah masa-masa 10 tahun menjelang pecahnya prahara besar revolusi Rusia, Revolusi Bolshevik, menentang tahta Czar pada tahun 1917. Karena situasi kota yang tidak menentu, seorang mata-mata senior bernama tuan Dorimedont bersiap segera meninggalkan kota.
Ia berpesan kepada Yevsey, "Aku akan meninggalkan kota ini, selamat tinggal. Hiduplah dengan hati-hati, jangan pernah percaya pada siapa pun dan khususnya wanita. Ingat nilai uang. Belilah dengan perak, simpan emas, jangan mencela tembaga, jaga dirimu dengan besi." Itu adalah pepatah dari Cossak. Tuan Dorimedont adalah seorang penganut Cossak.
Pesan ini diterima Yevsey dengan setengah hati, karena dia sebenarnya takut pada Dorimedont. Namun, ia pun merasa bahwa sesuatu telah berubah. Ia merasa sedang berdiri diambang kehidupan lain, tanpa tahu persis apa yang akan terjadi dan bagaimana itu akan berakhir.
Pernah seorang tentara tua yang merupakan komandan kompi dan dijuluki Pipa Tua, menjelaskan kepada Yevsey bahwa ada sebuah aturan bersama yang mutlak dalam kehidupan para agen atau mata-mata, bahwa penting untuk tak seorang pun tahu sedikit tentang kita, dan kita tidak tahu apa pun tentang orang lain yang bukan urusan kita. Kata Pipa Tua, "Jalan yang menghancurkan manusia adalah pengetahuan yang ditaburi iblis. Kebahagiaan adalah sikap tak acuh."
Waktu berlalu dan musuh pun bermunculan. Pipa Tua adalah seorang tentara yang dalam pendiriannya tampak ikut mendukung gerakan pemberontakan terhadap Czar. Katanya kepada Yevsey, "Apa sih, yang menghambat orang untuk memahami hukum? Kemiskinan. Kebodohan tidak lain adalah akibat dari kemiskinan. Mengapa dia tidak memerangi kemiskinan? Keinginan adalah akar dari kebodohan manusia dan semua permusuhan terhadap dia, Czar."
Pendapat Pipa Tua yang mengatakan bahwa akar dari semua kemalangan manusia adalah kemiskinan adalah sesuatu yang ditelan bulat-bulat secara jelas oleh Yevsey. Ia pun meyakini bahwa dari sana jugalah, dari kemiskinan itu, muncul kecemburuan, kebencian dan kekejaman. Dari sana pula muncul kerakusan dan ketakutan terhadap kehidupan yang dialami semua orang, dan ketakutan terhadap satu sama lain.Â
Kesimpulannya, Czar kaya dan rakyat miskin. Jadi, kebijaksanaan sederhana dalam kenyataan itu adalah, biarkan Czar memberikan kepada rakyat kekayaannya dan kemudian mereka akan puas dan berbaik hati.
Sejak menyadari hal ini, sikap Yevsey terhadap orang mulai berubah. Meskipun ia masih tetap orang yang patuh, tapi ia mulai makin merendahkan dirinya dalam memandang orang lain, seolah dengan begitu ia pun turut menyingkapkan kepada orang lain sebuah jalan rahasia kehidupan menuju kedamaian dan kesenangan.
Namun begitulah jalan revolusi dalam sebuah sistem sosial yang berhubungan erat dengan vodka, wanita dan kekuasaan, di Rusia pada sebuah masa. Agen atau mata-mata yang bercampur antara yang membela dan berkhianat terkait kepentingan Czar atau kehendak rakyat yang memberontak, menemukan sebuah senjata lainnya dalam pergerakannya, tidak lain adalah sastra.
Sastra dipandang sebagai sebuah alat yang tepat bila digunakan oleh orang yang tepat sesuai dengan tujuannya, baik membungkam atau menciptakan prahara. Siasat itu adalah dengan membuka klub sastra dan menjebak dia yang paling menonjol di antara mereka, sastrawan. Â Â Â Â
Rencana itu semakin menggelisahkan bagi Yevsey. Di depan seolah sedang menanti, terbayangkan olehnya, bahkan dirinya pun mungkin sedang dijebak melalui sebuah permainan licik, dengan tujuan menghancurkan semua hal yang menjadi penghalang untuk memanen manfaat sebesar-besarnya dengan segala cara demi kepentingan mereka yang hendak mencari keuntungan dari kondisi yang ada.
Maka mulailah gerakan penyelidikan tokoh-tokoh yang dicurigai sebagai penggiat-penggiat sastra revolusioner. Kopor-kopor besar dari orang-orang yang datang dan pergi di stasion dan terminal diawasi, karena diduga mungkin berisi buku-buku sastra, nomor terbaru.
Yevsey sendiri menyamar untuk menjalankan misi ini sebagai seorang penjaja keliling, yang bisa berhubungan dengan para pembantu di dapur-dapur rumah tangga, dengan niat sebenarnya adalah mengorek keterangan dari para pembantu yang rata-rata membenci majikannya.Â
Revolusi di sana adalah pertentangan antar kelas, termasuk antara majikan dan pembantunya. Maka mulailah Yevsey menjual mulai dari peniti, jarum, jepit rambut, pita dan semua jenis peralatan pakaian laki-laki. Itu semua dijalankan atas saran Maklakov, seorang agen mata-mata lainnya, dan dia adalah seorang agen yang dikagumi Yevsey.
Semakin lama, Yevsey semakin nyaman menjalankan peran ini. Dari sana ia belajar bahwa kehidupan manusia dipersatukan bukan oleh kebebasan, melainkan oleh ketakutan.Â
Dalam pandangan mata-mata yang bekerja untuk kepentingan penguasa, revolusioner adalah pengkhianat. Namun Yevsey sang penjaja keliling yang semakin sering bertemu dengan para pembantu pun semakin mengenal bahwa para penghianat pun memiliki rasa kepercayaan, sepanjang itu menyangkut kepentingan mereka, yang merasa bahwa polisi memperlakukan mereka dengan buruk, dan kehidupan sangat sulit bagi mereka yang miskin, karena tampaknya tidak ada hukum yang berlaku adil atas diri mereka.
Hingga pada suatu ketika, Paman Piotr mengirimi Yevsey sepucuk surat. Di sana pamannya bercerita bahwa ada sebuah peristiwa di mana saat ini di jalan-jalan rakyat berpawai sambil mengangkat patung-patung suci, dan para pendeta ikut bersama mereka. Mereka pergi kepada Czar dan berkata, "Ayah, kaisar kami, jangan mempekerjakan terlalu banyak pejabat. Kehidupan tidak layak dijalani dengan terlalu banyak jumlah mereka. Kami semua membayar segala macam pajak untuk membayar mereka, tapi mereka tidak pernah puas dan kerakusan mereka tidak terbatas, mereka menghisap darah kami!"
Rakyat itu seolah tidak bisa lagi dihalangi, hingga tiba-tiba tanpa disangka, para tentara mulai menembaki mereka. Pembantaian itu berlangsung selama dua hari. Tidak terbayangkan berapa banyak jatuh korban.
Dalam perjalanan kisah selanjutnya, Maklakov yang dikagumi Yevsey mengambil keputusan bergabung dengan rakyat yang memberontak kepada Czar di jalan-jalan. Pesan perpisahannya kepada Yevsey adalah ia ingin agar Yevsey menyerahkan beberapa lembar catatan kepada Tuan Mironov. Dia adalah salah seorang penulis yang pernah dimata-matai Yevsey.
Maklakov ingin agar Mironov membaca naskah itu, yang berisi seluruh kisah tentang dirinya, kisah kehidupannya, siapa dia dan mengapa dia menjadi dirinya yang sekarang. Mironov adalah seorang penulis berpenampilan keras, dengan rambut potongan tentara, kumis merah, tapi sangat ramah.
Mendapat respons Mironov yang diluar dugaan Yevsey, ia tidak hanya menyerahkan naskah tentang kehidupan Maklakov, tapi Yevsey juga meminta agar ia juga diberi kesempatan untuk menceritakan kisah hidupnya kepada Mironov.Â
Karena Mironov setuju, maka Yevsey menjelaskan secara terperinci kisah kehidupannya, tentang desa, tentang sepupunya Yashka, dan tentang pamannya, Piotr. Dia menjelaskannya sama persis dengan saat dia menyampaikan laporan observasinya ke Departemen Kemanan, tempatnya bekerja. Â Â
Namun, karena merasa bahwa Mironov tidak mendengarkan ceritanya, terlihat dari sorot matanya yang tajam memandang jauh ke depan, ke kejauhan, melampaui dirinya, maka mata Yevsey secara sembunyi-sembunyi mencatat setiap detail ruangan itu, dan dengan cemburu memandangi wajah penulis itu.
Sesaat setelah percakapan yang terasa diselingi pendalaman misterius oleh masing-masing kedua orang itu usai, Yevsey permisi dengan mengulangi kata-katanya yang juga telah dia sampaikan dengan mantap kepada Maklakov, katanya, "Segera setelah kehidupan baru tertata, aku akan diam-diam memulai usaha, aku akan pergi ke kota lain, aku telah menabung sekitar seratus lima puluh rubel. Lain itu tidak. Jika semua orang menginginkannya, kehidupan baru itu akan tercapai"
Yevsey yang patuh, tidak dapat lagi merasa menyesal dan menilai apakah rakyat yang memberontak, termasuk keluarganya, sepupunya dan kawan-kawannya yang benar dan telah ikut dia tumpas atau dirinya yang salah karena telah berpihak kepada penguasa yang menindas, karena ia sangat yakin bahwa ia pun tidak pernah menyukai keadaan yang ada, dan ia hanya melakukan apa yang diperintahkan kepadanya.
Setelah pamit, ia kembali kepada Maklakov yang menunggunya di luar, dan kepadanya ia berkata jujur bahwa selain menyerahkan naskah milik Maklakov, ia juga menceritakan kisah hidupnya sendiri kepada Tuan Mironov, sang penulis itu.
Ini adalah sebagian ringkasan dari novel berjudul "Pecundang" yang ditulis pada tahun 1907 oleh Maxim Gorky. Ini adalah sebuah novel yang mendapatkan ulasan dari Washington Post Book World sebagai novel yang berkisah tentang kekuasaan, pribadi yang risau dan kejujuran yang langka.
Yevsey adalah bagian dari kaum belia Rusia yang miskin akan insting politik, terpaksa bergabung dengan rezim Czar untuk memata-matai sahabat-sahabatnya, dan tanpa disadarinya terjebak dalam tatanan sosial baru. Di dalam kisahnya ada konflik kesetiaan, histeria massa, pertumpahan darah, dalam bungkus fiksi politik abad kedua puluh.
Maxim Gorky (1868-1936) adalah pengarang Rusia yang dikenal sebagai Bapak Realisme Sosialis. Nama aslinya adalah Aleksey Maximovich Peshkov. Gorky adalah kata dalam bahasa Rusia yang menjadi nama samarannya, yang berarti pahit.
Setelah kongres pertama himpunan penulis/ sastrawan Soviet di Moskow pada tahun 1934, diletakkanlah 4 aturan dasar realisme sosialis. Salah satunya adalah ia bersifat tipikal; menggambarkan adegan-adegan kehidupan rakyat sehari-hari.
Selanjutnya, Fokkema DW dan Elrud Kunne-Ilsch dalam buku "Teori Sastra Abad Keduapuluh," merumuskan 3 dasar pokok kriteria konkret realisme sosialis, yang salah satunya adalah kriteria penafsiran determinisme ekonomi yang menyangkut pertanyaan apakah karya sastra menggambarkan perkembangan-perkembangan lebih maju atau lebih mundur berdasarkan ekonomi.
Pada zamannya, Balzac dan Flaubert, keduanya dari Prancis, Dostoyevsky dan Tolstoy, juga dari Rusia, serta Dickens dari Inggris, menyajikan realisme sosialis melalui novel-novel sejarah. Sementara itu Ibsen, yang berasal dari Norwegia, menyampaikannya melalui drama.
Barangkali, realis zaman ini, telah turut menyajikan realisme sosialis melalui adegan-adegan yang terekam dalam bentuk videoklip.
Satu yang jelas dan masih tetap sama, bahwa realisme sosialis selalu tampil menyajikan kenyataan di masyarakat apa adanya, tanpa prasangka, dan tanpa usaha untuk memperindahnya. Ia adalah sarana untuk mengkritik dan menyampaikan pesan moral.Â
Sebagaimana tulisan Dr. Edward Douwes Decker dengan nama lain Multatuli, di dalam Max Havelaar, tujuannya barangkali masih tetap sama, yakni untuk menunjukkan bahwa tugas manusia adalah menjadi manusia dan memanusiakan manusia.
Referensi:
Aliran-Aliran Sastra dalam Perspektif Teori Sastra; Kinayati Djojosuroto
Pecundang; Maxim Gorky Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H