Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Suatu Ketika di Masa Bintang-bintang Tak Lagi Seperti Biasa

2 Juli 2019   13:34 Diperbarui: 4 Juli 2019   23:52 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mensejajarkan rasa penasaran Anna dengan pendapat Dr. Huber di atas, di mana dua hari sebelum ulang tahunnya yang ke-16, Anna mengalami sebuah mimpi yang aneh. Dalam mimpinya ia menjadi Nova, cucu buyutnya, yang hidup di tahun 2028. Saat itu, ia sebagai Nova menemukan bahwa hanya ada sedikit sekali flora dan fauna yang eksis di bumi. Berbeda jauh dengan bumi yang dikenal oleh Anna pada tahun 2012.

Dalam mimpinya, Ia juga pernah bertemu dengan seorang anak dari rombongan musafir yang sepertinya baru menempuh perjalanan panjang dari gurun pasir dan sedang beristirahat bersama dengan unta-untanya dengan mengitari api unggun, tidak jauh dari rumah Anna. Kata anak itu kepada Anna: "Minyak bumi telah menjadi bencana buat negaraku. Kami menjadi kaya dengan cepat, tapi sekarang kami malah jadi miskin. Bagaimana bisa tetap kaya kalau kami tidak punya negara yang dapat ditinggali?" Lagi kata anak itu: "Minyak jadi sebegitu murahnya karena tidak ada yang memilikinya. Tidak ada pihak yang bisa disebut pemilik minyak bumi, sehingga tidak ada yang menentukan harganya. Yang ada tinggal memompa saja!"

Dalam percakapan orang-orang dewasa yang didengarnya, Anna menangkap beberapa kata seperti "pemanasan global" atau "perubahan iklim". Pertama kali dalam hidupnya Anna menyadari bahwa dunia yang dia tinggali sedang mengalami kerusakan.

Kita hidup bersama dalam sebuah planet, bernama bumi. Secara misterius, nenek moyang kita bahkan dikatakan ditempatkan di tengah-tengah taman Firdaus untuk mengusahai dan menguasainya. Tapi tidak semua kita dapat berpikir dalam ruang lingkup untuk kepentingan planet ini dan seluruh isinya. Yang ada malah kita benar-benar mengusainya dengan pemahaman yang keliru dan terlalu bebas. Kita sebagai individu bahkan terlalu banyak menuntut hak. Di lain pihak, terlalu tinggi daya beli bagi orang-orang kaya, sehingga terlalu banyak minyak dan mesin jet untuk dipakai oleh orang-orang paling kaya, dan terlalu sedikit tanggung jawab atas sumber daya alam.

Bila harus bersaing untuk dapat hidup berdampingan dengan makhluk hidup lainnya, maka pastilah persaingan itu dimenangkan oleh manusia, dan terutama si kaya. Mungkin kita manusia masih saja ada di sini hari ini sebagai salah satu spesies, tapi kita telah benar-benar mengancam tidak saja sumber penghidupan kita sendiri, tapi juga sumber penghidupan seluruh spesies lainnya.

Kita bisa sedikit memperdalam pertanyaannya, apakah kita memang akan benar-benar peduli dengan kelestarian alam? Dengan beragam alasan, kita bisa saja akan mengatakan: "Persetan dengan kelestarian alam, aku hanya mencari makan pagi-pagi untuk dimakan sore hari. Alam dan kerusakannya menjadi tanggung jawab orang-orang kaya yang merusaknya!" Sama saja, alasan itu hanya akan membuat kita termasuk salah seorang yang ikut membuat bumi ini tidak ubahnya seperti sebuah taman hiburan besar.

Mungkin ada benarnya kata Jane Goddal yang hidup bersama simpanse-simpanse di taman Nasional Gombe Tanzania, bahwa manusia tidak lain hanyalah primata yang suka bermain-main, inventif, dan sedikit suka berlebihan. Kalau soal altruisme dan sikap filantropi kita yang mau diklaim sebagai penanda khas spesies manusia, maka simpanse juga sudah membuktikan bahwa dalam ikatan emosional antara ibu dan anak simpanse, terbukti bahwa anak simpanse kehilangan seluruh daya hidupnya saat ia menemukan ibunya mati, bahkan anaknya ikut mati tidak lama setelahnya.

Baca juga: "Jane" dan Upaya Mendefinisikan Ulang Manusia

Kita mudah sekali lupa bahwa pada dasarnya kita adalah bagian dari alam. Kita begitu sukanya bermain-main dan menghamburkan segala sesuatu, sehingga kesenangan atas permainan itu menjadi lebih penting bagi kita dari pada tanggung jawab kita atas masa depan bumi ini dalam cara hidup kita. Seolah ada beberapa bumi untuk diperlakukan seenaknya dan bukan yang satu-satunya yang harus kita bagi bersama. Dalam hal inilah pelajaran moral yang bermakna resiprokal dalam Dunia Anna menjadi relevan, bahwa seharusnya kita memperlakukan apa pun sebagaimana kita ingin diri kita diperlakukan!

Memang ada ironi dan paradoks dalam hidup manusia, kalau tidak mungkin bukan manusia namanya. Kerusakan atas habitat-habitat alami dan keanekaragaman hayati tidak lain berhubungan dengan masalah ekonomi. Orang-orang kaya tidak akan melewatkan setiap kesempatan untuk terus memperkaya diri, entah dengan mengeksploitasi sumber-sumber minyak, batu bara, dan mineral, terkadang meskipun di daerah-daerah yang rentan sekalipun. Ironisnya, kemiskinan juga sering menjadi alasan pembenaran pemanfaatan ekosistem dengan cara-cara yang berbahaya dan tidak memikirkan keberlanjutan ekosistem.

Nova yang adalah Anna masa kini yang sedang bermimpi, berkata kepada neneknya yang adalah Anna di masa depan : "Aku cuma bilang kalau aku mau dunia tempat hidupku ini seindah dunia yang Nenek nikmati waktu seumurku. Tahu, kan kenapa? Karena itu utang kalian pada generasi kami!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun