Hingga pada suatu malam, Marry mendatangi Freddie ke rumahnya, karena merasa khawatir dengan mimpi buruknya, dimana ia bermimpi kalau Freddie kehilangan suaranya. Freddie menjadi sentimentil, ditambah oleh kedatangan Paul bersama dengan beberapa kekasih gay-nya di saat Marry yang juga sangat dirindukannya ada di sana.Â
Marry geram melihat keditakberdayaan Freddie mengendalikan dirinya sendiri, kenapa Freddie bisa sampai tidak tahu tentang konser Live Aid, hingga puncaknya ia pergi dan mengatakan bahwa ia tidak bisa tinggal menemani Freddie, karena ia tengah hamil, dan ia memiliki seorang kekasih, bernama David.
Freddie tersadar, tapi semua telah sangat terlambat. Satu-satunya yang tersisa baginya hanyalah Paul yang licik. Ia akhirnya mengusir Paul. Mungkinkah kembali ke Queen? dan meminta maaf, karena dulu baginya Queen adalah keluarga. Dalam keluarga selalu saja ada pertengkaran, tapi kenyataannya mereka tetap saling membutuhkan, pikirnya.
Ia akhirnya mendatangi Jim manajernya dan meminta untuk dipertemukan dengan Queen. Akhirnya Brian, Deacon, dan Roger memang mau datang menemuinya di kantor Jim. Ia meminta maaf dan bersedia memenuhi syarat-syarat apapun yang diajukan teman-temannya itu, apapun asalkan dia bisa diterima kembali di dalam Queen.
Mereka meminta Jim untuk kembali diusahakan untuk mendapatkan kesempatan tampil di konser Live Aid. Konser ini sendiri adalah sebuah pertunjukan musik terbesar yang akan digelar di stadion Wembley dengan penonton sebanyak 100 juta orang dan disiarkan di lebih dari 150 negara di dunia.
Dalam sebuah sesi latihan persiapan sebelum konser, Freddie membuat pengakuan kepada teman-temannya bahwa ia mengidap HIV/AIDS, dan mungkin umurnya tidak akan lama lagi. Namun, ia meminta teman-temannya untuk tidak mengasihani dirinya. Ia akan memakai kesempatan hari-hari terakhirnya sebaik mungkin untuk memberikan yang terbaik yang dibutuhkan oleh para penggemar mereka dari dirinya.
Ia juga datang membuat pengakuan ke keluarganya, sambil membawa serta Jim Hutton bersama dengannya. Kepada keluarganya ia menyebut Jim sebagai "temannya." Kepada Freddie, Jim pernah berkata bahwa ia boleh datang kembali menemuinya setelah Freddie "menyukai" keberadaan dirinya sendiri. Jim adalah seorang homoseksual yang "baik."
Setelah mendengar pengakuan Freddie tentang semua hal dan harapan-harapannya di tengah deraan AIDS yang diidapnya, bahwa umurnya mungkin tidak akan lama lagi, bahkan ayahnya yang seorang penganut Zoroaster yang keraspun menjadi luluh. Ia datang menghampiri dan memeluk anaknya, tetap dengan ucapannya "pikiran baik, kata-kata baik dan perbuatan baik," tapi kali ini dengan tatapan belas kasihan dan air mata di pelupuk matanya.Â
Ia melepas anaknya untuk memberikan penampilan terbaiknya pada konser yang akan disaksikannya bersama si bungsu adik Freddie dan istrinya lewat layar televisi. Kepada ibunya, Freddie berjanji akan meniupkan sebuah ciuman dari Wembley, yang dibalas ibunya dengan senyuman lemah tapi penuh kasih. Seluruh anggota keluarga menerima Freddie apa adanya.
Tanggal 13 Juli 1985 merupakan Day of Live Aid, hari konser yang dinantikan oleh Freddie bersama Queen. Sesuai janjinya kepada ketiga temannya di Queen, ia tampil hingga "melubangi langit," mempesona sekaligus menghentak di hadapan ratusan ribu penonton di Stadion Wembley. Dari konser mereka, terkumpul donasi untuk kelaparan di Ethiopia sejumlah US $ 1.065.077.
Pada tanggal 24 November 1991, Freddie Mercury meninggal dunia dalam usia 45 tahun karena HIV/AIDS. Jenazahnya dikremasi sesuai kepercayaan Zoroastrisme di keluarganya. Freddie dan Marry Austin tetap berteman sepanjang umurnya. Pada tahun 1992, Queen bersama dengan Jim mendirikan The Mercury Phoenix Trust, untuk menghormati Freddie dan sebagai bagian upaya untuk memerangi AIDS di seluruh dunia.