Perjalanan pulang dari perayaan natal kaum orang tua lanjut usia di Batu Minjah Kabupaten Langkat menuju Kabanjahe Tanah Karo siang tadi kami tempuh hanya dalam waktu dua jam, melalui rute Telagah di sebelah wilayah Langkat menuju Kutarayat di sebelah wilayah Tanah Karo. Itupun karena kami menghabiskan waktu 30 menit singgah di kedai kopi di simpang Pamah Simelir wilayah Kabupaten Langkat, dan berfoto bersama bapak di tugu Kuliki, burung elang rajawali-bahasa Karo, titik perbatasan Kabupaten Karo-Kabupaten Langkat.
Pencarian sejarah Tanah Karo di laman digital ini, bukan karena aku menggugat rasa nasionalisme, karena itu sudah harga mati yang selalu berusaha aku hidupi. Tanah Karo dalam aspek administrasi pemerintahan Indonesia sudah resmi dan ditetapkan, baik secara batas kewilayahan maupun batas-batas kewenangan. Namun, Tanah Karo secara kultural dan historikal bukan hanya wilayah dalam lingkup Kabupaten Karo saja. Pencarian sejarah Tanah Karo secara kultural penting bagi generasi muda, tidak saja suku Karo, tetapi semua suku yang tinggal menetap di Tanah Karo, karena dalam perspektif nasionalisme kalau menurut saya, orang Karo adalah orang Indonesia yang tinggal di Tanah Karo. Kecintaan terhadap asal usul kita adalah modal besar bagi tumbuhnya kecintaan yang lebih besar atas Indonesia sebagai bangsa dan negara kita.
Bukankah pertanyaan eksistensialis yang membuat manusia tidak pernah merasa puas dalam pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan; siapakah saya, dari mana saya berasal, untuk apa saya ada, dan kemana saya nanti?
Tanah Karo secara kultural dan historikal mencakup wilayah yang diindikasikan oleh beberapa hal, yakni:
- Wilayah yang merupakan asal suku Karo
- Wilayah yang didirikan oleh orang Karo
- Wilayah yang direbut dan dikuasai secara permanen oleh suku Karo
- Wilayah yang dimana secara luas berlaku adat Karo, baik bahasa, tulisan atau kebiasaan-kebiasaan Karo lainnya
Merujuk hal itu, maka Tanah Karo secara kultural dan historikal sesungguhnya meliputi wilayah di Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kota Binjai, Kota Medan, sebagian wilayah Simalungun, sebagian wilayah Dairi, sebagian wilayah Serdang Bedagai, sebagian wilayah Tebing Tinggi, dan beberapa wilayah Aceh.
Batas-batas wilayah itu juga bukan secara administratif tetapi merupakan batas kultural dengan beberapa wilayah tradisional di tempat-tempat tersebut diatas, yakni wilayah Tapanuli, Tanah Melayu dan Tanah Aceh. Interaksi orang Karo juga sangat intens dengan orang Melayu, Tapanuli dan Aceh, yakni orang Alas, Singkil dan Kluet.
Menurut catatan sejarah, suku asli pertama yang mendiami kota Medan bahkan adalah orang Karo. Kota Medan didirikan oleh seorang putra Karo bernama Guru Patimpus Sembiring Pelawi.
Populasi orang Karo saat ini lebih kurang 959.000 jiwa, terkonsentrasi signifikan secara domisili di Kabupaten Karo, Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat.
Berbicara tentang sungai, Tanah Karo merupakan hulu dari beberapa sungai primer yang mengalir di Sumatera hingga bermuara ke Selat Malaka di pantai Timur Sumatera, antara lain Sungai Lau Biang, Lau Bengap, Lau Borus, dan Lau Gunung. Mungkin persebaran orang Karo hingga ke Siak Riau juga mengikuti arah aliran sungai ini, dan membangun tempat-tempat tinggal hingga menguasai wilayah-wilayah di sekitar sungai-sungai tersebut.