Perjalanan pulang dari perayaan natal kaum orang tua lanjut usia di Batu Minjah Kabupaten Langkat menuju Kabanjahe Tanah Karo siang tadi kami tempuh hanya dalam waktu dua jam, melalui rute Telagah di sebelah wilayah Langkat menuju Kutarayat di sebelah wilayah Tanah Karo. Itupun karena kami menghabiskan waktu 30 menit singgah di kedai kopi di simpang Pamah Simelir wilayah Kabupaten Langkat, dan berfoto bersama bapak di tugu Kuliki, burung elang rajawali-bahasa Karo, titik perbatasan Kabupaten Karo-Kabupaten Langkat.
![Tugu Kuliki: Batas Karo-Langkat (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/15/img-20181215-wa0032-5c151109aeebe17f090d9bb5.jpg?t=o&v=770)
Pencarian sejarah Tanah Karo di laman digital ini, bukan karena aku menggugat rasa nasionalisme, karena itu sudah harga mati yang selalu berusaha aku hidupi. Tanah Karo dalam aspek administrasi pemerintahan Indonesia sudah resmi dan ditetapkan, baik secara batas kewilayahan maupun batas-batas kewenangan. Namun, Tanah Karo secara kultural dan historikal bukan hanya wilayah dalam lingkup Kabupaten Karo saja. Pencarian sejarah Tanah Karo secara kultural penting bagi generasi muda, tidak saja suku Karo, tetapi semua suku yang tinggal menetap di Tanah Karo, karena dalam perspektif nasionalisme kalau menurut saya, orang Karo adalah orang Indonesia yang tinggal di Tanah Karo. Kecintaan terhadap asal usul kita adalah modal besar bagi tumbuhnya kecintaan yang lebih besar atas Indonesia sebagai bangsa dan negara kita.
Bukankah pertanyaan eksistensialis yang membuat manusia tidak pernah merasa puas dalam pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan; siapakah saya, dari mana saya berasal, untuk apa saya ada, dan kemana saya nanti?
Tanah Karo secara kultural dan historikal mencakup wilayah yang diindikasikan oleh beberapa hal, yakni:
- Wilayah yang merupakan asal suku Karo
- Wilayah yang didirikan oleh orang Karo
- Wilayah yang direbut dan dikuasai secara permanen oleh suku Karo
- Wilayah yang dimana secara luas berlaku adat Karo, baik bahasa, tulisan atau kebiasaan-kebiasaan Karo lainnya
Merujuk hal itu, maka Tanah Karo secara kultural dan historikal sesungguhnya meliputi wilayah di Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kota Binjai, Kota Medan, sebagian wilayah Simalungun, sebagian wilayah Dairi, sebagian wilayah Serdang Bedagai, sebagian wilayah Tebing Tinggi, dan beberapa wilayah Aceh.
Batas-batas wilayah itu juga bukan secara administratif tetapi merupakan batas kultural dengan beberapa wilayah tradisional di tempat-tempat tersebut diatas, yakni wilayah Tapanuli, Tanah Melayu dan Tanah Aceh. Interaksi orang Karo juga sangat intens dengan orang Melayu, Tapanuli dan Aceh, yakni orang Alas, Singkil dan Kluet.
Menurut catatan sejarah, suku asli pertama yang mendiami kota Medan bahkan adalah orang Karo. Kota Medan didirikan oleh seorang putra Karo bernama Guru Patimpus Sembiring Pelawi.
Populasi orang Karo saat ini lebih kurang 959.000 jiwa, terkonsentrasi signifikan secara domisili di Kabupaten Karo, Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat.
![Foto Gadis Karo sekitar tahun 1925, koleksi Tropenmuseum, Belanda (sumber: wikipedia)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/15/88px-collectie-tropenmuseum-een-karo-batak-vrouw-in-traditionele-kleding-tmnr-60016026-5c151133ab12ae12fc65ec22.jpg?t=o&v=770)
Berbicara tentang sungai, Tanah Karo merupakan hulu dari beberapa sungai primer yang mengalir di Sumatera hingga bermuara ke Selat Malaka di pantai Timur Sumatera, antara lain Sungai Lau Biang, Lau Bengap, Lau Borus, dan Lau Gunung. Mungkin persebaran orang Karo hingga ke Siak Riau juga mengikuti arah aliran sungai ini, dan membangun tempat-tempat tinggal hingga menguasai wilayah-wilayah di sekitar sungai-sungai tersebut.
Maka tidak mengherankan kalau peradaban manusia sejak zaman dulu kala dikenal sebagai peradaban sungai, seperti peradaban Mesopotamia di sekitar lembah sungai Eufrat dan Tigris, peradaban lembah sungai Nil di Mesir, peradaban lembah sungai Yang Tze Kiang Di Tiongkok, peradaban lembah sungai Indus di India, peradaban lembah sungai Mekong di Thailand, dan sebagainya.
Lagi menurut Brahma Putra, sejarah mencatatkan bahwa raja terakhir Suku Karo di Aceh Besar bernama Manang Ginting Suka.
![Orang Karo zaman dulu dilatari Rumah Adat Karo (sumber foto: wikipedia)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/15/220px-collectie-tropenmuseum-de-bekende-karo-batak-schaker-si-narser-met-zijn-vrouw-karolanden-noord-sumatra-tmnr-10005391-5c1512a743322f48bd2a15d3.jpg?t=o&v=770)
Secara demografi, pada masa kini orang-orang Karo secara signifikan berdomisili dan mewarnai kultur di berbagai daerah, seperti Tanah Pinem, Tiga Lingga dan Gunung Sitember di Kabupaten Dairi; Lau Deski, Lau Perbunga, dan Simpang Simadan di Kabupaten Aceh Tenggara; Tanjung Morawa, Sibolangit, Kutalimbaru, Deli Tua dan Biru-biru di Kabupaten Deli Serdang; dan Dolok Silau di Kecamatan Simalungun. Beberapa nama tempat-tempat itu bahkan adalah juga nama-nama desa di Kabupaten Karo. Sedangkan di Kabupaten Langkat sendiri orang-orang Karo banyak berdomisili di Bahorok, Kutambaru, Sei Bingai, Kuala, Salapan, Selesai, Batang Serangan, dan Sirapit.
Merenungkan cerita sejarah ini sebagai orang Karo, setelah sebelumya menyusuri sungai Sei Bingai seusai perayaan natal di Batu Minjah Langkat, dan kembali pulang lewat jalur Telagah menuju Kabanjahe, seperti berjalan menyusuri jalan sejarah berbungkus ritus spiritual.
![Tapal Batas Karo-Langkat di jalur Telagah (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/15/img-20181215-wa0029-5c15131f6ddcae47a7680f72.jpg?t=o&v=770)
Apa yang penting tentang ini adalah bahwa semua kita bersaudara. Tidak penting untuk berkelahi soal apa yang benar dan apa yang salah, karena sebenar-benarnya manusia adalah yang berguna bagi sesamanya.
Di ketinggian 1400 meter di atas permukaan laut, di bawah tugu Kuliki, batas sebelah Utara Kabupaten Karo dengan Kabupaten Langkat, di suhu 16 hingga 17 derajat celcius ini, aku setidaknya mendapat tambahan jawaban atas pertanyaan eksistensialis terkait siapa, darimana, dan untuk apa saya ada. Karena pertanyaan tentang kemana saya nanti sudah terjawab di peringatan hari natal tadi.
Di depan sana, terhampar keindahan alam pegunungan, dengan udara yang sejuk, ciri khas daerah penghasil buah dan sayuran.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI