Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menghidupi Sungai yang Dihidupi

16 Juni 2020   10:53 Diperbarui: 16 Juni 2020   11:03 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain pandemi covid-19, bancana lain yang acap menyergap kita menyangkut wilayah sungai, seperti banjir air, banjir sampah, banjir lahar, banjir limbah, dll. Pemicu bencana di atas, diantaranya anomali musim dengan curah hujan tinggi, masifnya alih fungsi lahan pertanian dan ekspansi permukiman di bantaran sungai maupun perilaku atau budaya masyarakat yang cenderung instan dan hanya memikirkan sesaat tanpa mau melihat dampak yang ditimbulkan. 

Manusia menjadi aktor dan penyokong terbesar timbulnya bencana yang selalu menyisakan airmata. Untuk itu, kita dapat turut berpartisipasi, turun tangan melakukan hal kecil, namun punya dampak besar bagi keselamatan dan keberlangsungan masyarakat dalam mengawal kehidupannya.

Pikiran dan langkah kita konsentrasikan pada sungai, sebagai salah satu nadi panguripan, utamanya di wilayah pedesaan. Meskipun demikian, kota juga memiliki sungai, yang tak kalah pelik permasalahannya dengan yang berlokasi di desa. Sungai kita meronta jika mampu bicara. Sungai sekarang sudah tercemar, yang berwarna, kotor, keruh, bau dan menggenang akibat tersumpah onggokan sampah dan limbah lainnya. 

Sungai adalah sumber kehidupan. Karena, kepadanya banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan domestik manusia, pertanian, peternakan, ekonomi juga wisata.

Sampai saat ini, persoalan klasik air yang kita hadapi, yaitu air yang terlalu banyak bisa berakibat banjir, terlampau sedikit berarti ada krisis air atau kekeringan dan air yang terlalu kotor atau tercemar yang berdampak pada kesehatan dan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, harus perlu komitmen dan upaya bersama untuk mengembalikan fungsi sungai dan bahkan mengembangkannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sesungguhnya, kotor, mampat atau meluapnya sungai bahkan rusaknya sungai lebih bergantung pada perilaku masyarakatnya sendiri. Sungai yang baik berbanding lurus dengan kelakuan warganya. Jika warganya bersikap peduli dan merawat sungainya dengan tindakan-tindakan sederhana tapi akan bermakna besar bagi anak-cucu kini dan kelak.

Semisal, tidak membuang sampah di sungai, tidak membuang zat antiseptik dan pembasmi bakteri ke sungai, tidak menggunakan bahan kimia saat mencari ikan di sungai dan menjaga tingkat kedalaman sungai. Hal ini mendorong masyarakat memiliki sungai yang bersih, sehat, tertata dan nampak indah. Di samping bakal memupus resiko bencana. Menenteramkan, manakala arus sungai menari mengalir di ruas pagi, sepanjang siang, sekujur malam bahkan di silouet subuh yang lembut tanpa diselinapi tumpukan sampah.

Menciptakan sungai yang sehat merupakan investasi masa depan. Barangkali sungai bisa saja menjadi salah satu indikator keberhasilan kinerja Pemda, jika sungainya kumuh maka dapat disimpulkan tatakelola pemerintahannya juga buruk dan sebaliknya. Penulis memimpikan sungai yang jernih, ikan-ikan bisa berenang lucu, sempadan sungai bertumbuh tetanaman yang menopang daya dukung dan daya tampung sungai da anak-anak bisa berenang secara cuma-cuma di sungai yang menjadi surga bagi anak-anak bermain.

Sudah waktunya memberdayakan sumberdaya sungai  sebagai salah satu destinasi wisata yang berefek domino pada geliat ekonomi warganya. Munculnya sekolah-sekolah sungai, seperti di kali Woro, Prambanan Klaten, Kali Pepe Solo memberi bukti masyarakat yang punya sense of belonging, menebarkan virus dan vaksin merawat dan peduli sungai.

Potensi sungai yang cukup prospektif diurus layaknya 2 sungai yang disebut terdahulu adalah Sungai Bengawaan Solo, Kali Elo, Kali Serayu, Kali Samin, Banjir Kanal Barat, dll. Kita bisa belajar banyak tentang pengembangan kawasan sungai di Klaten dan Solo. Di Jogyakarta kita bisa menimba ilmu pada kawasan sungai Winongo atau kali Code.

Upaya baik, tujuan bagus dalam perspektif sungai sebagai pusat atau sumber kehidupan ekonomi dan sosial budaya produktif, ternyata masih terdapat hambatan di lapangan, sebut saja kesadaran masyarakat dalam berprilaku sehat masih kurang dan infrastruktur yang kurang mendukung, seperti instalasi pengolahan limbah, mandi cuci kakus maupun tempat pembuangan sampah, dll juga  persoalan limbah rumah tangga dan limbah industri yang masih liar bebas menunggang sungai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun