agama hanya sebagai ladang penghasilanÂ
pabila ladang penghasilan mengalami penurunanÂ
lantas menjadikan yang lain sebagai korban dan dikambinghitamkanÂ
Di tengah klaim klaim mutlak, mereka melupakan, Â
Bahwa setiap keyakinan adalah hasil interpretasi, Â
Bukankah setiap tafsir juga bisa cacat dan terbatas? Â
Mengapa harus terjerumus dalam fanatisme dan dogma yang membelenggu?
Diatas panggung sandiwara dengan penampilan drama dengan klaim perpecahanÂ
Apakah dalang terjebak dalam cakar eksklusivitas? Â
Atau kebenaran-Nya tersebar dalam keberagaman?
Melebihi batas-batas klaim yang kita buat dan pertahankan?
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!