إذا مات العالم ثلم في الإسلام ثلمة لا يسدها الا خلف منه
Artinya “Jika satu ulama wafat, maka ada sebuah lubang dalam Islam yang tak dapat ditambal kecuali oleh generasi penerusnya”.
Menurut penulis, pada terjemahan إذا مات العالم terjemahan yang paling tepat adalah “jika seorang ulama meninggal”. Dan pada kalimat لا يسدها yang semulanya diterjemahkan “tidak dapat ditambal” menurut saya pemilihan kata nya pada terjemahan itu tidak tepat, seharusnya kata yang sesuai ialah “tidak dapat ditutupi”. Kesimpulannya terjemahan yang tepat adalah “Jika seorang ulama wafat, maka ada sebuah lubang dalam Islam yang tidak dapat ditutupi kecuali oleh generasi penerusnya”.
Penerjemahan pada teks diatas termasuk kedalam kategori penerjemahan teks keagamaan, dan metode yang dipakai dalam menerjemahkan perkataan Ali bin Abi Thalib RA diatas ialah metode penerjemahan kata demi kata. Mengapa dikatakan penerjemahan kata demi kata, karena penerjemah hanya mencari padanan kata bahasa sumber dalam bahasa sasaran tanpa megubah susunan kata dalam terjemahannya. Dengan kata lain, susunan kata dalam kalimat terjemahan sama persis dengan susunan kata dalam kalimat aslinya.
Melalui metode ini penerjemahan dilakukan antarbaris. Terjemahan untuk tiap kata berada di bawah setiap bahasa sumber. Urutan kata bahasa sumber dijaga dan dipertahankan. Kata diterjemahkan satu demi satu dengan makna yang paling umum tanpa mempertimbangkan konteks pemakaiannya. Kata yang berkonteks budaya diterjemahkan secara harfiah pula. Metode ini digunakan untuk memahami cara operasi bahasa sumber dan untuk memecahkan kesulitan nas, sebagai tahap awal kegiatan penerjemahan.
Maka dari penjelasan diatas, saya berpendapat penerjemahan pada perkataan Ali bin Abi Thalib RA telah spesifik dan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam penerjemahan teks berbahasa arab dan teks keagamaan.
Lalu apa yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dari perkataan Ali bin Abi Thalib diatas, Meninggalnya ulama adalah musibah yang tak tergantikan, dan sebuah kebocoran yang tak bisa ditambal. Wafatnya ulama laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagi saya daripada meninggalnya satu orang ulama.
Wafatnya ulama akan berpotensi melahirkan wafatnya dunia, dalam pengertian menjadi gelapnya jiwa-jiwa manusia, Kematian seorang ulama adalah kebocoran di dalam Islam dan tidak bisa ditutup meskipun malam dan siang datang silih berganti.
Sayyidina ‘Abdullah bin Mas’ud r.a. dalam sebuah riwayat mendorong manusia untuk mendekati para ulama dan mengambil keberkahan ilmu mereka, dan karena ilmu hanya dapat diraih dengan belajar. Para syuhada juga disebutkan kelak sangat cemburu dengan kedudukan para ulama kelak di Hari Kebangkitan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Terjemah Ihya’ Ulumuddin Jilid V. Semarang: CV Asy-Syifa, 1994