Mohon tunggu...
Tendra
Tendra Mohon Tunggu... Jurnalis - Penggiat Jurnalisme di Jakarta

Akun milik Tendra di Kompasiana yang juga berkontribusi sajikan tulisan menarik pada beberapa blog, diantaranya ProDaring, semoga konten yang dibagikan bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sukacita Anak-anak Genius Rayakan HAN

24 Juli 2018   14:12 Diperbarui: 26 Juli 2018   22:17 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pasuruan, 23/7 (Kompasiana) - Sebanyak 3.000 anak dari berbagai usia terlihat ceria merayakan puncak peringatan Hari Anak Nasional 2018 yang diselenggarakan di Kebun Raya Purwodadi, Pasuruan, Jawa Timur, Senin.

Mengenakan kaos putih bertuliskan GENIUS dan dihibur lagu-lagu daerah dari kelompok paduan suara yang mengenakan pakaian adat dari seluruh Indonesia, mereka memainkan mainan "kitiran" atau baling-baling secara serempak sehingga suaranya bergemuruh.

Mereka bersuka cita merayakan hari yang didedikasikan sebagai pengingat pemenuhan hak dan perlindungan anak di Indonesia. Suara "kitiran" semakin bergemuruh ketika Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise memasuki arena puncak peringatan Hari Anak Nasional 2018.

Tema peringatan Hari Anak Nasional 2018 adalah "Anak Indonesia, Anak GENIUS (Gesit, Empati, Berani, Unggul, Sehat)", sikap-sikap yang harus dimiliki anak untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia.

Anak Indonesia haruslah anak yang gesit dalam bertindak dan berpikir, memiliki empati atau keinginan untuk menolong sesama, merasakan apa yang orang lain rasakan dan menghargai perbedaan.

Selain itu, anak Indonesia juga harus berani dalam bertindak. Karena setiap anak adalah istimewa, maka anak Indonesia harus unggul di bidangnya masing-masing serta sehat.

Dalam sambutannya, Yohana berpesan kepada anak-anak yang menghadiri puncak Peringatan Hari Anak Nasional 2018 untuk menggunakan waktu sebaik-baiknya. "Gunakan waktu sebaik-baiknya untuk belajar. Namun, harus ada juga waktu khusus untuk bermain dan berkreasi," kata Yohana.

Yohana mengatakan belajar adalah tugas anak-anak. Dia berharap anak-anak menghabiskan masa anak-anak dengan belajar dan bermain dan tidak buru-buru menikah.

"Kita harus cegah perkawinan dini. Anak-anak tugasnya belajar karena kalian adalah masa depan bangsa ini," tuturnya.

Menurut Yohana, belajar, bermain dan berkreasi merupakan bagian dari hak anak yang harus dipenuhi. Negara menjamin hak-hak anak melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang tersebut telah dua kali diubah melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2012 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo yang berhalangan hadir mengirimkan rekaman video untuk menyapa anak-anak yang merayakan Hari Anak Nasional 2018 di Pasuruan yang ditayangkan melalui layar besar.

"Saya senang melihat anak-anak cerah, ceria dan senang. Pasti senang bertemu dengan teman-teman dari seluruh Indonesia," katanya.

Kepada anak-anak, Presiden berpesan agar jangan lupa belajar, tetapi juga jangan lupa bermain. Kesempatan mengikuti peringatan Hari Anak Nasional 2018 harus dimanfaatkan untuk berkenalan dengan teman-teman baru.

Presiden juga berpesan anak-anak tidak lupa berolahraga agar menjadi anak yang sehat. Anak-anak bisa melakukan olahraga apa pun yang disukai.

"Yang senang bulutangkis, sepakbola, renang dan olahraga lainnya, silakan dilakukan," ujarnya.

Tidak lupa, Presiden Jokowi menyampaikan ucapan selamat merayakan Hari Anak Nasional 2018.

Suara Anak Penyelenggaraan Forum Anak Nasional 2018 di Surabaya menghasilkan 10 suara anak Indonesia yang dibacakan pada puncak peringatan Hari Anak Nasional di Kebun Raya Purwodadi, Pasuruan, Jawa Timur, salah satunya tentang partisipasi anak dalam perencanaan pembangunan.

"Mendukung pemerintah untuk membuat regulasi terkait musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan) anak tingkat daerah dan merealisasikan hasil musrenbang anak tersebut," kata 68 perwakilan Forum Anak provinsi dari seluruh Indonesia saat membacakan Suara Anak.

Forum Anak Nasional 2018 juga meminta agar pemerintah memudahkan akses pelayanan akta kelahiran di daerah tertinggal, terdepan dan terluar atau 3T, serta mengajak keluarga Indonesia untuk meningkatkan pengasuhan terhadap anak dan pengawasan terhadap tayangan yang tidak layak anak.

Isu perkawinan anak juga menjadi perhatian Forum Anak Nasional 2018. Mereka meminta pemerintah untuk menyelaraskan peraturan perundang-undangan mengenai batas minimal usia perkawinan.

Forum Anak Nasional 2018 ternyata juga menaruh perhatian terhadap isu pemanasan global, dengan komitmen untuk mengurangi penggunaan plastik.

"Forum Anak bersama pemerintah berkomitmen untuk membatasi penggunaan plastik sekali pakai dan mendayagunakan sampah plastik untuk di daur ulang di Indonesia," tutur mereka.

Terkait perundungan, Forum Anak Nasional 2018 menyatakan menolak segala bentuk perundungan, baik yang dilakukan di sekolah, lingkungan masyarakat maupun media sosial.

Sedangkan di bidang kebudayaan dan pendidikan, Forum Anak Nasional 2018 meminta pemerintah menyediakan fasilitas peningkatan kebudayaan agar anak Indonesia dapat melestarikan nilai budaya dan mendukung penerapan wajib belajar 12 tahun.

"Mendukung pemerintah mengoptimalkan anggaran untuk pendidikan serta mempermudah sistem masuk sekolah," kata mereka Anak berkebutuhan khusus dan anak berhadapan dengan hukum pun tidak luput dari perhatian Forum Anak Nasional 2018.

Mereka meminta pemerintah untuk memeratakan fasilitas bagi anak berkebutuhan khusus agar dapat mengurangi diskriminasi.

"Forum anak, masyarakat dan pemerintah bekerja sama untuk menunjang masa depan anak berhadapan dengan hukum," kata mereka.

Jangan Seremonial Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan peringatan Hari Anak Nasional jangan sekadar seremonial tetapi harus menjadi momentum untuk perbaikan dan pemajuan perlindungan anak.

"Apalagi, upaya pemajuan perlindungan anak dewasa ini dihadapkan pada beberapa tantangan, misalnya literasi digital yang masih lemah, komitmen masyarakat, radikalisme dan pemimpin daerah yang responsif terhadap anak," kata Susanto.

Susanto mengatakan masyarakat saat ini hidup di abad digital. Literasi digital yang masih lemah menyebabkan anak-anak terpapar muatan-muatan buruk secara tidak terkendali di internet.

Komitmen masyarakat yang masih rendah terhadap perlindungan anak juga terlihat dari upaya-upaya memanfaatkan anak-anak untuk kepentingan sesaat dan jangka pendek yang jelas merugikan anak-anak.

Menurut Susanto, hal itu tidak boleh terjadi. Apalagi, diperkirakan jumlah anak mencapai 87 juta jiwa, sepertiga dari jumlah penduduk di Indonesia.

Selain itu, Susanto menilai upaya-upaya memasukkan paham radikalisme di kalangan anak-anak juga menjadi ancaman yang serius. Apalagi, upaya-upaya tersebut mulai sulit dideteksi oleh orang-orang dewasa di sekitar anak.

"Kita perlu cara khusus dan deteksi dini dengan strategi yang tidak biasa untuk membentengi anak-anak dari paham radikalisme." katanya.

Terkait kepemimpinan, Susanto melihat belum semua partai politik menyiapkan kader-kader untuk memimpin daerah yang responsif terhadap perlindungan anak. Hal itu bisa menjadi hambatan yang serius. Padahal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan perlindungan anak merupakan kewajiban daerah.

Susanto mengatakan siapa pun dan di mana pun harus memberikan kontribusi terhadap pemajuan perlindungan anak karena potret kualitas anak hari ini menentukan nasib bangsa Indonesia ke masa depan.

Hingga Juli 2018, Susanto mengatakan KPAI sudah menerima 1.885 pengaduan kasus pelanggaran hak-hak anak.

"Kasus yang paling banyak adalah anak berhadapan dengan hukum, kemudian pelanggaran hak anak dalam keluarga, pengasuhan, pornografi serta efek negatif media siber," katanya.

Kasus anak berhadapan dengan hukum terjadi saat anak menjadi korban, saksi atau pelaku tindak kejahatan. Dari pengaduan yang masuk ke KPAI, angka anak sebagai korban dan pelaku cukup tinggi. Sedangkan kasus pelanggaran hak anak dalam keluarga dan pengasuhan meliputi anak menjadi korban perebutan kuasa pengasuhan, dilarang bertemu dengan orang tua kandungnya hingga penelantaran anak.

Pelanggaran hak anak dalam kasus pornografi dan siber meliputi anak menjadi pelaku perundungan di media sosial, korban kejahatan seksual secara daring, menjadi pelaku kejahatan seksual daring dan korban pornografi. (DS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun