"Wah, Pokoknya seru! Banyak yang mama lakukan bersama mereka." Bujuk Arti agar Bintang tertarik untuk sekolah.
Bintang tersenyum sinis. Sahutnya, "Itu zaman dulu, Ma! Sekarang semua teman Bintang malas bermain."
"Teman-teman semuanya megang gawai terus main game online, begitu yang asyik?!"
"Zaman mama dan Bintang itu beda!" Ujar Bintang kesal.
Antara kagum juga kebingungan, Arti menganggap alasan anaknya cukup masuk akal. Kalau belajar berhitung, menulis dan membaca, pastilah Bintang sudah tahu lebih dulu. Buktinya nilai Bintang selalu paling tinggi. Sementara bermain permainan seperti saat Arti bersekolah dulu, sudah tidak diminati anak-anak sekarang. Ya, zaman sudah berubah.
"Bagaimana, Ma? Bintang besok tak usah sekolah, ya?" Pinta anaknya penuh harap. Wajah Bintang memelas, matanya berubah sayu.
Duh! Arti benar-benar bingung harus menjawab apa. Arti butuh bantuan Gumilang, suaminya, untuk menyelesaikan masalah ini.
Sudah dua minggu berturut-turut Bintang tak masuk sekolah. Tanpa alasan. Dalam sebulan Bintang hanya masuk delapan atau sepuluh hari saja. Arti sudah bolak-balik ke ruang guru dan kantor kepala sekolah juga kerap konsultasi ke guru BP. Hasilnya nihil. Bintang tetap mogok sekolah.
Pernah dua kali memaksa Bintang untuk masuk sekolah, setelah semua bujukan gagal. Bintang sampai Arti gendong untuk masuk dan ikut duduk di kelas menemaninya. Seharian itu pula Bintang mogok makan dan setalahnya sakit selama tiga hari. Kejadian kedua setelah Bintang dipaksa masuk sekolah, anaknya dirawat selama seminggu di rumah sakit.
"Bintang sayang, hari ini mau masuk sekolah kan?" Tanya Arti lembut sambil memainkan anak-anak rambut yang tumbuh lebat di kening Bintang.
Bintang membuka matanya dan menggeleng lemah.