Beberapa kali sudah aku menjumpaimu wahai lelaki yang Bertelanjang Dada.
Tak tampak ada yang aneh dalam dirimu.
Kecuali engkau yang selalu bertelanjang dada.
Tanpa selembar baju yang menyelimuti tubuhmu.
Kau biarkan tubuhmu terbakar matahari.
Bermandi debu jalanan yang kelam.
Hingga kau biarkan termakan oleh kerasnya kehidupanÂ
Lusuh menghitam oleh waktu.
Beberapa kali aku menjumpaimu wahai lelaki yang Bertelanjang dada.
Bersetubuh dengan waktu.
Bermandikan kerasnya kehidupan.
Menantang waktu yang semakin acuh.
Namun dibalik tubuhmu yang lusuh ituÂ
Terkandung sebuah makna yang sangat dalam.
Perjalanan hidup seorang lelaki yang mengais rejeki.
Sesuap nasi yang dapat dimakan bersama keluarganya.
Tersimpan rapi dalam balutan tubuhnya yang kelam.
Sungguh mulia laksana permata.
Wahai lelaki yang Bertelanjang Dada,Â
Terimalah hormatku padamu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H