Kalau mungkin ada award tentang pria yang tak pernah mampu mengungkapkan cinta lewat kata-kata, mungkin aku bisa meraihnya dengan mudah. Lidahku selalu kelu rasanya hanya sekedar untuk berkata 'Hei, i love you'. Yup, hanya seperti itu, tanpa ada embel-embel kata-kata manis lain apalagi beberapa baris puisi yang mungkin terlintas.
Namanya Sera, teman satu kantorku, aku di divisi IT dan dia di divisi keuangan. Aku hanya punya satu alasan ketika merasa mulai tertarik padanya, tatapan matanya menyejukkan. Ya tuhan, setiap kali tak sengaja bertatapan dengannya aku seperti disiram air es, atau mungkin aku layaknya seorang musafir yang tersesat ditengah gurun pasir ganas yang kemudian bertatapan langsung dengan oase yang pastinya bukan sekedar fatamorgana.
Cinta bisa datang karena pertemuan, aku sendiri tak pernah membantah kata-kata itu. Meeting seluruh team yang berlangsung seminggu sekali dengan konsep have fun karena selalu bertempat di kafe atau restoran hotel menjadi jadwal rutinku untuk bertemu dengannya. Memang aku dan Sera satu kantor, namun sayangnya kantor khusus untuk divisi IT dipisah dengan divisi lainnya. Si boss hanya beralasan tidak mau kalau sampai business core nya terganggu cuma karena staf divisi IT yang semuanya kaum adam malah kerjanya menggoda staf dari divisi lain yang semuanya kaum hawa. Alasan yang menyebalkan, memang, karena itu artinya aku tak bisa setiap jam kerja melihatnya berpenampilan rapi, atau hanya sekedar mengajaknya makan siang bareng di warung padang, atau hanya sekedar untuk mengajaknya hangout setiap jam pulang kantor. Jangan pernah berpikiran untuk sebuah kencan, aku tak pernah berani untuk memintanya.
***
“Mau bareng? Daripada nanti harus jalan kaki lagi..” katanya.
“Boleh” cuma itu yang bisa aku katakan ketika menjawab ajakannya untuk pulang bareng usai meeting mingguan dengan si boss dan staf lain di salah satu kafe di Cihampelas Walk. Aku berjalan beriringan dengannya tanpa banyak bersuara. Langkah kakinya cepat, tak seperti yang kusangka. Agak aneh memang, terutama untuk typical cewe seperti Sera yang bahkan dalam setahun entah pernah naik angkot atau tidak. Selama study di Bandung sampai saat ini, dia cuma tahu satu angkot jurusan Sarijadi ke ST Hall (nama lain dari Stasiun Bandung) dari sekian banyak rute angkot yang tersebar di kota dan kabupaten Bandung.
Bahkan ketika lift naik ke ataspun aku masih tak bisa berkata apa-apa, sesekali hanya mencuri pandang dari pantulan dinding lift. Sera nampak anggun, seperti biasanya. Kulihat dia memeluk macbook pronya sambil sesekali melihat angka berwarna merah itu terus bertambah. Lift yang kami naiki terus naik ke lantai berikutnya, dan nyaliku masih saja turun ketika hendak memulai percakapan dengannya.
Mobil yang dikemudikannya melaju ditengah guyuran gerimis dan kemacetan panjang di sekitar Jalan Cipaganti, aku cuma duduk sambil sesekali memperhatikan Sera yang sedang khusyuk dengan lagu-lagu John Mayer yang dia putar. Lalu lintas weekend di Bandung memang semakin parah karena banyaknya 'tamu' dari Jakarta dan sekitarnya. Jalanan yang biasanya agak macet jadi benar-benar macet ketika 'tamu-tamu' itu datang usai jam kantor selesai. Aku justru bersyukur, ini artinya ada lebih banyak waktuku untuk berdua dengannya, meskipun hampir 30 menit sudah masing-masing dari kami tak ada yang bicara.
“Liburan akhir tahun nanti mau kemana?” akhirnya hanya itu yang bisa kuucapkan untuk memecah keheningan.
“Aku mau liburan ke China, udah kangen banget sama street food yang ada disana, sekalian mau berkunjung ke kampus dulu waktu pertukaran mahasiswa”. Bibir manisnya menjelaskan namun pandangannya tetap lurus ke depan.
“Kapan?” tanyaku singkat.