"Ya, udah. Kamu naik mobil Om, aja. Â Om antar pulang. Sepedanya naikkan dari belakang"
Saya membuka pintu belakang mobil, menggeser barang bawaan, dan melipat jok tengah dan belakang agar muat untuk memasukkan sepeda anak itu.
Si anak saya suruh duduk di depan.
"Nama kamu siapa?"
Ia menyebutkan nama.
Mobil melaju. Si anak lebih banyak diam. Kepalanya disandarkan di pintu. Melihat dia kelihatan capek, saya tidak bertanya tentang dirinya. Saya pun kembali menyetir dalam sepi. Radio mobil tak bunyi. Tak ada siaran yang tertangkap disini.
Memasuki desanya dia terbangun. Dekat sebuah jalan kecil, dia meminta turun. Rumahnya masuk gang situ, katanya. Karena tak mungkin mobil masuk gang, saya menuruti permintannya. Sepeda saya turunkan. Si anak berjalan menuntun sepeda masuk gang.
Beberapa hari kemudian, saya kembali berkendara melewati desa si anak pesepeda. Awalnya tak berniat singgah, namun tiba-tiba ada rasa ingin buang air kecil. Saya putuskan mampir ke masjid.Â
Keluar dari toilet masjid, saya melihat ada jalan kecil di sebelah masjid. Di seberangnya adalah kompleks pemakaman. Saya ingat-ingat ini adalah gang tempat si anak pesepeda minta turun. Rasa ingin tahu dan ingin mengenal si anak timbul. Saya berjalan menyusuri gang. Di rumah pertama saya bertanya alamat si anak. Â Si empunya rumah terkejut.
"Bapak bertemu di mana?" tanyanya.
Saya bercerita singkat saat saya menolongnya tempo hari.