Mohon tunggu...
Teguh Prasetio
Teguh Prasetio Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Prodi Manajemen dan Jaya Launch Pad-Universitas Pembangunan Jaya

Sangat menyukai mendiskusikan dan membahas kewirausahaan, manajemen, inovasi sosial. Gemar mendengarkan musik dan nonton film dokumenter.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Wirausaha Sosial dan Masalah Sosial

29 Juli 2022   12:53 Diperbarui: 29 Juli 2022   13:04 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahap terakhir adalah melakukan evaluasi atas pengukuran yang dibuat. Disini dilakukan pengujian kecocokan dan kelayakan pengukuran melalui berbagai tingkatan purwarupa (Ishigaki & Sashida, 2013).

Inovasi sosial yang mampu diwujudkan akan menjadi katalisator utama untuk memecahkan masalah-masalah social yang ada. Inovasi social memungkinkan tumbuhnya partisipasi masyarakat dan tergerak untuk memecahkan masalah social yang ada.

Jenis-jenis Wirausaha Sosial

Istilah wirausaha sosial dan kewirausahaan sosial, untuk pertama kalinya digunakan di dalam kepustakaan perubahan sosial pada tahun 60an dan 70an. Istilah ini kemudian semakin dikenal luas pada tahun 80an dan 90an setelah dipromosikan oleh pendiri Asoka, Bill Drayton (Baporikar, 2015: 3).

Penelitian Samuelsson & Witell (2019) mengategorikan wirausaha sosial sebagai individu-individu yang terlibat secara proaktif dalam inovasi sosial, yang memiliki perbedaan tipologi wirausaha sosial (social entrepreneurs), setidaknya ada tiga (3) jenis social entrepreneurs:

  • The Discoverer (Sang Penemu): wirausaha sosial tipe ini merasa mereka harus menggunakan pengetahuan maupun ketrampilannya supaya dapat menanggapi dengan jauh lebih baik daripada tantangan pekerjaan sehari-hari.
  • The Seeker (Sang Pencari): wirausaha sosial ini merasa bahwa bekerja ala kadarnya bukanlah yang mereka ingin lakukan. Wirausaha jenis ini selalu mencari jatidiri baik di dalam organisasi maupun dalam kehidupan pribadinya.
  • The Ranger (Sang Penjaga): wirausaha sosial ini mirip karakteristiknya dengan The Seeker, namun mereka memiliki kompetensi dalam memberi kontribusi secara jauh lebih banyak daripada hanya sekedar citra diri saja.

Zahra et al. (2009) mengusulkan 3 tipologi kewirausahaan sosial yang oleh Betts, Laud & Kretinin (2018) digambarkan sebagai berikut:

tabel-wirausaha-sosial-62e3750508a8b5561c44762a.jpg
tabel-wirausaha-sosial-62e3750508a8b5561c44762a.jpg
Ketiga jenis kewirausahaan sosial di atas sangat relevan untuk dapat diterapkan pada situasi di Indonesia saat ini. Berbagai tipe wirausaha sosial membawa implikasi adanya kebutuhan dukungan yang berbeda pada berbagai tahapan proses inovasi sosial. Lebih lanjut, manakala dikaitkan dengan institusi/lembaga, maka pihak yang terkait dengan platform inovasi sosial perlu memahami mekanisme pendampingan dan pengelolaan wirausaha sosial dalam keseluruhan proses.

Kewirausahaan sosial, menurut Ebrashi (2013) merupakan proses yang meliputi:

  • pencarian terus-menerus hal-hal yang akan membatasi secara kelembagaan dan sosial yang merujuk kepada kesalahan pasar dalam mendistribusikan barang publik secara adil,
  • mengeksperimenkan berbagai ide,
  • menetapkan organisasi-organisasi sosial yang inovatif,
  • memiliki luaran dan dampak sosial yang jelas,
  • menjalankan aktivitas demi mencapai luaran dan dampak sosial tersebut,
  • bekerja bagi pertumbuhan organisasi sosial,
  • memakai indikator-indikator spesifik bagi pengukuran keberhasilan organisasi mencapai dampak sosial yang ditetapkan.

Identifikasi Masalah Sosial

Trevino (2019) telah menguraikan pengertian masalah sosial sebagai suatu kondisi sosial, peristiwa, atau pola perilaku yang dapat memengaruhi kesejahteraan orang lain secara negatif dan diyakini bahwa kondisi, peristiwa, maupun pola perilaku tersebut perlu diperbaiki maupun diubah. Berdasar pemahaman tersebut, maka ketika kondisi sosial, peristiwa atau pola perilaku tidak berpengaruh negatif kepada orang lain, hal tersebut bukan menjadi masalah sosial. Untuk itu, identifikasi masalah sosial perlu dilakukan secara cermat dan hati-hati, agar solusi yang akan diberikan juga efektif.

Masalah sosial sendiri, bisa meliputi aspek objektif, maupun aspek subyektif (Trevino, 2019). Aspek objektif merupakan kondisi-kondisi maupun fakta-fakta empiris yang secara konkret merujuk kepada masalah sosial di luar sana. Sementara aspek subyektif mengacu kepada proses orang menggambarkan/mendefinisikan masalah sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun