Tahap terakhir adalah melakukan evaluasi atas pengukuran yang dibuat. Disini dilakukan pengujian kecocokan dan kelayakan pengukuran melalui berbagai tingkatan purwarupa (Ishigaki & Sashida, 2013).
Inovasi sosial yang mampu diwujudkan akan menjadi katalisator utama untuk memecahkan masalah-masalah social yang ada. Inovasi social memungkinkan tumbuhnya partisipasi masyarakat dan tergerak untuk memecahkan masalah social yang ada.
Jenis-jenis Wirausaha Sosial
Istilah wirausaha sosial dan kewirausahaan sosial, untuk pertama kalinya digunakan di dalam kepustakaan perubahan sosial pada tahun 60an dan 70an. Istilah ini kemudian semakin dikenal luas pada tahun 80an dan 90an setelah dipromosikan oleh pendiri Asoka, Bill Drayton (Baporikar, 2015: 3).
Penelitian Samuelsson & Witell (2019) mengategorikan wirausaha sosial sebagai individu-individu yang terlibat secara proaktif dalam inovasi sosial, yang memiliki perbedaan tipologi wirausaha sosial (social entrepreneurs), setidaknya ada tiga (3) jenis social entrepreneurs:
- The Discoverer (Sang Penemu): wirausaha sosial tipe ini merasa mereka harus menggunakan pengetahuan maupun ketrampilannya supaya dapat menanggapi dengan jauh lebih baik daripada tantangan pekerjaan sehari-hari.
- The Seeker (Sang Pencari): wirausaha sosial ini merasa bahwa bekerja ala kadarnya bukanlah yang mereka ingin lakukan. Wirausaha jenis ini selalu mencari jatidiri baik di dalam organisasi maupun dalam kehidupan pribadinya.
- The Ranger (Sang Penjaga): wirausaha sosial ini mirip karakteristiknya dengan The Seeker, namun mereka memiliki kompetensi dalam memberi kontribusi secara jauh lebih banyak daripada hanya sekedar citra diri saja.
Zahra et al. (2009) mengusulkan 3 tipologi kewirausahaan sosial yang oleh Betts, Laud & Kretinin (2018) digambarkan sebagai berikut:
Kewirausahaan sosial, menurut Ebrashi (2013) merupakan proses yang meliputi:
- pencarian terus-menerus hal-hal yang akan membatasi secara kelembagaan dan sosial yang merujuk kepada kesalahan pasar dalam mendistribusikan barang publik secara adil,
- mengeksperimenkan berbagai ide,
- menetapkan organisasi-organisasi sosial yang inovatif,
- memiliki luaran dan dampak sosial yang jelas,
- menjalankan aktivitas demi mencapai luaran dan dampak sosial tersebut,
- bekerja bagi pertumbuhan organisasi sosial,
- memakai indikator-indikator spesifik bagi pengukuran keberhasilan organisasi mencapai dampak sosial yang ditetapkan.
Identifikasi Masalah Sosial
Trevino (2019) telah menguraikan pengertian masalah sosial sebagai suatu kondisi sosial, peristiwa, atau pola perilaku yang dapat memengaruhi kesejahteraan orang lain secara negatif dan diyakini bahwa kondisi, peristiwa, maupun pola perilaku tersebut perlu diperbaiki maupun diubah. Berdasar pemahaman tersebut, maka ketika kondisi sosial, peristiwa atau pola perilaku tidak berpengaruh negatif kepada orang lain, hal tersebut bukan menjadi masalah sosial. Untuk itu, identifikasi masalah sosial perlu dilakukan secara cermat dan hati-hati, agar solusi yang akan diberikan juga efektif.
Masalah sosial sendiri, bisa meliputi aspek objektif, maupun aspek subyektif (Trevino, 2019). Aspek objektif merupakan kondisi-kondisi maupun fakta-fakta empiris yang secara konkret merujuk kepada masalah sosial di luar sana. Sementara aspek subyektif mengacu kepada proses orang menggambarkan/mendefinisikan masalah sosial.