Selain itu, kesepakatan mengenai aliran bebas produk dan jasa tentu akan memaksa produsen lokal yang tidak siap dari sisi kualitas produk dan harga untuk tutup pabrik, karna konsumen akan lebih memilih produk dengan kombinasi antara harga yang murah dan kualitas produk yang baik. Serta menarik tenaga ahli lokal menuju luar negeri dikarenakan standar insentif dan penghargaan yang diberikan negara lain lebih baik dibandingkan di Indonesia khususnya Aceh. Akibatnya pasar lokal akan dipenuhi produk impor, serta pembangunan multisektor mengalami penurunan baik dari sisi kualitas maupun kuantitas karena tenaga ahli sebagai penggerak dan actor akselerasi pembangunan keluar negeri.
Perlambatan pembangunan multisektor yang paling mengkhawatirkan adalah menurunnya kualitas kesehatan dan sumberdaya manusia. Awal dari semua ini adalah kemungkinan beralihnya tenaga professional terbaik bidang kesehatan keluar negeri karna alasan insentif. Begitupun dengan tenaga pendidik yang ahli. Sehingga sulit untuk mengatakan bahwa pasca AFTA pembangunan Aceh akan lebih baik.
Aspek positif AFTA bagi Aceh
Namun, walaupun demikian. Pemberlakuan AFTA telah final, dan bukan berarti hal tersebut hanya ditafsirkan kiamat ekonomi bagi Aceh, karna adanya beberapa ekses negatif yang dijelaskan diatas. namun keberadaan perjanjian tersebut juga memberikan peluang dengan adanya aspek-aspek positif dari keberadaannya yang akan menguntungkan bagi Aceh jika dikelola dengan baik. Salah satunya adalah luasnya daerah pemasaran (keseluruh wilayah ASEAN) bagi produk-produk unggulan Aceh, seperti kopi, sawit, dsb.Â
Selain itu pembangunan daerah-daerah terpencil akan lebih mudah dan cepat karna akan ada perusahaan-perusahaan yang mengembangkannya. Misalnya untuk area industri pertanian atau pariwisata. Tenaga kerja akan terserap lebih banyak walupun mungkin tenaga kerja lokal yang dipakai adalah tenaga kerja dibidang pekerjaaan kasar jika pemerintah tidak mengupgret kemampuan pekerja lokal.
Beberapa Rekomendasi Bagi Pemerintah Aceh
Pemerintah sebagai pelaksana dan aktor pembangunan yang memiliki kewenangan dan otoritas yang besar di Aceh dapat melakukan beberapa cara agar implikasi negative dengan keberadaan AFTA dapat direduksi semaksimal mungkin. Dalam hal ini ada beberapa hal yang direkomendasikan untuk dilakukan pemeritah Aceh.Â
Pertama menentukan produk unggulan dan terus berinovasi dalam mengembangkan serta menjaga kualitas produk tersebut, membantu mempromosikan dan menyalakan semangat nasionalisme dalam memilih produk (mengutamakan produk dalam negeri).Â
Kedua, memperkuat aspek permodalan baik dengan pola bantuan terikat dalam artian bisnis yang diberikan modal harus memenuhi target tertentu dalam waktu tertentu, atau dengan memanfaatkan perusahaan perbankan daerah seperti Bank Aceh dengan terus mengawasi serta meng-upgrade kemampuan produksi perusahaan yang dimodali tersebut.Â
Hal ini juga sekaligus berfungsi sebagai penguat perusahaan perbankan lokal. Ketiga, mengembangkan basis data yang lengkap mengenai peforma perekonomian dan menentukan bidang pembangunan prioritas, yang dilanjutkan dengan pemberian beasiswa bagi pemuda-pemudi terbaik daerah untuk mengembangkan pengetahuannya dibidang-bidang prioritas tersebut dengan pola kontrak pasca pendidikan untuk menjaga keberadaan tenaga ahli agar tetap berkarya dalam negeri. Dan Keempat, menyediakan insentif, fasilitas research dan pola penghargaan bagi tenaga ahli yang ada di Aceh. Sehingga dengan demikian diharapkan keberadaan AFTA nantinya dapat membawa keuntungan yang sebesar-besarnya bagi Aceh, dan Indonesia secara umum.
Teguh Murtazam