Mohon tunggu...
Teguh Ari Prianto
Teguh Ari Prianto Mohon Tunggu... Penulis - -

Kabar Terbaru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Literasi Membumi

29 Agustus 2022   08:40 Diperbarui: 29 Agustus 2022   08:41 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga membelakangi sebuah perpustakaan portable yang mengalami disfungsi di salah satu taman alun-alun di Kota Bandung (Dokpri)

Pakar-pakar terdahulu menyebutkan bahwa  literasi penting untuk menunjang dasar sikap manusia dalam kehidupan. Mengawali berliterasi itu adalah dengan membaca dan menulis. Upaya sadar jika literasi akan membuka keluasan cakrawala berpikir manusia sehingga manusia akan mampu memandu prilakunya di bumi.

Apa iya berliterasi itu membaca dan menulis? Dari asal katanya, literasi yaitu dari bahasa Latin "literatus", yang berarti orang yang belajar. Proses belajar dalam literasi ini berkaitan dengan aktivitas membaca dan menulis.

Seiring berkembangnya pengetahuan, para ahli memasukan  pemahaman-pemahaman literasi ke dalam aspek-aspek kehidupan lainnya sehingga "akulturasi" terjadi dan tumbuh.

Setelah akrab dengan pendekatan baca tulisnya, kini berliterasi pun menjelma bersama hadirnya kemajuan digital, finansial, numerik, sain, serta  budaya dan kewargaan.

Suatu pengertian yang didapat dari uraian di atas bahwa berangkat dari pengertian dasar lalu terjadi perimbangan oleh laju unggul keilmuan, menunjukan bahwa literasi begitu dinamis.

Corak pengertiannya semakin beragam takkala semua hal itu bersentuhan dengan praktek-praktek sosiologis dan akademis.

Begitu vital dan pentingnya literasi dalam kehidupan, dinilai telah mampu menggugah banyak pihak untuk selalu mendekatkan pemahaman literasi  dengan keseharian manusia.

Entah itu prosesnya melalui kebijakan oleh para decision maker, penyediaan fasilitas oleh pelaksana utama kebijakan seperti  pemerintah, upaya-upaya pengadaan sarana oleh pihak swasta, giat kerelawanan kelompok masyarakat tertentu hingga usaha individu-individu yang peduli dan seterusnya.

Jika dirunut satu persatu, akan ada banyak pihak yang bisa menunjukan bahwa dirinya peduli dengan literasi, peka terhadap pentingnya kualitas membaca masyarakat hingga praktek-praktek baik yang ditunjukan atau dikemas sehingga mampu membentuk gambaran ideal bagaimana seharusnya kita berliterasi.

Stakeholder pengembangan literasi di Kota Bandung misalnya, menelurkan suatu kreasi bagaimana literasi bisa membumi.

Ramainya kota, terbukanya ruang-ruang sosial serta tingginya interaksi warga diruang publik, oleh sebagian pihak,  kondisi itu dicermati akan mampu dijadikan kesempatan praktek berliterasi kepada khalayak umum.

Suatu cara misalnya adalah menghadirkan perpustakaan portable atau kotak-kotak baca sederhana agar publik mampu menjangkau sumber-sumber literasi dengan mudah.

Lapak-lapak baca juga suatu saat nampak berderet diruang-ruang terbuka seperti taman atau alun-alun kota lengkap dengan layanan pegiatnya.

Bahkan ada juga safari-safari literasi dari kampung ke kampung guna menjangkau sudut-sudut rutinitas warga agar tetap mampu berpraktek literasi.

Mengemas tema-tema khusus untuk dilahap publik lalu mendorong mereka pada suatu ruang tertentu seperti gunung, lokasi berkemah, galeri bahkan warung kopi sekalipun. Mereka   senantiasa berinteraksi menggaungkan geliat literasi.

Tidak kalah menarik pula, ajang-ajang penilaian atau unjuk kebolehan wawasan untuk mengangkat pihak-pihak tertentu memperoleh predikat layak berliterasi.

Dengan cara-cara itu, dapat kita saksikan bagaimana literasi membumi. Upaya sadar agar kehidupan meningkat secara kualitas. Tantangan yang berkembang dapat dihadapi dengan kesigapan kepemilikan ilmu pengetahuan maju.

Optimalisasi Layanan

Kita tahu, begitu banyak pihak terpacu menghadirkan pemahaman literasi kepada khalayak publik.

Namun demikian usaha-usaha hebat itu masih saja mendapatkan sisi hambatan dari pihak lain.

Layanan literasi terkadang jauh panggang dari api. Berbagai problem menghambat laju usaha pihak terkait sejalan dengan problema sosial yang berjalan diperkotaan.

Vandalisme salah satunnya, dinilai menghancurkan semangat pembumian literasi.

Fasilitas literasi publik yang terpampang di area terbuka sering mendapat "sentuhan" tangan-tangan jahil pihak tertentu sehingga menurunkan nilai fungsi dan estetika fasilitasnya.

Aksi vandalisme kotak baca publik. Photo: Antara
Aksi vandalisme kotak baca publik. Photo: Antara

Disusul belum optimalnya kinerja mereka yang diberi tanggung jawab dalam mengelola barang inventaris literasi publik karena minimnya daya dukung kemampuan pengelolaan sehingga sarana literasi rakyat mengalami disfungsi.

Kompleksitas persoalan menyertai proses layanan pembumian literasi. Seringnya hal itu terinventarisasi namun bersama itu pula masalah-masalah susulan datang.

Terjebaknya sarana literasi publik dalam status disfungsi semacam itu, sangat menggambarkan bahwa belum optimalnya layanan penyadaran tentang pentingnya kita berliterasi.

Sudah menjadi suatu konsekuensi jika optimalisasi layanan literasi ini perlu kita dorong bersama. Semuanya kita dorong sampai kepada capaian kualitas tertentu.

Dengan meningkatnya  kualitas literasi masyarakat, kita yakin bahwa kehidupan bangsa ini akan terdongkrak naik dan maju. Salam literasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun