Mohon tunggu...
Teddy Wijaya
Teddy Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Pemula

Seorang Mahasiswa di Universitas Tanjung Pura Pontianak jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Anak tunggal, Hoby membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Persahabatan

11 Juli 2018   06:57 Diperbarui: 11 Juli 2018   07:06 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namaku Willyanto, aku adalah anak yang pendiam dan pemalu, inilah yang membuat teman-teman kumenjahili aku. Namun aku memiliki seorang sahabat yang selalu berada didekatku. Saat aku sedang kesusahan, sahabatku membantuku.

Dicki : "Eh will, kamu kenapa kok sedih? Kalau kamu ada masalah, ngomong saja. Mungkin aku bisa  bantu."

Willyanto : "Ini Dik, uang SPPku belum dibayar nih. Sudah telat 5 bulan, Aku takut nanti tidak boleh sekolah lagi."

Dicki : "Oh, tenang saja Will. Kita kan bisa ngamen di rumah makan dekat sekolah kita, nanti uang yang terkumpul kita gunakan untuk membayar uang SPPmu."

Willyanto : "Tapi..... aku malu Dik, aku takut nanti dikejar lagi sama petugas satpol pp. Dikiranya kita pengemis jalanan lagi."

Dicki : "Udaaah nggak usah takut, kalau ada polisi cepat-cepat kita kabur. Ambil langkah seribu."

Willyanto : "Okelah, aku percaya padamu Dik."

Malamnya, mereka  pun pergi kerumah makan  didekat sekolah mereka. Disana mereka mengamen dengan gembira, tanpa ada rasa malu dan takut akan ancaman polisi yang biasa patroli disekitaran tempat itu.

Willyanto : "Permisi pak...bu... Kami mau numpang ngamen ya."

Dicki : "........................................................................................................"

Willyanto : "..................................................................................."

          Saat sedang asik-asiknya menyanyi, terdengar suara gebrakan dari luar. BRAAAK!!! Ternyata satpol pp yang berjaga didekat rumah makan itu datang karena mendengar mereka bernyanyi mungkin terlalu keras karena mereka terlalu bersemangat bernyanyi agar mendapatkan banyak uang.

Wanda : "Hei, kalian.. kenapa ngamen disini? Nggak tahu apa kalau disini dilarang ngamen?" (sambil menjewer telinga Willy)

Willyanto : "A..aa..duh.. Pak ampun."

Maulana : "Kenapa kalian ngamen disini haaaah?!?!?"

Dicki : "Maaf pak, kami nggak tahu kalau ada bapak."

Maulana : "Kalian ini.... bukannya sekolah malah ngamen disini."

Willyanto : "Ini kan udah malam pak, mana ada orang sekolah malam-malam."

Wanda : "Sudah jangan banyak omong kamu, cepat pergi dari sini!"

Dicki : "Jangan kasar dong pak."

Maulana : "Kami memang diharuskan tegas kepada gembel seperti kalian."

Willyanto : "Waaaaaaaahhh...... kami bukan gembel kok pak."

Wanda : "Kalau bukan gembel, terus apa?? Pedagang kaki dua?" (semakin menarik jewerannya ditelinga willy)

Dicki : "Kami adalah siswa yang mencari nafkah pak."

Wanda : "Ya sudah, kalian berdua pergi dari sini. Cepat!!" (dengan nada membentak)

          Malam itu mereka kurang beruntung karena ketahuan oleh petugas satpol pp. Namun mereka tidak patah semangat, mereka terus bekerja hingga sanggup membayar sppnya.Tidak hanya dalam situasi seperti itu saja mereka saling membantu, tapi saat salah satu ada yang sakit mereka selalu pergi menjenguknya.

Willyanto : "Assalamu'alaikum pak, dikinya ada?"

Putra : "Wa'alaikumsallam, iya Dicki ada didalam. Kamu Willy ya? Silahkan masuk."

Willyanto : "Iya pak, Dicki sakit apa ya pak???."

Putra : "Haaah.... dia.. sakit nak." (sambil menghela nafas panjang)

Willyanto : "Iya paaak, tapi sakit apa?"

Putra : "Dia sakit perut, karena kebanyakan makan sambal."

Willyanto : "Astaghfirullah Hal Azim, saya turut berduka ya pak."

Putra : "Emangnya anak saya sudah mati?? Ngeselin aja nih anak." (dengan nada marah)

Willyanto : "Seloow aja pak, jangan diambil hati dong." (dengan wajah pucat)

Putra : "Ya sudah!! Ikut saya."

Willyanto : "I..ii...iiyy..yaaa pp..paak." (dengan gagapnya)

Putra : "Dicki, ada temanmu datang nih." (sambil membuka pintu kamar)

Dicki : "Willy ya pak?"

Putra : "Iya."

Willyanto : "Eh Dick, bagaimana kabarmu? Sudah baikan? Kamu sakit apa sih?"

Dicki : "Alhamdulillah sudah Will, aku sakit perut tadi. Jadi nggak bisa sekolah."

Willyanto : "Oh....memangnya kenapa? Kok bias sakit perut?"

Dicki : "Kemarin, aku makan bakso di kantin sekolah. Lalu, saat aku ingin menambahkan saus sambal ternyata kebanyakan. Jadi, rasanya pedas sekali."

Willyanto : "Makanya, jangan suka makan sambal banyak-banyak. Jadinya kan begini."

Dicki : "Iya."

Putra : "Dengar tu, kata temanmu. Jangan ngeyel kalau dibilangin sama orang tua."

          Persahabatan mereka tidak hanya dalam hal itu saja, tapi dalam hal pelajaran juga mereka selalu saling membantu saat kesusahan.

Teddy : "Baiklah anak-anak, bapak akan memberikan 1 soal kepada kalian. Siapa yang bias menjawab, akan bapak berikan nilaiA+ di raportnya."

Dicki : "Siap pak!!!" (jawab dicki dengan suara lantang)

Teddy : "Hmm... awas ya Dicki, kalau tidak bisa. Karena suaramu paling lantang."

Willyanto : "Sombong kamu Dick!!" (dengan nada kesal bercampur marah)

          Soal yang diberikan adalah soal matematika tentang Algoritma, Dicki dan aku berusaha terus untuk mencoba menyelesaikan soal yang diberikan dari pak guru. Aku mengerjakan soal itu hingga bercucuran keringat membasahi bajuku, aku dan Dicki merasakan bagaimana sulitnya soal dari pak guru ini.

Willyanto : "Aduuuh dick, ini susah sekali. Seperti tidak bias diselesaikan saja."

Dicki : "Iya nih, kok susah sekali ya? Ya sudah Will, kita lambaikan tangan saja ke bapak.Tanda bahwa kita udah nggak kuat."

Willyanto : "Emangnya kamu kira ini acara MASIH DUNIA SETAN? Sudahlah, kita minta ajarkan pak guru saja."

          Mereka pun mendatangi pak guru yang sedang duduk-duduk dimejanya.

Dicki : "Pak, ini caranya bagaimana ya? Kok nggak bias diselesaikan?"

Teddy : "Oooh, bisa kok. Sini, bapak ajarkan."

Willyanto : "Oooch! Begitu pak? Terima kasih ya pak."

Teddy : "Iya sama-sama, kalian berdua memiliki bakat yang sangat luar biasa dibidang akademik. Teruslah belajar untuk masa depan kalian yang lebih cerah ya."

Dicki : "Baik pak."

          Seperti itulah persahabatan ku bersama Dicki, kami selalu bersama dalam suka maupun duka. Namun, kami memiliki jalan hidup masing-masing. Dicki memilih untuk menjadi anggota TNI AU, sedangkan aku memilih menjadi POLRI. Namun persahabatan kami tidak akan pernah pudar oleh waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun