Contoh media penyiaran komunitas yang sudah menggunakan internet sebagai platform alternatif adalah MBS FM (radio komunitas milik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang) dan Binus TV. Keduanya sama-sama menggunakan Youtube sebagai platform penyebaran siarannya.
Menurut Ferdhi, internet dapat membuka peluang yang begitu besar bagi keberlangsungan media komunitas di masa depan. Peluang tersebut muncul dari tren media baru yang mengalami peningkatan akibat turunnya antusias publik terhadap media-media massa konvensional seperti koran, radio, dan televisi.
Selain media internet, saat ini kita juga sering mendengar gaung soal siaran digital. Wacana tersebut sudah bergulir sejak tahun 2008 silam. Tepatnya saat pemerintah - melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi - berencana akan mematikan siaran TV analog dan berpindah ke siaran TV digital. Namun sampai sekarang, sistem siaran TV di Indonesia belum beranjak betul ke digital karena beberapa stasiun TV swasta belum sependapat soal kapan analog switch off (ASO) dilakukan.
Pertanyaannya, apakah siaran komunitas bakal selalu mendapat manfaat positif dari penyiaran digital? Belum tentu.
Stasiun TV komunitas yang bersiaran digital akan mendapatkan keunggulan siaran TV digital pada umumnya. Siaran digital memiliki kualitas audio visual serta penerimaan siaran yang lebih baik ketimbang siaran analog.
Masalahnya, pemilik izin multiplekser (lembaga yang menampung beberapa siaran TV dalam satu frekuensi) yang direstui pemerintah kebanyakan adalah perusahaan swasta yang juga memiliki jaringan medianya masing-masing.
Dikhawatirkan, TV lokal dan TV komunitas akan kesulitan dalam mendapatkan slot siaran di frekuensi milik multiplekser. Mulai dari biaya sewa per tahun, hingga aturan lainnya. Posisi mereka yang lemah sangat riskan di tengah model bisnis TV digital yang mengharuskan stasiun TV untuk menyewa slot di pemilik frekuensi multiplekser.
Perlu diketahui, satu frekuensi digital bisa menampung siaran TV sampai 6 hingga 12 saluran. Hal tersebut tergantung dari kualitas siaran yang dipancarkan. Jika semua slot siaran TV-nya memiliki resolusi HD (High Definition), maka satu frekuensi hanya bisa menampung 6 saluran saja. Sedangkan kalau semua slot siaran resolusinya SD (Standard Definition), satu frekuensi bisa menaungi sampai 12 saluran.
Sampai tulisan ini diterbitkan, ada 5 penyelenggara multiplekser TV digital yang bersiaran di Jabodetabek, yaitu TVRI, Media Group, VIVA, RTV, BSTV (Beritasatu), dan Trans Media. Sementara itu, hanya Trans Media saja yang belum menyewakan slot dalam frekuensinya untuk siaran TV lain.
Tak hanya TV lokal dan nasional, TV komunitas pun sudah ada yang bersiaran di frekuensi digital, yaitu UGTV milik Universitas Gunadarma. Mereka menggunakan slot milik Media Group di Jabodetabek. Hal tersebut bisa jadi kabar baik bagi TV komunitas lain yang ingin mengudara di frekuensi terestrial, apalagi daerah yang dijangkau siarannya bisa lebih luas.
Namun, apakah semua TV (dan radio) komunitas perlu memperluas jangkauan siarannya jika tujuan pendiriannya saja hanya untuk memenuhi kebutuhan komunitas warga di wilayah tertentu?