Mohon tunggu...
Teddy Sukma Apriana
Teddy Sukma Apriana Mohon Tunggu... Teknisi - Seorang teknisi yang nyambi jadi blogger

Memberi inspirasi untuk dijadikan referensi kehidupan, sehingga memunculkan semangat revolusi dalam hidup.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menjaga Peran Siaran Komunitas Masa Kini

20 Agustus 2020   11:17 Diperbarui: 20 Agustus 2020   11:07 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang anak didampingi orangtuanya saat melakukan pembelajaran jarak jauh lewat siaran TV sekolahnya | Sumber: CNN Indonesia

Selain tak boleh komersial dan jangkauan siarannya yang terbatas, media penyiaran komunitas juga terhambat oleh regulasi penerbitan izin yang ribet. Prosedur dan persyaratan dalam perizinan LPK disamakan dengan lembaga penyiaran swasta (LPS). Selain itu, mereka belum tentu bisa mendapatkan izin prinsip penyiaran (IPP) dalam waktu singkat.

Ferdhi F. Putra, dalam tulisannya di Remotivi, menuturkan bahwa radio komunitas juga harus menggunakan alat yang tersertifikasi sesuai standar pemerintah. Jika ingin menggunakan peralatan rakitan, siap-siap saja harus dibuat ribet dengan pengiriman peralatan untuk diuji serta biaya untuk melakukan uji coba (belum termasuk ongkir). Semua keribetan itu belum tentu diganjar dengan hasil yang memuaskan. Kalaupun lolos, peralatan mereka hanya mentok mendapat sertifikasi di bawah peralatan mahal.

Di luar kendala yang sudah terbaca dari karakteristiknya, media penyiaran komunitas juga memiliki masalah lain, yaitu sumber daya manusia. Khusus di TV komunitas berbasis kampus, mahasiswa-mahasiswa di kampus tersebut bisa menjadikan TV komunitas sebagai ruang belajar dan praktek jika mereka didukung oleh bimbingan profesional. Nah, untuk mendatangkan pekerja profesional, lagi-lagi memerlukan biaya juga.

Tetap Siaran Walau Nggak Cuan

Melihat semua kendala pada media penyiaran komunitas, kita semua bisa sepakat bahwa modal besar dalam pendiriannya nggak sebanding dengan hasil yang didapatkan. Meski begitu, ada satu hal yang perlu kita lihat sebagai potensi perlunya media penyiaran berbasis komunitas untuk tetap mengudara.

Dari penelitian yang dilakukan Ignatius Haryanto, dosen Jurnalistik di Universitas Media Nusantara (UMN), masih banyak warga yang menjadi pendengar radio komunitas karena adanya unsur kedekatan isi siaran (proximity) dengan kehidupan masyarakat di akar rumput.

Radio komunitas di wilayah pegunungan misalnya, bisa membantu masyarakat dengan informasi yang terkait dengan pertanian, peternakan, dan komunikasi antar masyarakat. Sementara radio komunitas di wilayah pantai, dapat memberikan informasi cuaca sebagai referensi nelayan setempat menentukan waktu yang tepat untuk melaut.

Terkait dengan kondisi terkini, penelitian Ignatius menemukan bahwa kegiatan pembelajaran lewat radio bukanlah hal baru. Di beberapa wilayah, malah siswa-siswinya yang berbagi pengetahuan untuk memahami materi-materi yang diajarkan di sekolah. Jadi, jika pembelajaran daring diganti dengan pembelajaran lewat radio, anak-anak sekolah yang mendapat siaran komunitas sudah terbiasa melakukannya.

Tak hanya itu, radio komunitas di banyak wilayah juga berperan penting dalam melestarikan budaya tradisional setempat dan memberi ruang untuk para seniman lokal sebagai pengisi acara di radio komunitas.

Kalau diperhatikan lebih lanjut, media penyiaran komunitas cenderung lebih banyak di wilayah-wilayah yang jauh dari kota yang akses informasinya berlimpah. Posisi mereka di sana tak hanya menjadi alternatif, bahkan bisa menjadi media satu-satunya. Hal tersebut wajar, karena ada beberapa wilayah yang tidak terjangkau siaran TV dan radio dari kota terdekat, alias tergolong daerah blank spot.

Bisa dibilang, media penyiaran komunitas muncul dan keukeuh mengudara karena kebutuhan yang mendesak di dalam komunitas tersebut: untuk memenuhi kebutuhan informasi dan hiburan bagi komunitasnya.

Peluang Media Baru Bagi Siaran Komunitas

Tulisan Ferdhi di Remotivi menyoroti peluang yang bisa diambil oleh media komunitas melalui platform baru bernama internet. Suatu komunitas atau masyarakat akar rumput bisa membuat medianya sendiri melalui internet. Baik melalui media sosial, Youtube, podcast, serta live streaming.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun