Apa yang Harus Dibenahi?
Lalu, apa yang perlu dibenahi di dalam internal Pramuka agar kedua masalah tersebut bisa ditangani?
Menanggapi partipasi semu, salah satu solusi yang bisa ditempuh adalah mengembalikan marwah Pramuka sebagai kegiatan pendidikan yang bersifat sukarela agar terwujud pendidikan Pramuka yang humanis.
Dalam jurnalnya, Rusli menjelaskan bahwa hal tersebut perlu dilakukan agar kesukarelaan dan kemerdekaan pembina dan peserta didik sebagai manusia otonom tidak dicederai. "Sehingga pembina dan peserta didik ditempatkan sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya."
Dalam Pasal 6 Anggaran Dasar Pramuka sendiri, sudah tertulis bahwa "Gerakan Pramuka adalah organisasi pendidikan yang keanggotaannya bersifat sukarela, mandiri,..." Maka, sebenarnya kebijakan Pemerintah yang menjadikan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah sudah menyalahi Anggaran Dasar Pramuka itu sendiri.
Selain itu, anggota Pramuka saat ini harus memutus rantai dendam yang sudah terbangun selama ini akibat senioritas yang terus menerus dipupuk. Hal tersebut sekilas mudah diucapkan, tetapi terkadang ada saja alasan yang mempersulit realisasinya. Perbaikan tersebut memang harus dilakukan secara perlahan. Sehingga nantinya stigma buruk tentang Pramuka akan menghilang dan Pramuka bisa kembali diminati oleh murid-murid sekolah.
Sedangkan untuk masalah pelecehan seksual, pihak Kwartir Nasional harus mulai bertindak aktif dalam mengedukasi anggota mudanya agar mewaspadai tindak kejahatan tersebut. Pengawasan ketat dalam perekrutan anggota dewasa juga perlu dilakukan agar orang-orang yang terindikasi pedofilia tidak dijadikan sebagai pembina atau pelatih Pramuka di sekolah.
Selain itu, sebenarnya kegiatan Pramuka di Indonesia menerapkan satuan terpisah dalam metode kepramukaan. Dalam pasal 12 Anggaran Dasar Pramuka, tertulis bahwa salah satu cara belajar interaktif progresif dalam metode kepramukaan adalah dengan sistem satuan terpisah. Dimana, anggota Pramuka perempuan dibina oleh Pembina Putri dan anggota laki-laki dibina oleh Pembina Putra. Sistem tersebut juga berlaku dalam kegiatan kepramukaan, terutama dalam kegiatan perkemahan.
Oleh karena itu, penegakan sistem tersebut di semua gugus depan Pramuka yang ada di seluruh Indonesia menjadi hal yang sangat diperlukan.
Sebagai orang tua murid, ada beberapa tindakan yang bisa dilakukan agar buah hatinya dapat terhindar dari tingkah laku oknum yang hendak melakukan pelecehan seksual. Psikolog perkembangan anak, Dr. Andrea Bastiani Archibald, dalam artikel yang dirilis oleh US Girl Scouts (organisasi kepanduan putri Amerika Serikat) beberapa waktu lalu, mengingatkan para orangtua agar mereka mulai mengajarkan soal izin (consent) kepada anak mereka.
"Apapun alasannya, anak berhak untuk menentukan sendiri apakah mereka mau menyentuh atau disentuh orang lain," tegas Andrea di dalam tulisan tersebut.