Mohon tunggu...
Fajar Pujianto
Fajar Pujianto Mohon Tunggu... Administrasi - SKM Indonesia

Belajar dan Berkarya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bukan Tukang Parkir!

14 Agustus 2017   13:44 Diperbarui: 14 Agustus 2017   13:49 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita sering melihat para anggota pramuka di pinggir jalan turut mengatur lalu lintas bukan? apakah mereka dibayar? Kenapa mereka berani berpanas-panasan? Lalu, mengapa mereka mau melakukan pekerjaan tersebut? sungguh, itu bukanlah pekerjaan yang mudah.

Suatu ketika saat saya menjadi anggota pramuka Saka Bhayangkara Polres Banyumas sekitar tahun 2008an. Waktu itu saya ditugaskan untuk mengamankan lalu lintas di daerah Arcawinangun Kecamatan Purwokerto Timur. Lebih tepatnya di depan pasar Arcawinangun. Kala itu saya sedang bersemangat-semangatnya menjadi anggota pramuka.

Rumah saya di desa Babakan Kecamatan Karanglewas Kabupaten Banyumas. Lebih tepatnya di desa Babakan ujung utara, grumbul Karangpucung. Sudah nanjak memang. Waktu itu saya tidak mempunyai modal untuk berangkat. Tidak mempunyai motor juga. Untuk menuju lokasi, saya pun belum tahu tempat tersebut. Alat komunikasi berupa handphone pun belum punya. Alhasil saya bersepeda dari rumah menuju lokasi, menggunakan sepeda Federal. Entah berapa kilo meter jarak yang harus saya tempuh.

Ketika sepatu PDL sudah rapih, ban PAM sudah menempel di lengan, balok Bantara sudah ada di pundak, sabuk kopel sudah kencang, hasduk tertata rapih dan baret sudah mereng, pertanda sikap sudah siap untuk bertugas.

Ternyata ketika saya pergi ke sana, saya meninggalkan banyak kekhawatiran. Diantaranya adalah kekhawatiran orangtua, karena pergi jauh, sendirian, dan belum mengerti tempatnya. Selain itu, saya juga meninggalkan pekerjaan sekolah yang harus dikerjakan. Tidak hanya itu, saya pun harus siap capek mengayuh sepeda dari berangkat sampai pulang yang jaraknya tidak dekat.

Belajar dari Masa Lalu

Dari cerita pengalaman saya di atas sewaktu menjadi anggota pramuka bukanlah hal yang mudah untuk diterapkan pada anak-anak zaman sekarang. Karena pada dasarna kemudahan komunikasi dan transportasi menjadikan anggota pramuka saat ini dapat dengan mudah mengikuti berbagai kegiatan kepramukaan.

Informasi apapun dapat dengan mudah didapat, berbeda dengan zaman dulu yang masih jarang ada hape. Transportasi pun sudah mudah, anak-anak sudah dengan leluasa memakai kendaraan, dulu ada hanya masih jarang yang punya.

Namun karena kemudahan transportasi, sekarang semakin banyaknya kendaraan. Di berbagai tempat laju kendaraan semakin semrawut. Tidak terlalu tertib lalu lintas. Tingkat kemacetan pun semakin menjadi, terutama di kota Purwokerto. Apalagi saat lebaran, jalur selatan kabupaten Banyumas tingkat kemacetan sudah sangat luar biasa. Mungkin kita bisa mengira-ngira berapa laju kendaraan berat waktu itu, belum lagi kendaraan kecil dan sepeda motor. Jika melihat dari media televisi pun kita seakan terasa malas jika melaju kendaraan di situ. Apalagi jika terjebak macet. Rasanya ingin mempunyai kendaraan terbang, seperti yang sudah ada di negara-negara maju, demi menghindari kemacetan.

Lalu bagaimana dengan para pengatur laju kendaraan. Mungkin mereka pun berasa pusing karena bukan hanya kendaraan satu yang diatur. Lebih banyak dari itu. Terkadang kita pun melihat ada petugas yang bertindak tegas apabila ada pengendara yang tidak menaati aturan lalu lintas. Para petugas mustinya sangatlah lelah, mengatur banyak kendaraan, berpanas-panasan pula.

Lalu siapa saja si petugas tersebut?

Ya, selain anggota polisi ada juga para petugas muda yang masih dengan sigap jika ada pihak yang membutuhkan, bahkan terkadang sebelum ditawari pun mereka sudah menawarkan diri. Lalu, siapa mereka? Tidak lain tidak bukan adalah anggota pramuka. Yang dengan siap sudah berpuluh-puluh tahun menjaga negara kesatua Republik Indonesia. Mereka (para anggota pramuka) tidak pernah dibayar. Tri Satya dan Dasa Dharma yang sudah merangsek ke dalam jiwa para anggota seakan tidak pernah luntur.

Karena rasa cinta NKRI itulah mereka berani tidak dibayar, berani berkorban, dan selalu setia terhadap aturan. Saat susana lebaran pun mereka seakan sudah siap tempur mengamankan lalu lintas, dengan segala semua resiko yang akan menghadang.

Mereka bukan tukang parkir!

Karena bertugas mengamankan lalu lintas, seringkali kebanyakan orang menyebutnya tukang parkir. Bukan, tukang parkir adalah seorang yang mengatur keluar masuknya kendaraan. Sebagai anggota pramuka ketika diomong seperti itu, seakan tidak terima. Namun karena ada aturan anggota pramuka berupa Dasa Dharma yang harus ditepati, maka harus bisa mengendalikan amarah agar dapat terkondisikan.

Patut diapresiasi!

Kita sering melihat di berbagai titik rawan kemacetan dan bahkan di berbagai sudut di jalanan banyak sekali anggota pramuka mengatur lalu lintas. Cemooh dari para pengendara yang membanggel dan tidak mau diatur menjadi atmosfer negatif yang bisa jadi menyiutkan semangat anggota pramuka yang tidak terlalu kebal.

Karena semangat mereka, para anggota pramuka seakan Indonesia semakin hidup. Di berbagai titik di kota-kota seluruh Indonesia, banyak sekali anggota pramuka yang mengatur lalu lintas. Terlebih saat hari raya Idul Fitri. Semangat yang membanjiri para anggota pramuka yang mengatur lalu lintas baiknya kita beri apresiasi.

Apresiasi tersebut dapat dari apa saja. Salah satunya adalah memberi nilai lebih dari siswa-siswi lain. Atau mungkin disuruh untuk maju ke depan sewaktu upacara bendera agar sebagai contoh yang baik bagi siswa-siswi yang lain. Atau mungkin diberi piagam penghargaan. Setidaknya dari hal terkecil, yaitu memberi ucapan selamat bagi yang sudah bertugas, karena kembali dengan selamat tanpa halangan berarti.

Buatlah generasi penerus.

Ketika para anggota pramuka yang sudah pernah bertugas mengatur lalu lintas mungkin tidak selamanya mereka mengatur lalu lintas tersebut. Pastilah ada keinginan mencicipi dunia lain selain mengatur lalu lintas atau bahkan menjadi anggota pramuka. Karena sejatinya, kebanyakan yang bertugas mengamankan arus lalu lintas adalah mereka  yang masih penegak atau pandega. Artinya mereka yang masih sekolah atau kuliah. Jika mereka yang masih sekolah pasti tidak selanya berada di sekolah tersebut karena lulus atau pindahan. Atau barangkali yang kuliah pun juga sama. Maka segeralah membuat generasi selanjutnya, agar regenerasi tetap ada. Dengan berbagai kegiatan sesuai prosedur dan AD, ART yang telah disyahkan.     

Penulis : 

Fajar Pujianto, hubungi melalui email : fajar.andenkandenk@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun