Penulis tidak bermaksud untuk memperdebatkan lebih jauh masalah pemberian WTP 7 kali berturut-turut untuk Pemprov Papua di masa pemerintahan Lukas Enembe tersebut. Yang jelas, kegeraman PD atas penetapan status tersangka Lukas Enembe tersebut terus berlanjut dan sangat mungkin memengaruhi atmosfir Rapimnas PD di JCC, Senayan.
Di hari pertama Rapimnas, Kamis (15/9), Ketua Umum PD Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) langsung bersuara keras dengan menyebut pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin lebih banyak 'gunting pita'. Itu menjadi semacam penegasan jika apa yang dilakukan Jokowi-Ma'ruf Amin hanya meneruskan apa yang dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya, sejatinya 10 tahun era pemerintahan ayahnya, SBY, dari periode 2004-2009 dan 2009-2014.
Itu termasuk berbagai pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) di masa krisis, subsidi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), serta beragam pembangunan infrastruktur.
Pada hari kedua, Jumat (16/9), SBY bahkan melontarkan pernyataan yang lebih menohok. Pendiri PD ini menyebutkan adanya upaya mencegah PD mengusung capres dan cawapres bersama koalisinya pada Pilpres 2024 mendatang. Presiden periode 2004-2009 dan 2009-2014 ini menyebut sudah ada upaya jika di Pilpres 2024 yang bertarung hanya dua pasangan capres-cawapres.
Pernyataan AHY dan SBY, kita ketahui, langsung menuai reaksi dan kritik balik dari kalangan partai koalisi pemerintah. Fungsionaris PDIP dan Partai Golkar seperti Hasto Kristiyanto, Adian Napitupulu dan Ridwan Bae seketika membalas.
Sebagaimana ramai diberitakan media, Adian dan Hasto dari PDIP menyatakan apa yang disampaikan AHY dan SBY tidak berdasarkan data dan fakta. Terkait indikasi kecurangan yang dilontarkan SBY, Hasto balik menyebut bahwa pernyataan SBY hanya sekadar sebuah pembelaan untuk anaknya, AHY.Â
Namun, Hasto mengingatkan, jangan jadikan bisa tidaknya PD mencalonkan AHY di Pilpres sebagai indikator adanya skenario pemerintahan Jokowi untuk melakukan kecurangan di Pemilu 2024, khususnya Pilpres.
Dalam pemahaman penulis dan juga publik, PD sejauh ini memang tengah berusaha mengangkat pamor AHY, ketua umumnya, sebagai capres atau minimal cawapres.Â
PD tidak bisa mengajukan capres atau cawapres sendiri untuk Pilpres 2024, sehingga sampai saat ini masih berjuang untuk berkoalisi dengan parpol lainnya, dengan NasDem dan PKS menjadi sasaran utama.Â
Namun, koalisi PDD dengan NasDem dan PKS masih belum menemukan titik terang. Jika koalisi ini tercapai, PD bisa memperjuangkan AHY sebagai cawapres dari capres yang lebih potensial untuk diajukan, semisal Anies Baswedan, yang memang menjadi incaran NasDem dan PKS.
Entah bagaimana SBY sampai memikirkan adanya indikasi tidak adanya 'capres-cawapres' dari koalisi yang akan dibangun dengan NasDem dan PKS. Dalam hemat penulis, yang bisa menjadi indikator mungkin saja terkait 'masa depan' Anies Baswedan, dalam hubungannya dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK mengenai kasus dugaan korupsi pada penyelenggaraan balap mobil listrik Formula E 2022.Â